Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Senin, 01 November 2021 | 17:39 WIB
Dua orang jurnalis kampus dari Unit Penerbitan Penulisan Mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UPPM UMI) Kota Makassar memperlihatkan suarat panggilan dari polisi, Senin 1 November 2021 [SuaraSulsel.id / Muhammad Aidil]

Awalnya informasi yang didapatkan, kata Ari, bukanlah pembongkaran. Namun, saat tiba di lokasi ternyata memang pembongkaran yang terjadi.

"Kabarnya bukan pembongkaran yang kita dapatkan. Cuma pas sampai di situ ternyata pembokaran. Nah, sempat di depan Sekret UPPM sempat ditahan. Nanti dulu pak, jangan dulu membongkar karena kita sudah ajukan surat audiensi dan itu ditolak," terang Ari.

Mahasiswa yang menolak pembongkaran itu, berusaha menghentikan ekskavator tersebut sambil meneriakkan aksi protes seperti 'Kita Sudah Ajukan Audiensi Berhenti Membongkar. Kenapa WR III Tolak Ini Audiensi?' hingga berada di depan Sekretariat Seni UMI Makassar, mobil ekskavator pun berhasil dihentikan.

"Tapi tetap kukuh untuk membongkar dan sampai membongkar Sekret Seni, di situ mulai. Mungkin respon dari teman-teman yang kaget karena sempat di dalam ini masih ada orang yang istirahat. Karena tiba-tiba juga tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Spontan teman-teman mungkin ada yang melempar atau apa. Sempat juga saya dipiting sama Firman yang Kepala Satpam kalau tidak salah. Dipiting lalu dibanting ke tanah," ungkap Ari.

Baca Juga: 7 Masa Depan Lulusan Komunikasi, Apa Saja Prospek Kerja Ilmu Komunikasi?

Karena banyak sekali massa yang protes, kata dia, aksi pembongkaran pun berhasil dihentikan. Ekskavator itu pun juga memilih untuk meninggalkan lokasi.

"Mundur ekskavator karena banyak sekali respon karena sempat juga ada yang naik ekskavator untuk suruh keluar itu supirnya. Dan banyak orang yang datang tidak tahu siapa. Dari depan, belakang banyak yang melempar. Jadi saya menyisihkan diri takutnya saya yang kena," beber Ari.

Jika pembongkaran secara paksa tersebut tetap dilakukan, katanya, maka kemungkinan besar akan ada korban yang ditimbulkan. Sebab, di dalam sekret masih ada orang yang beristirahat.

"Dibongkar paksa tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Dan ada orang di dalam masih istirahat. Seandainya tidak ada respon dari anak-anak untuk hentikan ekskavator itu kemungkinan besar yang terjadi pasti akan ada korban karena masih ada orang di dalam," jelas Ari.

Ari mengaku heran terkait adanya surat laporan dari polisi yang diterimanya terkait pengrusakan dan penganiayaan saat terjadi peristiwa pembongkaran Seketarian UKM di UMI Makassar. Penyebabnya, karena hal tersebut tidak pernah dia lakukan. Sehingga, dirinya pun mendatangi Kantor LBH Makassar untuk meminta perlindungan hukum.

Baca Juga: Diduga Terkait Pemberitaan, Jurnalis di Kendari Diintimidasi

"Kalau saya pribadi tidak ada yang saya rusak. Tidak ada pemukulan. Ke LBH untuk minta pendamping hukum," katanya.

Kasubbag Humas Polrestabes Makassar AKP Lando yang dikonfirmasi terpisah, mengaku belum mengetahui terkait adanya laporan terhadap dua mahasiswa Universitas Muslim Makassar mengenai kasus dugaan tindak pidana penganiayaan dan pengrusakan saat menolak pembongkaran Sekretariat UKM UMI Makasaar tersebut.

Tetapi, ia memastikan jika ada surat panggilan dari pihak kepolisian untuk melakukan klarifikasi. Maka sudah jelas hal itu bukanlah sesuatu yang dikarang-karang.

"Saya belum tahu ini. Undangan klarifikasi, apa benar. Saya belum lihat itu suratnya, yang jelas itu fakta. Tidak mungkin dikarang-karang kalau memang mahasiswa yang dilaporkan berarti dia yang menghalang-halangi dan diduga menganiaya itu. Dia yang dilaporkan," terang Lando.

Lando menduga orang yang melaporkan kedua mahasiswa tersebut atas kasus penganiayaan dan pengrusakan adalah internal UMI sendiri.

"Berarti mungkin UMI yang melaporkan dua orang itu. Memang begitu kalau merasa dia dirugikan, dia lapor. Tapi kalau memang laporan ke polisi pasti memang diundang karena ada laporan, tidak mungkin ini kalau tidak ada laporan kan," katanya.

Load More