SuaraSulsel.id - Para penghayat Tolotang di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan menjalani kehidupan dengan kebersamaan, welas asih, dan semangat menaati peraturan. Kepercayaan asli di suku Bugis ini selama berabad-abad menghadapi tantangan peradaban.
Mereka setia merawat warisan nilai leluhur dan moyangnya, walau berada di ambang kepunahan. Dari data pemerintah setempat, jumlah penganut Tolotang hanya berkisar ribuan orang.
Tolotang berasal dari kata Tau yang berarti orang dan Lautang yang berarti selatan. Sehingga, Tolotang berarti orang Selatan. Maksudnya, sebelah selatan Amparita (Kabupaten Sidrap) tempat tinggal mereka.
Istilah ini semula dipakai oleh Raja Sidenreng sebagai panggilan terhadap orang-orang tersebut. Tetapi kemudian menjadi nama aliran kepercayaan mereka.
Jauh sebelum kehadiran enam agama yang diakui pemerintah Indonesia--Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu--Tolotang dipercaya sudah ada. La Panaungi adalah tokoh yang mereka sembah.
La Panaungi dipercaya merupakan orang yang menerima wahyu dari Tuhan setelah Sawerigading. Para penganut kepercayaan ini meyakini La Panaungi diangkat ke langit dan akan kembali ke bumi.
Meski demikian, Tolotang percaya akan Tuhan Yang Maha Esa, yang mereka sebut dengan Dewata Sewae. Sementara kitab suci mereka adalah bahasa lontara yang biasa juga disebut Sure Galigo.
Para penghayat memanggil pimpinannya dengan sebutan Uwatta. Peranan Uwatta ini sangat penting seperti pengambil kebijakan, membagi warisan dan mediator.
Uwatta diyakini sebagai keturunan dari Sawerigading yang dapat berkomunikasi dengan Dewata Sewae. Olehnya, ia dipercaya untuk menjadi pemimpin.
Baca Juga: BREAKING NEWS: Setiap Jam Satu Orang di Sulawesi Selatan Alami Kebutaan
Untuk lebih mengenal kepercayaan asli di Suku Bugis ini, berikut fakta dan keunikannya:
1. Tidak Percaya Neraka
Tolotang percaya akan akhirat dan hari kiamat atau mereka sebut Asolingeng Lino. Namun mereka tidak mengenal neraka.
Nasib mereka sepenuhnya digantungkan pada Uwatta. Para penganut cukup menjalankan kewajibannya yang disebut Molalaleng yaitu saling berbagi, saling menghargai dan mengasihi.
Dalam masyarakat Tolotang ada dua kelompok, yaitu Tolotang Benteng (orang Tolotang yang pindah ke agama Islam), dan Towani Tolotang (masih menganut agama Tolotang).
Konon, pada abad ke-17 raja Wajo yang bernama Petta Matoa mulai memeluk agama islam. Sang raja memerintahkan semua masyarakatnya meninggalkan Towani Tolotang dan masuk ke agama Islam. Yang tidak mau akan diusir.
Berita Terkait
Terpopuler
- Skincare Reza Gladys Dinyatakan Ilegal, Fitri Salhuteru Tampilkan Surat Keterangan Notifikasi BPOM
- Roy Suryo Desak Kejari Jaksel Tangkap Silfester Matutina: Kalau Sudah Inkrah, Harus Dieksekusi!
- Bukan Jay Idzes, Pemain Keturunan Indonesia Resmi Gabung ke AC Milan Dikontrak 1 Tahun
- 3 Klub yang Dirumorkan Rekrut Thom Haye, Berlabuh Kemana?
- Selamat Datang Jay Idzes! Klub Turin Buka Pintu untuk Kapten Timnas Indonesia
Pilihan
-
Daftar 5 Sepatu Lokal untuk Lari Harian, Nyaman dan Ringan Membentur Aspal
-
Aremania Wajib Catat! Manajemen Arema FC Tetapkan Harga Tiket Laga Kandang
-
Kevin Diks Menggila di Borussia-Park, Cetak Gol Bantu Gladbach Hajar Valencia 2-0
-
Calvin Verdonk Tergusur dari Posisi Wingback saat NEC Hajar Blackburn
-
6 Smartwatch Murah untuk Gaji UMR, Pilihan Terbaik Para Perintis 2025
Terkini
-
Pemblokiran Rekening Pasif, BRI Beri Tips Aman Bertransaksi bagi Nasabah
-
BRI Komitmen Mengimplementasikan Asta Cita untuk Dukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional
-
Donat Tuli Jadi Simbol Kemandirian Difabel di Sulawesi Selatan
-
BRI Dukung UMKM Aiko Maju Jadi Pemasok Program MBG di Sitaro
-
Dewan Pers: Kekerasan Terhadap Jurnalis Meningkat