Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Jum'at, 04 Juni 2021 | 12:06 WIB
Petugas tenaga kesehatan tengah mempersiapkan tempat tidur untuk pasien Corona. [ANTARA]

SuaraSulsel.id - Penggunaan dana Covid-19 di Pemprov Sulsel bermasalah. Ada anggaran Rp 800 juta yang ternyata diselewengkan.

Hal tersebut jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Sulsel. Kejadiannya di Rumah Sakit Sayang Rakyat.

Temuan itu tertuang dalam LHP nomor 65/LHP/XIX,MKS/12/2020. BPK mencatat hasil temuan terjadi pada refocusing dan realokasi APBD 2020 dalam rangka penanganan Pandemi Covid-19.

BPK menemukan ada kelebihan pembayaran pada pengadaan fasilitas di Rumah Sakit Sayang Rakyat. Nilainya Rp 808.789.050,98.

Baca Juga: Kemarin Diperiksa KPK, Hari Ini Andi Sudirman Saksi di Pengadilan Negeri Makassar

Anggaran itu untuk belanja rehabilitasi gedung perawatan pasien Covid-19. Juga untuk belanja pembangunan gedung skrining di Rumah Sakit Sayang Rakyat.

Ketidaksesuaian perhitungan harga yang tertinggi terdapat pada pekerjaan Lantai Vinyl (Koridor dan Ruang Perawatan) sebesar Rp 423.244.152,29.

Kelebihan pembayaran ini terjadi dikarenakan kesalahan penginputan harga ongkos kirim Vinyl di RAB sebesar Rp 55.000,00 per kilo. Dimana harga ongkos kirim yang sebenarnya adalah Rp 5.500,00.

Selain itu, juga terjadi kekurangan volume pekerjaan sebesar Rp 92.886.956,04 pada pekerjaan vinyl dan capping, serta kelebihan pembayaran pada pembangunan gedung skrining sebesar Rp 59 juta.

Tak hanya kelebihan pembayaran. BPK juga menemukan ada masalah lain soal penanganan Covid-19 di Sulsel. Lembaga pemeriksa itu menemukan belanja diluar biaya akomodasi pada hotel wisata Covid-19.

Baca Juga: Andi Sudirman Dicecar Penyidik KPK Soal Proyek Siluman Pemprov Sulsel

Kemudian, pengadaan bantuan sembako juga disalurkan tak sesuai ketentuan. Ada data warga penerima bantuan yang tak jelas dan tak tepat sasaran. Hingga penggunaan sumbangan dari pihak ketiga yang tak dilaporkan realisasinya.

Direktur Rumah Sakit Sayang Rakyat Haeriyah tak ingin disalahkan soal masalah ini. Ia bilang itu kesalahan kontraktor.

Ia mengaku pengerjaan gedung infection centre itu tanpa proses tender. Hal tersebut bisa dilakukan karena saat itu keadaan mendesak akibat angka Covid-19 naik.

"Proses lelang dibolehkan karena berhubungan dengan pandemi Covid-19 sehingga tidak melalui proses (tender) jelasnya," ujar Haeriyah, Jumat, 4 Juni 2021.

Ia mengaku pihaknya sudah menjelaskan ke BPK. Masalah ini sudah ditindaklanjuti. Kontraktor yang akan bertanggungjawab.

Masalah lain adalah pengadaan makan dan minum untuk tim yang bekerja menangani Covid-19. Ternyata hanya dipesan melalui pesan whatsapp.

Total pembayaran makan minum yang dibayarkan tanpa bukti pemesanan itu terjadi sejak bulan April hingga Oktober. Nilainya lumayan besar, Rp 353 juta.

Hal tersebut terjadi di Dinas Kesehatan dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Pertanggungjawabannya juga tidak lengkap.

Pengadaan APD juga tidak sepenuhnya mempertimbangkan sumbangan dari pihak ketiga. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dalam pengadaan APD, Dinas Kesehatan selaku PPK tidak melakukan koordinasi dengan OPD dan posko yang menerima sumbangan.

"Sehingga sumbangan APD yang diterima tidak dipertimbangkan dalam perhitungan identifikasi kebutuhan," demikian kutipan hasil LHP Pemprov Sulsel dari BPK.

Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Ichsan Mustari tak menampik soal hal tersebut. Ia bilang untuk pengadaan makan minum dan pengadaan jasa akomodasi untuk Program Wisata Duta Covid-19 memang tidak dilengkapi dengan kontrak atau surat perjanjian kerja antara pihak hotel dan BPBD.

Penunjukan hotel berdasarkan SPPBJ tidak dilengkapi informasi yang memadai. Antara lain tidak ada waktu rencana penyelesaian pekerjaan dan tata cara pembayaran.

Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) terkait jumlah pemesanan kamar hanya disatukan berupa paket pekerjaan tidak dirinci jumlah penggunaan kamar.

Selain itu, dokumen pertanggungjawaban keuangan untuk pengadaan hotel tidak dilengkapi dengan berita acara perhitungan bersama yang menjadi dasar dalam pembuatan berita acara serah terima.

Penunjukan hotel juga tidak dilengkapi informasi yang memadai antara lain tidak ada waktu rencana penyelesaian pekerjaan dan tata cara pembayaran. Juga ditemukan pembayaran belanja lainnya di luar akomodasi hotel sebanyak Rp 21 juta.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More