Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Senin, 25 Juli 2022 | 13:24 WIB
Nurhayati menunjukan lokasi rel kereta api di zaman Hindia Belanda yang kini menjadi jalan setapak dan halaman rumah warga [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]

"Saya mungkin sepakat kalau Rp3,5 miliar," ujarnya sambil berkelakar.

Stasiun Jongaya dan stasiun Takalar adalah dua bangunan bekas kereta api di Sulawesi Selatan yang masih tersisa. Dua stasiun ini menjadi jejak sejarah adanya peradaban transportasi massal di daerah ini.

Kereta api bukan lah barang baru di pulau Sulawesi. Jauh sebelum Indonesia merdeka, moda transportasi ini ternyata sudah beroperasi di Sulawesi Selatan.

Studi kelayakan pembangunan kereta api di pulau Sulawesi sudah dimulai sejak tahun 1915 oleh pihak swasta. Namun karena dianggap tidak akan membawa keuntungan bagi investor, pemerintah Hindia Belanda pun mengambil alih.

Baca Juga: ITB Ditunjuk Pimpin Riset Pengembangan Kereta Api Ringan Hybrid dan Cerdas

Proyek diawali dengan membangun trem uap di sekitar pelabuhan Kota Makassar. Lokomotif yang dipakai diangkut secara khusus dengan kapal KPM dari Jawa.

Pada 1 Juli 1922, rel antara Makassar (Stasiun Pasar Butung)- Takalar akhirnya selesai dibangun oleh perusahaan milik pemerintah Hindia Belanda, Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij. Panjangnya 47 km. Lebih panjang dari jalur kereta api pertama di pulau Jawa yang hanya 25 km.

Selain Makassar-Takalar, pemerintah Hindia Belanda juga sempat berencana membangun kereta api jalur Makassar-Maros-Tanete-Parepare-Sengkang. Namun, tak pernah terwujud pembangunannya.

Pada masa Hindia Belanda, jalur kereta Makassar-Takalar memiliki 8 halte (sekarang dikenal sebagai stasiun) dan 12 stoplass atau saat ini disebut halte.

Sayangnya, masa operasionalnya hanya bertahan sekitar tujuh tahun. Dalam arsip milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 1936-1973, tercatat kereta mulai dioperasikan sejak 1 Juli 1923 sampai 1 Agustus 1930.

Baca Juga: Hari Anak Nasional, KAI Ajak Siswa Berkenalan dengan Transportasi Kereta Api

Tahun 1930, layanan kereta terpaksa ditutup karena subsidi dari Staatsspoor en Tramwegen di Jawa untuk Staatstramwegen op Celebes sebagai pengelola dihentikan. Krisis ekonomi dunia pada tahun 1929 jadi penyebabnya.

Selain itu, kereta api di Sulawesi dinilai tidak menguntungkan. Karena bisnis industri di daerah ini lesu. Tidak seramai di pulau Jawa.

Stasiun kereta api di zaman Hindia Belanda di Jongaya, Kota Makassar, kini jadi rumah tempat tinggal warga [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara Tambing]

Fadli Nasrul, mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar pernah melakukan penelitian soal kereta api di zaman Belanda tersebut pada tahun 2018.

Dalam jurnal yang disusunnya, dijelaskan bahwa jalur kereta api Makassar-Takalar waktu itu untuk mengangkut hasil bumi. Selain itu digunakan untuk kepentingan politik dan militer.

Hal itu dapat dilihat dari keberadaan jalur dan transportasi kereta api yang mengangkut serdadu Belanda guna meredam gerakan I Tolok Daeng Magassing. Padahal, rute awal rencananya yang akan dibangun adalah dari Makassar menuju Maros.

"Namun terjadi perubahan rute menjadi Makassar menuju Takalar disebabkan keadaan ekonomi dan politik saat itu. Selain mengangkut tebu dan teh, jalur kereta api digunakan untuk mengangkut serdadu Belanda dalam mempertahankan wilayah Hindia-Belanda pada pemberontakan Tolok Daeng Magassing," ujar Fadli.

Load More