SuaraSulsel.id - Luwu, salah satu kerajaan tertua di Indonesia yang memiliki banyak cerita menarik untuk diungkap. Salah satunya adalah perjuangan rakyat Luwu melawan penjajah pada tahun 1946, yang dikenal dengan Perlawanan Rakyat Luwu.
Peristiwa ini merupakan titik penting dalam perjalanan sejarah Indonesia dalam perjuangan merebut kemerdekaan.
Peristiwa yang berlangsung sejak 23 Januari 1946 tersebut melibatkan rakyat dengan pemerintah dan tentara Belanda yang menggempur wilayah Luwu Raya dengan dukungan darat dan laut.
Pertumpahan darah di tanah Luwu ini dimulai dari insiden di Masjid Kampung Bua pada tanggal 20 Januari 1946. Dimana, tentara NICA (Nederlands Indische Civil Administration) masuk ke masjid dan menganiaya marbot hingga tewas.
Baca Juga: Seniman Muda Luwu Timur Lukis Kisah Nyata, Uang Panai Halangi Pernikahan Sahabat
Setelah kejadian itu, NICA dan KNIL (Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger) melakukan operasi militer yang membuat rasa tidak nyaman bagi warga.
Aksi NICA dan KNIL itu merupakan pelanggaran atas perjanjian kerjasama dalam menjaga keamanan antara pemuda, sekaligus penghinaan atau siri' bagi rakyat Luwu saat itu.
Pasca insiden itu, dikeluarkanlah ultimatum agar NICA/KNIL kembali ke tangsi dan tidak melakukan operasi militer.
Namun karena diabaikan, pimpinan pemuda di Luwu kemudian mengumpulkan 20 tim pasukan dan berhasil mengumpulkan kurang lebih 5000 pemuda di Palopo.
Mereka adalah pasukan pemuda dari Bua, Walenrang, Lasusua, Ponjalae, Tappong, Batupasi, anak Pasar, pasukan Peta dan ribuan rakyat dari kampung-kampung penjuru Tana Luwu yang datang berduyun-duyun secara sukarela, bersenjatakan tombak, keris dan senjata api lainnya.
Baca Juga: Rata-rata Pendapatan Masyarakat Luwu Timur Mencapai Rp7 Juta Per Bulan
Perlawanan semesta rakyat Luwu meletus pada 24 Januari 1946, dini hari. Palopo seketika berubah jadi tempat pertumpahan darah.
Pertempuran mulai sengit dan Istana Datu Luwu mulai diserang dari segala penjuru oleh tentara Belanda. Pemuda Palopo lantas mengevakuasi Datu Luwu Andi Djemma keluar dari Kota Palopo pada pagi harinya.
Pada tanggal 25 Januari 1946, Palopo dibombardir musuh dari laut dan darat. Saat itulah Palopo menjadi lautan api.
Pasukan pemuda kemudian mundur dan bergerilya ke daerah-daerah sekitar yang memunculkan perang-perang skala kecil.
Datu Luwu, Andi Djemma juga bergerilya melewati hari-harinya bersama pejuang di wilayah Ponjalae, Pattimang, Cappasolo, Batangtongka, Wellangpellang, Pombakka, To‘kuning, Burau, Lamikomiko dan berakhir 2 Juni 1946 di Benteng Batuputih, Latou.
Dari serangan itu banyak bangunan di Luwu yang jadi saksi bisu perang dahsyat tersebut. Bumi hangus, jalan-jalan hancur, dan jutaan nyawa melayang dalam serangan yang brutal.
- 1
- 2
Berita Terkait
Tag
Terpopuler
- 6 Mobil Bekas untuk Keluarga di Bawah Rp50 Juta: Kabin Luas, Cocok untuk Perjalanan Jauh
- 5 Mobil Eropa Bekas yang Murah dan Tahun Muda, Mulai dari Rp60 Jutaan
- 5 Rekomendasi Mobil SUV Bekas Bermesin Gahar tapi Murah: Harga Rp60 Jutaan Beda Tipis dengan XMAX
- Pemain Keturunan Medan Rp 3,4 Miliar Mirip Elkan Baggott Tiba H-4 Timnas Indonesia vs Jepang
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Anti Hujan Terbaik 2025: Irit, Stylist, Gemas!
Pilihan
-
Pemain Keturunan Rp 112,98 Miliar Potensi Comeback Gantikan Teman Duet Bek Klub Serie B Lawan Jepang
-
5 Mobil Keluarga Rp70 Jutaan Juni 2025: Kabin Longgar Mesin Bandel, Irit Bahan Bakar
-
Eksklusif dari Jepang: Mulai Memerah, Ini Kondisi Osaka Jelang Laga Timnas Indonesia
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan dengan NFC Terbaru Juni 2025
-
Timnas Indonesia Cuma Jadi Samsak Uji Coba, Niat Jepang Hanya Ekspermien Taktik dan Pemain
Terkini
-
3 Mantan Stafsus Nadiem Makarim yang Akan Diperiksa Kejagung Besok
-
9 Rumah di Karuwisi Kota Makassar Ludes Terbakar
-
Gorontalo Darurat Sampah! Apa Tindakan Gubernur?
-
Daftar 5 Perusahaan yang Dapat Izin Tambang Nikel di Raja Ampat
-
Air Mata dan Keberanian: Perjuangan Andi Ninnong, Perempuan Bugis Mengubah Wajo Jadi Bagian NKRI