SuaraSulsel.id - Kasus kerja paruh waktu mahasiswa asal Indonesia di Jerman atau Ferienjob tengah menjadi sorotan. Bagaimana tidak, ribuan mahasiswa diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus program magang tersebut.
Kasus ini bermula dari laporan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Jerman yang mendapat aduan dari empat orang mahasiswa. Setelah mengikuti program Ferienjob di Jerman. Mereka mengaku dieksploitasi dan dipekerjakan secara ilegal.
Namun, sejumlah mahasiswa yang pernah menjalani Ferienjob menyangkal. Salah satunya mahasiswa Universitas UIN Alauddin Makassar, Fikram.
Ia mengaku ikut pada gelombang kedua program Ferienjob 2023, di Jerman. Berangkat Oktober dan kembali ke Indonesia 31 Desember 2023 lalu.
Namun Fikram mengikuti program tersebut bukan atas nama kampus UIN Alauddin Makassar melainkan mendaftar secara mandiri. Mulai dari visa, tiket pesawat pulang-pergi, dan mengurus administrasi hingga ke Surabaya menggunakan dana pribadi.
"Jadi kami alumni UIN sudah dua orang ikut program itu tapi bukan lewat kampus. Ini inisiatif sendiri," ucapnya, Minggu, 31 Maret 2024.
Fikram mengaku mengeluarkan uang sekitar Rp30 jutaan demi bisa merasakan magang di Jerman. Uang itu sudah termasuk biaya pesawat ke Frankfurt dan membayar pihak agensi sebesar Rp6 jutaan atau sekitar 350 Euro.
Di sana, ia bekerja di sebuah perusahaan logistik asal China. Tugasnya untuk mengangkut dan mengemas barang-barang.
"Bekerja delapan jam sehari. Itu sudah tertuang dalam kontrak kerja sebelum ditandatangani," ucapnya.
Baca Juga: Daftar Kampus di Kota Makassar, Disebut Terlibat Kasus Perdagangan Orang
Dari hasil kerjanya, ia diupah sekitar 13 euro per jam. Jika dikonversi menjadi rupiah per Rp17.000 maka Rp221.000 per jam.
"Jadi jika bekerja delapan jam sehari bisa dapat Rp1,7 juta lebih," bebernya.
Secara pribadi ia mengaku program ini sangat cocok untuk kalangan mahasiswa. Apalagi untuk mendapatkan pekerjaan di Indonesia cukup sulit rasanya. Sehingga menurutnya magang di luar negeri bisa jadi solusi.
Namun, ia sadar tidak semua peserta punya pengalaman sama. Apalagi ada yang mengeluhkan soal gaji.
"Mungkin yang bikin program ini jadi buruk karena ada oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Banyak yang memberikan pernyataan kalau mereka punya buruk tapi saya pribadi tidak mengalami itu selama di Jerman," bebernya.
Fikram mengaku jika ini bukan perdagangan orang lewat kampus. Tetapi cara mahasiswa mencari pengalaman dan bisa punya relasi bekerja di luar negeri.
Berita Terkait
Terpopuler
- Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Jawa Rp 347,63 Miliar Diincar AC Milan
- Gebrak Meja Polemik Royalti, Menkumham Perintahkan Audit Total LMKN dan LMK!
- Detik-Detik Pengumuman Hasil Tes DNA: Ridwan Kamil Siap Terima Takdir, Lisa Mariana Tetap Yakin
- Kasih Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Ryan Flamingo Kadung Janji dengan Ibunda
- Makna Kebaya Hitam dan Batik Slobog yang Dipakai Cucu Bung Hatta, Sindir Penguasa di Istana Negara?
Pilihan
-
Bak Langit dan Bumi! Gaji Anggota DPR RI vs Eks Bek Milan di Parlemen Georgia
-
Saham Jeblok, Bos Danantara Ungkap Soal Isu Ambil Alih BCA Secara Gratis
-
Bukan Dean Zandbergen, Penyerang Keturunan Ini akan Dampingi Miliano Jonathans di Timnas Indonesia?
-
Besok, Mees Hilgers Hengkang dari FC Twente, Menuju Crystal Palace?
-
Pemain Keturunan Liga Inggris Bahas Timnas Indonesia, Ngaku Punya Sahabat di Skuad Garuda
Terkini
-
Uang Palsu Kembali Gegerkan Gowa! 2 Wanita Ditangkap
-
Sekda Sulsel: Pencegahan TPPO Harus dengan Pendekatan Lintas Sektor
-
Setelah Demo Ricuh, Kenaikan Pajak PBB di Bone Akhirnya Ditunda!
-
Rumah Ratusan Juta Rupiah di Lahan Stadion Sudiang Dibongkar
-
Gubernur Sulsel Evaluasi Program Stop Stunting di Takalar dan Jeneponto