Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Jum'at, 13 Juni 2025 | 17:48 WIB
Ilustrasi Siswa SMP: Ribuan lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan terancam tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri [Suara.com]

Rata-rata lama sekolah di Sulsel adalah delapan tahun atau maksimal kelas VIII SMP. Dengan demikian, partisipasi kasar sebagian besar anak usia 16-18 tahun tidak bersekolah.

"Ini menunjukkan adanya anak-anak yang putus sekolah. Ini menjadi perhatian kita dalam perekrutan siswa baru tahun ini," tambahnya.

Iqbal menegaskan bahwa Disdik berkomitmen agar tidak ada anak yang tidak bersekolah karena daya tampung yang kurang. Dengan catatan, orang tua menerima anaknya ditempatkan sesuai solusi yang diberikan Disdik.

"Jika tidak tertampung di SMA negeri, kita arahkan ke sekolah swasta atau model lain seperti sekolah virtual atau homeschooling. Regulasi akan kita siapkan. Intinya, kita siapkan alternatif agar semua anak bisa bersekolah," terang Iqbal.

Baca Juga: Gubernur Sulsel Geram: Wisuda TK-SMA Jangan Jadi Pungutan Liar! PR Juga Dihapus!

Ketua Dewan Pendidikan Sulawesi Selatan, Profesor Arismunandar menambahkan, ketimpangan kuota sekolah negeri dan jumlah pendaftar masih jadi masalah tiap tahun.

Terkait keterbatasan daya tampung sekolah negeri, Guru Besar Manajemen Pendidikan UNM ini menyoroti jumlah pendaftar di Makassar yang mencapai hampir 20 ribu siswa. Sementara kuota yang tersedia hanya sekitar 8 ribu.

"Jumlah pendaftar memang selalu lebih banyak dari kuota, itu biasa. Tapi kondisi ini memperlihatkan pentingnya peran sekolah swasta. Sekolah negeri kapasitasnya terbatas. Jadi sisanya harus ditampung sekolah swasta," jelasnya.

Prof Arismunandar menekankan pentingnya kolaborasi antara sekolah negeri dan swasta dalam menampung seluruh calon murid.

Ia mencontohkan perguruan tinggi negeri yang juga menghadapi persoalan serupa, namun ditopang oleh keberadaan perguruan tinggi swasta.

Baca Juga: SPMB 2025 Sulsel: Kuota Domisili Berkurang, Afirmasi Ditambah

"Idealnya begitu. Siapa yang memilih sekolah negeri, siapa yang memilih swasta. Sehingga tidak terjadi kesenjangan besar antara jumlah pendaftar dan kuota," bebernya.

Mantan Rektor UNM dua periode ini juga menyinggung perlunya perhatian bagi siswa dari keluarga tidak mampu agar tidak tersisih dari sistem.

Dengan kondisi pendaftaran yang selalu melebihi kuota, ia menilai SPMB perlu didukung sistem yang lebih inklusif serta kebijakan kolaboratif antara sekolah negeri dan swasta, termasuk perlindungan bagi siswa dari kelompok rentan.

"Kalau bisa sekolah-sekolah swasta yang bagus itu menyediakan kuota bebas biaya bagi siswa miskin. Itu bagian dari tanggung jawab sosial pendidikan," tandasnya.

Load More