Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Senin, 04 November 2024 | 15:14 WIB
Ilustrasi Korupsi (freepik)

SuaraSulsel.id - Jajaran Kepolisian Polrestabes Makassar sedang menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan kredit modal kerja yang diterima PT TKM dari salah satu bank BUMN milik pemerintah selama kurun 2016-2018 dengan indikasi kerugian negara total mencapai Rp60,6 Miliar lebih.

"Setidak-tidaknya kerugian keuangan negara ada sebesar Rp60 Miliar lebih ini bisa naik (penyidikan). Karena ini belum secara detail akan dihitung lagi oleh auditor," ujar Kapolda Sulsel Irjen Pol Yudhiawan Wibisono saat memimpin pengungkapan kasus tindak pidana korupsi di Mapolrestabes Makassar, Sulawesi Selatan, Senin 4 November 2024.

Ia menjelaskan, modus yang dijalankan PT TKM yakni mengajukan fasilitas kredit menggunakan dokumen kontrak palsu, dan mencairkan kredit menggunakan dokumen faktur atau invoice palsu serta mengalihkan pembayaran ke rekening bank lain, selain yang disepakati dengan pemberi kredit.

"Di situ sudah ada niat jahatnya," ungkap kapolda didampingi Kapolrestabes Makassar Kombes Pol Mokh Ngajib dan Direktur Ditreskrimsus Polda Sulsel Kombes Pol Dedi Supryadi.

Baca Juga: Dugaan Korupsi Dana Hibah Masjid di Makassar, Negara Rugi Rp2 Miliar

Dari kronologi awal, PT TKM memiliki kontrak dengan PT ST senilai Rp118,8 miliar lebih. Untuk mengerjakan kontrak tersebut, PT TKM menambah plafon kredit modal kerja melalui pos finansial dan fasilitas surat kredit berdokumen dalam negeri (SKPTN) pada bank tersebut dari Rp18 miliar menjadi Rp66 milar.

Agar permohonan kredit disetujui oleh bank, ungkap kapolda, PT TKM lebih dulu memalsukan kontrak yang akan diberikan kepada bank sebagai jaminan dengan memanipulasi nilai dari Rp118,8 miliar lebih menjadi Rp258,3 miliar lebih, dan mengubah nomor rekening pembayaran serta memalsukan tanda tangan pihak direksi PT ST.

"Polanya, setelah penambahan kredit tersebut disetujui oleh pihak bank, maka kurun waktu Januari 2017- April 2018, PT TKM mencairkan fasilitas kredit modal kerja post financing secara bertahap hingga berjumlah Rp69,9 miliar lebih," kata Yudhiawan.

Sesuai dengan perjanjian kredit antara PT TKM dengan bank untuk setiap pencairan kredit modal kerja post financing dipersyaratkan adanya invoice atau nota tagihan PT TKM. PT TS yang menunjuk rekening PT TKM di bank negara tersebut sebagai penerima pembayaran.

Namun, ternyata dokumennya invoice atau faktur tagihan yang diberikan PT TKM untuk mencairkan kredit modal kerja sejumlah Rp69,9 miliar lebih adalah fiktif dan pembayaran diterima PT ST dialihkan ke rekening PT TKM di bank lain.

Baca Juga: Stadion Sudiang Makassar Hilang dari Daftar Proyek APBN 2025

Selanjutnya, pada akhir 2019, kredit tersebut macet sehingga pihak bank menyita aset dan melakukan penjualan atas seluruh jaminan fix berupa tanah dan bangunan milik PT TKM dengan menurunkan nilai kredit macet yang tersisa Rp60,6 miliar lebih.

"Dengan adanya pemalsuan dokumen tersebut dan pencairan kredit bank pada TKM mengakibatkan kerugian keuangan negara, karena uang ini uang negara setidaknya sebesar Rp60,6 miliar lebih," paparnya.

Saat ditanyakan apakah sudah ada ditetapkan tersangka dalam kasus ini, Kapolda mengatakan pihaknya masih sementara melakukan proses penyelidikan, termasuk telah memeriksa 10 saksi, baik dari pihak bank tiga orang, PT TS tiga orang dan PT TKM empat orang, serta saksi ahli dari pengelola keuangan negara termasuk ekspos di BPK RI.

"Ini kasusnya masih terproses. Tapi, paling tidak kerugian negara ada, kemudian perbuatan pidananya ada, saksi juga ada. Jadi, untuk masa tersangka mohon waktu, pasti ada tersangkanya. ini bisa dikenakan tindak korupsi korporasi, karena sifatnya perusahaan," katanya menegaskan.

Selain itu, untuk melacak hasil dan aliran dananya, tutur dia menambahkan, harus diterapkan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Nomor 8 Tahun 2010, supaya aset negara atau uang negara yang sudah di ambil pihak PT TKM harus dikembalikan.

Dalam kasus ini, polisi akan mengenakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Jo pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mengenai apakah ada keterlibatan orang dalam dari bank tersebut, kata dia, masih dilakukan pendalaman, memeriksa direksi, jajaran direktur.

Saat ini didalami lebih lanjut saksi berinisial S. Bila berkas pemeriksaan lengkap akan dilakukan penangkapan termasuk uang sudah diambil akan diekspos.

Load More