Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Minggu, 29 Juni 2025 | 16:06 WIB
Dokumentasi SKK Migas Kalimantan dan Sulawesi. Geliat eksplorasi dan pengembangan blok-blok migas berlangsung di kawasan Selat Makassar [Istimewa]

SuaraSulsel.id - Di tengah geliat eksplorasi dan pengembangan blok-blok migas di kawasan Selat Makassar. Pemerintah Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, menyuarakan sesuatu yang tak bisa lagi diabaikan. Keadilan bagi daerah terdampak langsung.

Bupati Donggala, Vera Elena Laruni, dengan tegas menyatakan bahwa kabupaten yang dipimpinnya harus diakui sebagai pihak yang secara geografis dan sosial-ekonomi terdampak dari aktivitas hulu migas.

Terutama di Blok North Ganal dan Blok Rapak yang kini memasuki tahap pengembangan.

“Donggala berada tepat di hadapan area operasi Blok North Ganal dan Rapak. Garis pantai kami di sisi barat Sulawesi Tengah bersinggungan langsung dengan wilayah eksplorasi yang dikelola Eni Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Minggu, 29 Juni 2025.

Baca Juga: Daftar 5 Perusahaan yang Dapat Izin Tambang Nikel di Raja Ampat

Pernyataan itu bukan tanpa alasan. Selama bertahun-tahun, masyarakat pesisir Donggala—khususnya nelayan—harus menghadapi dampak langsung dari aktivitas pengeboran laut dalam, lalu lintas kapal seismik.

Serta operasi logistik yang melintasi perairan tangkap mereka.

Vera menyebutkan bahwa perubahan akses terhadap wilayah tangkapan ikan serta kekhawatiran atas potensi kerusakan lingkungan telah menjadi persoalan yang nyata.

“Nelayan kami mulai merasa terpinggirkan. Mereka kehilangan akses terhadap titik-titik tangkapan tradisional karena kehadiran kapal-kapal besar dan aktivitas pengeboran,” tutur Vera.

Situasi ini mengantar Pemkab Donggala pada satu titik penting: menuntut pengakuan atas hak Participating Interest (PI) sebesar 10 persen sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016.

Baca Juga: Geger! Perusahaan Italia Temukan 'Harta Karun' di Selat Makassar, Bahlil: Percepat Eksploitasi

Hak ini diberikan kepada daerah yang terdampak langsung atas aktivitas migas sebagai bentuk partisipasi daerah dalam pengelolaan sumber daya alam nasional.

Menurut Vera, bukan hanya PI yang menjadi perhatian. Donggala juga menuntut pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) yang lebih adil dan proporsional.

Pemerintah pusat, menurutnya, harus memandang dampak langsung yang dialami masyarakat pesisir sebagai dasar pertimbangan dalam perhitungan kontribusi fiskal ke daerah.

“Tidak adil bila daerah yang hanya menjadi penonton dan menanggung dampak, tidak mendapatkan bagian yang layak dari sumber daya alam yang diambil dari wilayah lautnya sendiri,” kata Vera.

Ia menekankan bahwa sikap Pemkab Donggala bukanlah bentuk perlawanan, melainkan langkah konstruktif untuk memperjuangkan hak masyarakatnya secara adil dan sesuai regulasi.

Pemerintah daerah bahkan sudah mempersiapkan pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang akan menerima dan mengelola PI tersebut.

Load More