SuaraSulsel.id - Lahan pengganti milik Pemprov Sulsel di kawasan Center Point of Indonesia (CPI) masih bermasalah. Luas lahan 12,11 hektare itu tak menemui titik temu hingga kini.
Kemarin, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman kembali melaporkan hal ini ke Korsupgah KPK wilayah IV. Ia menegaskan masalah ini harus jadi perhatian KPK karena sudah berlarut-larut.
Ia mengaku, KPK meminta Pemprov Sulsel untuk mencatat rencana aksi yang akan dilakukan tahun ini. Salah satu yang diusulkan adalah soal lahan pengganti CPI tersebut.
Kata Sudirman, paling penting soal legal standingnya. Diupayakan lahan pengganti tidak memiliki masalah.
"Kita mau tahu soal legal standing agar lebih baik, dan nanti solusinya bagaimana (dari KPK)," ujar Sudirman.
Masalah ini sudah cukup lama terjadi. PT Yasmin selaku pengelola CPI belum mengganti lahan Pemprov Sulsel seluas 12,11 ha. Sebelumnya disepakati lahan pengganti ditunjuk di Pulau Lae-lae.
Itu atas perintah Gubernur Sulsel non aktif, Nurdin Abdullah. PT Yasmin diperbolehkan melakukan perluasan atau reklamasi di Pulau Lae-lae.
Pulau tersebut oleh Pemprov Sulsel akan dijadikan sebagai kawasan kuliner ala Jimbaran, Bali. Hanya saja, merujuk pada Perda Nomor 2 tahun 2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Sulsel, Lae-lae tidak masuk dalam wilayah reklamasi.
Sudirman menegaskan, pihaknya tidak akan memberikan tempat tersebut (Lae-lae) ke PT Yasmin. Ia khawatir akan berpotensi merusak biota laut.
Baca Juga: Belum Sempat Hirup Udara Bebas, Eks Bupati Kepulauan Talaud Kembali ke Bui
Plt Inspektorat Sulsel, Sulkaf S Latief juga mengatakan, izin atas reklamasi tersebut sebetulnya sudah siap diterbitkan oleh PTSP Sulsel. Namun, kata dia, ada unsur pelanggaran dalam perencanaan tersebut.
"Pulau Lae-lae tak masuk dalam wilayah reklamasi. Makanya Pak Plt Gubernur bilang tahan itu izinnya dulu," tegas Sulkaf.
Untuk saat ini pihaknya masih mencari solusi terbaik soal masalah lahan pengganti tersebut. Plt gubernur, kata dia, juga telah melaporkan secara langsung tentang masalah itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Beberapa OPD terkait diakuinya sempat menyodorkan pergub soal kawasan pariwisata, yang membolehkan pengembangan area Lae-lae. Akan tetapi mantan Kadis Perikanan dan Kelautan Sulsel itu, menilai Perda lebih tinggi ketimbang Pergub.
"Mana lebih tinggi coba, perda atau pergub? Memang sesuai dengan aturan pergub, tetapi ada perda yang menegaskan kawasan itu tak masuk area reklamasi," jelasnya.
Diketahui masalah ini bermula saat proyek CPI digarap oleh PT Ciputra Surya untuk membangun perumahan elit dengan penimbunan reklamasi 157 hektare. Dengan perjanjian Pemprov Sulsel mendapat 57 hektare.
Berita Terkait
Terpopuler
- 5 Rekomendasi Mobil Keluarga Seharga NMax yang Jarang Rewel
- Here We Go! Peter Bosz: Saya Mau Jadi Pelatih Timnas yang Pernah Dilatih Kluivert
- 5 Mobil Keluarga 7 Seater Mulai Rp30 Jutaan, Irit dan Mudah Perawatan
- Sosok Timothy Anugerah, Mahasiswa Unud yang Meninggal Dunia dan Kisahnya Jadi Korban Bullying
- Lupakan Louis van Gaal, Akira Nishino Calon Kuat Jadi Pelatih Timnas Indonesia
Pilihan
-
Dana Korupsi Rp13 T Dialokasikan untuk Beasiswa, Purbaya: Disalurkan Tahun Depan
-
Kebijakan Sri Mulyani Kandas di Tangan Purbaya: Pajak Pedagang Online Ditunda
-
Harga Emas Hari Ini Turun Lagi! Antam di Pegadaian Jadi Rp 2.657.000, UBS Stabil
-
Hasil Drawing SEA Games 2025: Timnas Indonesia U-23 Ketiban Sial!
-
Menkeu Purbaya Curigai Permainan Bunga Usai Tahu Duit Pemerintah Ratusan Triliun Ada di Bank
Terkini
-
Liburan ke Banda Neira Makin Mudah Dengan Kapal Pelni, Catat Rute dan Jadwalnya!
-
Inovasi Unhas: Jamur Tiram Hutan untuk Penderita Diabetes
-
Janji Terakhir untuk Ayah: Kisah Haru Polisi Cium Nisan dengan Seragam Baru
-
Anak-Anak Ikut Demo Tolak PLTSa di Makassar
-
Pemprov Sulsel Hemat Rp1,4 Triliun, Uang Rakyat Lari ke Sini!