Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 03 Februari 2022 | 15:53 WIB
Umat Islam menyumbang 2 ekor kambing untuk peresmian Gereja Katolik di Kecamatan Rantetayo, Tana Toraja, Sulawesi Selatan [SuaraSulsel.id/Istimewa]

SuaraSulsel.id - Toleransi antar umat beragama yang begitu kuat terlihat di Kabupaten Tana Toraja. Daerah yang terkenal dengan wisata adatnya ini masih sangat menjunjung tinggi soal nilai keberagaman.

Hal tersebut terlihat pada pentahbisan atau peresmian gereja katolik di Kecamatan Rantetayo, Tana Toraja. Umat islam disana menyumbangkan dua ekor kambing untuk umat gereja.

Kambing itu diletakkan di dalam kandang persegi empat yang sudah didekorasi sedemikian rupa. Sehingga terlihat menarik. Beberapa aksesoris dan ornamen ukiran khas Toraja juga menghiasi.

Tepat di atas kepala kambing tertulis "ummat islam se kecamatan Rantetayo". Padahal, pada umumnya upacara pentahbisan gereja hanya ada babi.

Baca Juga: Saling Menjunjung Sikap Toleransi, Tiga Artis Mualaf Rayakan Imlek

Babi itu sebagai bentuk persembahan umat gereja. Nantinya, babi tersebut akan dilelang, lalu hasilnya disumbangkan ke gereja.

Namun, suasana pentahbisan pada Rabu, 2 Februari 2022 di Tana Toraja berbeda. Ada dua ekor kambing yang disumbangkan oleh umat Islam yang tinggal di sekitar gereja tersebut.

Foto-foto kambing ini viral di media sosial. Hal tersebut disambut bahagia oleh pihak gereja dan masyarakat di sana.

Bahkan mereka mengklaim pentahbisan gereja kali ini yang paling meriah di Sulawesi Selatan.

Warganet juga mengungkapkan kebahagiaannya. Mereka menuliskan, jika ingin belajar soal toleransi maka wajib berkunjung ke Toraja.

Baca Juga: Kekurangan Chip Semikonduktor Diprediksi Bertahan Sampai 2022

"Subhanallah, patut dicontoh. Toleransi yang baik dan sangat kuat memang ada di Toraja," tulis akun Nurlianti.

Salah satu tokoh Toraja Yustinus mengatakan masyarakat di Tana Toraja sudah hidup berdampingan sejak lama. Pantang hukumnya untuk ribut apalagi soal agama.

Bahkan gereja yang baru ditahbiskan ini berhadapan langsung dengan masjid. Ia mengaku masyarakat di daerah tersebut selalu hidup rukun tanpa memandang agama.

"Seperti pada pentahbisan gereja, kawan kita dari umat muslim tidak dengan maksud pemujaan kepada leluhur. Mereka juga sama sekali tidak me-kristenkan diri, tetapi dari lubuk hati mereka yang tulus ikhlas menunjukkan rasa toleransi dan solidaritas dengan apa yang mereka miliki," ujarnya, Kamis, 3 Februari.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More