Scroll untuk membaca artikel
Bangun Santoso
Selasa, 12 Oktober 2021 | 11:14 WIB
ILustrasi suasana Kota Makassar (indonesiad.com)

SuaraSulsel.id - Kerajaan Makassar semula terdiri atas dua kerajaan, yakni Kerajaan Gowa dan Tallo, yang berdiri pada abad ke-16 Masehi. Bersatunya Kerajaan Gowa dan Tallo berbarengan dengan tersebarnya agama Islam di Sulawesi Selatan.

Pada mulanya, penyebaran agama Islam dari Jawa ke Makassar tidak banyak membawa hasil. Bahkan, Sultan Baabullah dari Ternate yang mendorong penguasa Gowa-Tallo agar memeluk agama Islam pun belum membuahkan kabar bagus. Islam baru diterima dengan baik di wilayah ini berkat upaya Datok Ribandang dari Minangkabau.

Pada 1650 akhirnya penguasa Gowa dan Tallo memeluk agama Islam. Sebelumnya, dua kerajaan bersaudara ini dilanda peperangan selama bertahun-tahun. Perang ini berakhir pada masa Gowa dipimpin Raja Gowa X. Kedua kerajaan itu pun dijadikan satu kerajaan dengan kesepakatan yang disebut Rua Karaeng se’re ata (dua raja, seorang hamba).

Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo menjadi satu kemudian dijadikan Kesultanan Makassar yang berpusat di Sombaopu. Kesultanan Makassar kemudian dipimpin Raja Gowa Daeng Manrabba yang kemudian bergelar Sultan Alauddin. Sedangkan Kerajaan Tallo di bawah kekuasaan Karaeng Matoaya yang bergelar Sultan Abdullah sekaligus dijadikan Mangkubumi Kesultanan Makassar pertama.

Baca Juga: 9 Makanan Khas Makassar: Coto Makassar, Konro, Pallumara, Hingga Pallubasa

Raja-Raja

Pada perkembangan Kesultanan Makassar tak terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah. Raja-raja yang pernah memerintah sebagai berikut

Sultan Alauddin (1591-1629 M)

Sultan Alauddin sebelumnya bernama Karaeng Matowaya Tumamenaga Ri Agamanna. Ia adalah Raja Makassar pertama yang memeluk agama Islam. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Makassar mulai terjun dalam dunia pelayaran dan perdagangan.

Sultan Muhammad Said (1639-1653 M)

Baca Juga: Rekomendasi 10 Oleh-oleh Khas Makassar, Makanan, Kain Tenun hingga Handicarft

Pada pemerintahan Sultan Muhammad Said, Makassar maju pesat sebagai Bandar transit. Sultan Muhammad Said pun sampai mengirimkan pasukan ke Aibku sebagai menolong rakyat Aibku bertempur melawan Belanda.

Sultan Hasanuddin (1653-1669 M)

Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Makassar sampai masa kejayaan. Makassar berhasil menguasai nyaris seluruh wilayah Sulawesi Selatan dan memperluas kekuasaannya hingga ke Nusa Tenggara (Sumbawa dan Flores). Sultan Hasanuddin pun mendapat julukan Ayam Jantan dari Timur karena keberaniannya dan semangat perjuangannya.

Kondisi Ekonomi

Kerajaan Makassar merupakan kerajaan maritim dan berkembang sebagai pusat perdagangan di Indonesia bagian Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor seperti letak yang strategis dan memiliki pelabuhan yang baik. Selain itu, jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada 1511 menyebabkan banyak pedagang pindah ke Indonesia Timur.

Sebagai pusat perdagangan, Makassar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang asing dari Portugis, Inggris, Denmark, dan sebagainya. Sistem pelayaran dan perdagangan di Makassar diatur berdasarkan hukum niaga pada kitab Ade Allopiloping Bicaranna Pabbahi’e oleh Amanna Gappa.

Dengan adanya hukum niaga tersebut, maka perdagangan di Makassar menjadi teratur dan berkembang pesat. Makassar juga mengembangkan pertanian karena kerajaan ini menguasai daerah-daerah yang subur di bagian Timur Sulawesi Selatan.

Sosial Budaya

Sebagian besar masyarakat Makassar adalah nelayan dan pedagang. Demi meningkatkan taraf kehidupannya, mereka yang merantau. Walaupun mereka memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang dianggap sakral.

Norma kehidupan masyarakat Makassar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut Pangadakkang. Masyarakat Makassar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan Anakarung/Karaeng. Sedangkan rakyat kebanyakan disebut to Maradeka dan masyarakat lapisan bawah disebut dengan golongan Ata.

Di sisi lain, dari segi kebudayaan masyarakat Makassar banyak memproduksi benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis kapal ini dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo. Bahkan, kapal Pinisi dan Lombo terkenal sampai mancanegara.

Kejayaan dan Keruntuhan

Sultan Alauddin meninggal dunia lalu digantikan Muhammad Said dan berganti ke Sultan Hasanuddin. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin, Makassar mengalami kejayaannya. Kerajaan yang berhasil dikuasai Makasar di Sulawesi Selatan adalah Lawu, Wajo, Soppeng, dan Bone.

Sultan Hasanuddin berniat menguasai jalur perdagangan Indonesia bagian timur sehingga harus menghadapi VOC sebelum menguasai Maluku yang kaya akan lada. Pada 1667 dengan bantuan Raja Bone, Belanda menekan Makassar untuk menyetujui Perjanjian Bongaya. Perjanjian ini berisi 3 kesepakatan, yakni VOC mendapat hak monopoli perdagangan di Makassar, Belanda dapat mendirikan benteng Rotterdam di Makassar, dan Makassar harus melepas kerajaan daerah yang dikuasainya seperti Bone dan Soppeng.

Sepeninggal Hasanuddin, Makassar dipimpin oleh putranya bernama Mapasomba. Sultan ini juga menentang kehadiran Belanda sama seperti sang ayah. Mapasomba pun gigih mengusir Belanda dari Makassar.

Sikapnya keras dan tidak mau bekerja sama menjadi alasan Belanda mengerahkan pasukan secara besar-besaran. Pasukan Mapasomba dihancurkan dan Mapasomba tidak diketahui nasibnya. Belanda pun berkuasa sepenuhnya atas kesultanan Makassar.

Di samping itu, posisi sebagai pelabuhan singgah membuat Makassar mendukung kebijakan pelayaran dan perdagangan lepas di kawasan timur Nusantara.

Kondisi perdagangan yang lepas ini memicu konflik dengan orang Belanda yang berhasrat memaksa pembatasan pelayaran dan monopoli perdagangan rempah-rempah. Pertikaian dengan Belanda ini menyebabkan keruntuhan Kesultanan Makassar.

Kontributor : Titi Sabanada

Load More