Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Rabu, 05 April 2023 | 14:05 WIB
Sidang pembacaan tuntutan terhadap eks auditor BPK Perwakilan Sulawesi Selatan di Pengadilan Negeri Makassar, Rabu, 5 April 2023 [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Dua mantan auditor Badan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Selatan dituntut lebih berat dari terdakwa lainnya. Mereka adalah Wahid Ikhsan Wahyuddin dan Andi Sonny.

Dua terdakwa ini dituntut pidana 7 tahun 9 bulan kurungan dan denda Rp300 juta subsider enam bulan. Wahid dan Andi Sonny dianggap berbelit-belit memberikan keterangan selama persidangan dan tidak mengakui perbuatannya.

Para terdakwa dinilai telah menerima suap Rp2,9 miliar untuk menghilangkan temuan sejumlah pengerjaan proyek di Sulawesi Selatan. Mereka secara sah dan meyakinkan dianggap melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan harus dimintai pertanggungjawaban.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Wahid Ikhsan Wahyuddin dengan pidana penjara selama 7 tahun 9 bulan dan denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan, dan memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan," ujar Jaksa Penuntut Umum KPK Zaenal Abidin saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Negeri Makassar, Rabu, 5 April 2023.

Baca Juga: Pemprov Sulsel dan BPK Serah Terima LKPD Unaudited Tahun 2022

Tuntutan yang sama dibacakan Zaenal untuk terdakwa Andi Sonny. Ia dituntut pidana 7 tahun karena tidak mengakui perbuatannya.

Sementara untuk terdakwa Gilang dan Yohanis Binur dituntut pidana 4 tahun delapan bulan, denda Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.

"JPU memerintahkan agar terdakwa tetap ditahan," ungkap Zaenal.

JPU menilai hal yang memberatkan karena para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sementara terdakwa Wahid Ikhsan Wahyuddin dan Andi Sonny tidak mengakui perbuatannya dan memberikan keterangan berbelit-belit.

Baca Juga: Auditor BPK Sulsel Panik, Uang Suap Rp2,9 Miliar Dipindahkan Dari Mess ke Rumah

"Sementara hal yang meringankan karena para terdakwa belum pernah dihukum. Mereka juga memiliki tanggungan keluarga dan bersikap sopan. Untuk terdakwa Gilang dan Yohanis Binur mengakui perbuatannya di persidangan," kata Zaenal.

Para terdakwa dianggap melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a, Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Perbuatan para terdakwa juga melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Sebelumnya, empat orang auditor BPK ditetapkan jadi terdakwa kasus suap pada Agustus 2022 lalu. Mereka adalah Gilang Gumilar, Wahid Ikhsan Wahyuddin, Yohanis Binur dan Andi Sonny.

Empat terdakwa menerima Rp2,9 miliar dari 12 kontraktor melalui terpidana Edy Rahmat.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menjelaskan pada tahun 2020, BPK Perwakilan Provinsi Sulsel memiliki agenda, salah satunya melakukan pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah Provinsi Sulawesi Selatan.

Selanjutnya, BPK Perwakilan Provinsi Sulsel membentuk tim pemeriksa. Salah satunya beranggotakan Yohanis Binur. Tugasnya memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tersebut.

Kata Alex, salah satu entitas yang menjadi obyek pemeriksaan yaitu dinas pekerjaan umum dan tata ruang (PUTR) Pemprov Sulsel. Sebelum proses pemeriksaan, Yohanis diduga aktif menjalin komunikasi dengan Andi Sonny, Wahid dan Gilang.

"Sebelumnya mereka juga pernah menjadi tim pemeriksa untuk laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019. Di antaranya terkait cara memanipulasi temuan item-item pemeriksaan," beber Alex.

Kemudian, untuk laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019 diduga juga dikondisikan oleh para terdakwa. Caranya dengan meminta sejumlah uang.

Adapun item temuan antara lain adanya beberapa proyek pekerjaan yang nilai pagu anggarannya diduga di-mark up dan hasil pekerjaan juga diduga tidak sesuai dengan kontrak.

Atas temuan ini, eks Sekretaris Dinas PU dan Tata Ruang Edy Rahmat kemudian berinisitiaf agar hasil temuan dari tim pemeriksa dapat direkayasa sedemikian rupa. Di antaranya, untuk tidak dilakukan pemeriksaan pada beberapa item pekerjaan.

"Atau nilai temuan menjadi kecil hingga menyatakan hasil temuan menjadi tidak ada," ungkap Alex.

Lanjutnya, dalam proses pemeriksaan ini, Edy Rahmat selaku Sekretaris Dinas PUTR saat itu aktif melakukan koordinasi dengan terdakwa Gilang Gumilar, yang dianggap berpengalaman dalam pengondisian temuan item pemeriksaan termasuk teknis penyerahan uang untuk tim pemeriksa.

Gilang kemudian menyampaikan keinginan Edy tersebut pada Yohanis. Selanjutnya, Yohanis diduga bersedia memenuhi keinginan Edy dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang dengan istilah "dana partisipasi".

Untuk memenuhi permintaan Yohanis, Edy diduga sempat meminta saran pada Wahid Ikhsan dan Gilang terkait sumber uang. Salah satu masukan para auditor adalah dimintakan dari para kontraktor yang menjadi pemenang proyek di tahun anggaran 2020.

"Diduga besaran dana partisipasi yang dimintakan 1 persen dari nilai proyek dan dari keseluruhan," kata Alex.

Edy lalu mendapatkan 10 persen dari dana partisipasi yang terkumpul itu. Adapun uang yang diduga diterima secara bertahap oleh Yohanis, Wahid dan Gilang dengan keseluruhan sejumlah sekitar Rp2,8 Miliar.

"Andy Sonny turut diduga mendapatkan bagian Rp100 juta yang digunakan untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi Kepala BPK Perwakilan," ungkap Alex.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More