SuaraSulsel.id - Benteng Somba Opu menjadi saksi sejarah perlawanan mengusir penjajah Belanda. Masyarakat Kota Makassar dan Gowa.
Benteng Somba Opu didirikan awal abad ke-16. Luasnya 113.590 meter persegi yang Sungai Balang Baru dan Sungai Jeneberang.
Secara administratif Benteng Somba Opu masuk wilayah Kelurahan Benteng Somba Opu, Kecamatan Barombong, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Bangunan benteng diperkuat struktur dinding yang disusun dari batu padas. Konon, hanya dicampur dengan telur sebagai perekat.
Baca Juga: Kawasan Benteng Somba Opu Jadi Tempat Pembuangan Sampah, Lahannya Diklaim Milik Warga
Kemudian, pada masa pemerintahan Raja Gowa ke XII di pemerintahan Tunijallo, Benteng Somba Opu mulai diperkuat meriam-meriam besar. Salah satunya masih ada terpajang di depan museum. Panjangnya sekitar 9 meter.
Benteng Somba Opu adalah salah satu saksi untuk mengenang kembali sejarah yang pernah ada. Sayang, situs sejarah ini terabaikan.
Kondisi miris ini SuaraSulsel.id saksikan pada Sabtu, 7 Agustus 2021. Tumpukan sampah terlihat berserakan di sepanjang jalan. Kawasan Benteng Somba Opu.
Horst Hebertus Liebner, salah satu warga sekitar mengajak SuaraSulsel.id memutari lokasi yang didirikan pada tahun 1525 itu. Setidaknya ada sembilan titik gunungan sampah yang kami temui di kawasan tersebut.
"Tidak ada tempat sampah yang disediakan. Orang buang sampah begitu saja di sembarang tempat," ujar Horst saat berbincang dengan SuaraSulsel.id.
Baca Juga: Tidak Lolos Administrasi CPNS 2021 Sulsel ? Ini Link Perbaikan Berkas Pendaftaran CPNS
Antropolog berdarah Jerman ini sudah tinggal di kawasan Benteng Somba Opu sejak tahun 1994. Dia sangat paham soal kawasan tersebut sebab melakukan penelitian di sana.
Menurutnya, lima tahun lalu kondisinya tak separah sekarang. Bangunan semi permanen juga makin marak berjejer.
Semakin padat penduduk, maka volume sampah juga semakin banyak. Sayang, kesadaran masyarakat masih minim.
"Sekitar lima tahun lalu tidak separah sekarang. Di belakang rumah saya ini mulai banyak rumah warga, sampah-sampahnya kadang beterbangan. Kalau baunya belum terlalu," ujarnya sambil berjalan memboyong empat anjing peliharannya.
Penduduk asli di kawasan tersebut, kata Hostler diberi kebebasan untuk bercocok tanam seperti sayuran di lahan mereka. Alasannya, jika ditanami, maka masyarakat ataupun pengunjung tidak akan membuang sampahnya sembarangan.
Namun, ada yang menarik mata ketika berjalan kaki sekitar 500 meter dari rumah Horst. Aktivitas bongkar muat sampah dilakukan oleh warga sekitar.
Berita Terkait
Terpopuler
- Cerita Pemain Keturunan Indonesia Tristan Gooijer Tiba di Bali: Saya Gak Ngapa-ngapain
- Review dan Harga Skincare GEUT Milik Dokter Tompi: Sunscreen, Moisturizer, dan Serum
- 5 Motor Matic Bekas Murah: Tampang ala Vespa, Harga Mulai Rp3 Jutaan
- Bareskrim Nyatakan Ijazah S1 UGM Jokowi Asli, Bernomor 1120 dengan NIM 1681/KT
- Harley-Davidson Siapkan Motor yang Lebih Murah dari Nmax
Pilihan
-
Profil Arkhan Fikri: Anak Emas Shin Tae-yong, Pemain Muda Terbaik BRI Liga 1
-
PSS Sleman Degradasi, Pemain Timnas Brasil dan Australia Ungkap Kesedihan
-
Shayne Pattynama Tulis Prediksi Skor Timnas Lawan China di Sandal
-
7 Rekomendasi HP Kamera 108 MP Terbaik 2025: Layar AMOLED, Harga Rp2 Jutaan
-
Manchester United Hancur Lebur: Gagal Total, Kehabisan Uang, Pemain Buangan Bersinar
Terkini
-
BRI Terus Kawal Mimpi Anak Muda di Pentas Sepak Bola Lewat Sponsorship GFL Series 3
-
5 Maklumat MUI Kota Makassar Terkait LGBT
-
Rumah Digeledah di Makassar Terkait Kasus Kredit PT Sritex
-
Selvi Ananda Dua Kali Salah: Sulawesi Disebut Sumatera, Ini Reaksi Hadirin
-
Dari Lomba Masak Jadi Jutawan: Kisah Inspiratif Ibu Rumah Tangga Ubah Kelor Jadi Cuan