Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Selasa, 23 Januari 2024 | 12:11 WIB
Wildam dan lukisan Uang Panai saat dipamerkan di GOR Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Menikahi gadis Bugis-Makassar tidaklah mudah. Cinta bisa kandas di tengah jalan jika tidak mampu memenuhi syarat uang panai.

Salah satu syarat utama tradisi pernikahan bagi suku Bugis-Makassar adalah uang panai atau Panai'.

Uang panai adalah uang yang diberikan oleh pria kepada pihak perempuan sebelum resmi jadi istri. Nilainya tergantung kesepakatan kedua pihak, bahkan bisa ratusan juta hingga miliaran rupiah.

Keresahan inilah yang dialami seniman muda asal kabupaten Luwu Timur bernama Wildam.

Baca Juga: Ritual Annyorong Lopi, Kearifan Lokal Bugis dalam Peluncuran Kapal Pinisi di Pantai Losari Makassar

Wildam melukis seorang pria Bugis yang hendak melamar artis dan model ternama, Marilyn Monroe.

Lukisan berjudul "melamarmu" itu dipamerkan di Gedung Olahraga Malili dalam rangka memperingati Hari Perlawanan Rakyat Luwu ke 78 di Kabupaten Luwu Timur, Senin, 22 Januari 2024.

Wildam dan lukisan Uang Panai saat dipamerkan di GOR Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]

Terinspirasi Kisah Nyata

Wildam menceritakan, lukisan itu terinspirasi dari kisah sahabatnya yang ditinggal nikah oleh kekasihnya karena terhalang uang panai.

"Ini kisah nyata dari teman. Pada saat itu dia batal menikah karena uang panai kurang dan si perempuan ini diambil pria lain yang stratanya lebih tinggi," ujar Wildam saat ditemui.

Baca Juga: Wajib Tahu! Ini 5 Adab Makan Orang Bugis-Makassar

Wildam kemudian terinspirasi untuk menuangkan kisah sahabatnya lewat lukisan.

Alumni Universitas Muhammadiyah Makassar itu mengatakan sosok Marilyn Monroe jadi objek lukisannya karena merupakan artis populer asal Amerika Serikat.

"Marilyn Monroe ini salah satu artis yang populer, yang jadi idaman laki-laki. Makanya saya gambarkan (lewat lukisan) sekarang ini kalau apa-apa bisa dibeli pake uang. Perempuan pun tergantung, artinya bisa," ucapnya.

Butuh waktu sebulan bagi Wildam untuk menyelesaikan lukisan tersebut. Bahkan banyak yang menawar untuk membeli, tapi Wildam menolak.

"Saya sudah jual karya kurang lebih 50 buah, tapi untuk saat ini tidak. Saya akan mengoleksi," ucapnya.

Menurutnya, melukis itu tidak hanya soal menggambar yang bagus saja. Tapi, juga perlu menampilkan sebuah cerita yang disampaikan, dan pesan apa yang ingin disampaikan bagi siapa pun yang melihatnya.

Bagi Wildam, kesenian itu soal keikhlasan dan kejujuran hidup.

Wildam dan lukisan Uang Panai saat dipamerkan di GOR Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]

Karya Lahir dari Keresahan

Ia mengungkapkan bahwa setiap karyanya lahir dari keresahannya. Ia merasa pernah ada waktu dimana orang hanya memandang kekayaan.

"Sekarang kan zaman dimana kita menghargai orang dari fesyennya, dari kekayaannya, bukan lagi hubungannya dengan Tuhannya dan sesama manusia," sebutnya.

Tak hanya berkisah soal uang panai. Wildam juga menggambarkan kondisi yang kerap dialami masyarakat rentan seperti buruh.

Hasil karyanya bahkan sudah pernah dipamerkan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

"Saya juga melukis soal buruh yang diupah tidak selayaknya lewat uang Rp100 ribu," sebutnya.

Lewat hasil karyanya itu, Wildam ingin memberi pesan moral bagi kita bahwa uang bisa mengukur tingkat sosial seseorang, namun tidak selamanya dapat membahagiakan.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More