Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 05 Agustus 2021 | 15:20 WIB
204 pekerja migran asal Nusa Tenggara Timur yang Senin (3/8/2021) berkumpul di kantor BP2MI Nunukan [SuaraSulsel.id / KSP]

SuaraSulsel.id - Pekerja migran, Maria Magdalena duduk menunggu antrean di Kompleks Rumah Susun Nunukan, Kalimantan Utara. Kristabelle, anaknya yang masih berusia enam tahun, duduk di atas pangkuan wanita berusia 30 tahun itu.

Perhatian Tim dari Kantor Staf Presiden (KSP) yang mendampingi perlindungan pekerja migran, Kamis (5/8/2021), langsung tertuju padanya.

Kepada KSP, Maria mengaku sudah sebulan berada di Nunukan, Kalimantan Utara. Sebelumnya, selama sepuluh tahun dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Serawak, Malaysia.

“Saya mau pulang,” kata Maria, sambil menyebut Adonara, Nusa Tenggara Timur sebagai rumahnya.

Baca Juga: Kisah Tragis Pengantin Wanita di Kupang Meninggal saat Dirias, Pesta Nikah jadi Kabar Duka

Tapi sesampai di Nunukan, agen perjalanan yang sudah menerima pembayaran 2.000 ringgit (sekitar Rp 7 juta) dari Maria, angkat tangan.

“Saya sudah bayar ongkos tiket untuk barang dan anak saya juga,” kata Maria.

Masalahnya, sejak sebulan terakhir setiap perjalanan jarak jauh harus dilengkapi sertifikat vaksin. Sang agen tak sanggup memenuhi syarat itu.

Mereka langsung ‘melemparkan’ Maria dan anaknya ke Kantor Unit Pelaksana Teknis Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UPT BP2MI) di Nunukan.

Maria dan Kristabelle tidak sendiri. Mereka hanya dua dari 204 pekerja migran asal Nusa Tenggara Timur yang Senin (3/8/2021) lalu tiba-tiba muncul di kantor BP2MI Nunukan.

Baca Juga: Tingkatkan Kualitas Pendidikan Tinggi di NTT, Kemendikbudristek Rangkul Berbagai Pihak

“Mereka ini bukan kami tangkap, tapi menyerahkan diri ke kantor saya,” kata Hotma Victor Sihombing, Kepala UPT BP2MI Nunukan. Agen perjalanan yang sudah menerima pembayaran langsung melepas tanggungjawab.

Victor bergegas melakukan koordinasi dengan sejumlah instansi di Nunukan. Mereka harus segera ditolong. Dari kantor BP2MI, mereka diangkut ke penampungan sementara rumah susun di wilayah Nunukan Selatan.

“Siapa yang akan mengurus mereka, ngasih makan, dan tempat tinggal sementara?” kata Victor pada KSP.

Masalahnya, kepulangan 204 pekerja migran Indonesia ini tanpa rencana, apalagi pemberitahuan. “Mereka datang secara ilegal lewat jalur-jalur tikus,” kata Victor.

Beruntung dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersedia menanggung kebutuhan makan mereka.

Tugas BP2MI Nunukan belum selesai. Mereka masih harus mengupayakan para pekerja migran untuk segera mendapat vaksin.

Masalahnya, vaksin masih cukup langka di Nunukan. Dari 180 ribu penduduk Nunukan, baru sekitar sepuluh persen yang menerima vaksin pertama.

Sementara, jika para pekerja migran tidak segera mendapat jatah vaksin, mereka akan terjebak di Nunukan lebih lama lagi.

Menurut Victor, pihaknya sudah mengupayakan agar daerah tujuan para pengungsi itu bisa menerima mereka hanya dengan hasil test PCR.

“Daerah tujuan masih belum mau (menerima). Tapi kita terus berupaya sambil mengupayakan vaksin buat mereka,” kata Victor.

Kamis pagi tadi, para pekerja migran mendapatkan layanan test PCR. Menurut Abdul Munir, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Nunukan, para pekerja migran akan menjalani dua kali test PCR untuk memastikan mereka tidak terpapar Covid-19. Hingga siang tadi, diketahui ada 6 pekerja migran yang positif.
“Kami sudah pisahkan dan isolasi mereka,” kata Munir.

Beruntungnya saat test PCR dilakukan, mereka mendapat kabar kedatangan 25 ribu dosis vaksin untuk Kabupaten Nunukan.

“Semoga para pekerja migran ini bisa mendapat jatah. Supaya mereka bisa segera pulang ke rumah,” kata Victor.

Load More