Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Kamis, 29 April 2021 | 12:30 WIB
Ilustrasi : Siswa SDN Curah Takir 03 belajar di ruang kelas yang rusak di Desa Curah Takir, Tempurejo, Jember, Jawa Timur, Sabtu (7/9). [ANTARA FOTO/Seno]

SuaraSulsel.id - Desakan pecinta bola untuk pembangunan Stadion Mattoanging terus berlanjut. Pemprov Sulsel dituding tidak berniat untuk melanjutkan padahal dana pinjaman siap.

Menanggapi hal itu, Pemprov Sulsel diminta tidak gegabah memutuskan kelanjutan pembangunan Stadion Mattoanging. Rawan bersoal apalagi jika menggunakan dana pinjaman.

Pengamat tata kelola keuangan negara, Bastian Lubis mengatakan, utang dari PT SMI tahun lalu saja cukup besar. Sangat membebani keuangan daerah ke depan. Jika utang ditambah lagi tahun ini.

Pemprov Sulsel, menurutnya harus realistis melihat keuntungan dari pembangunan Stadion Mattoanging ke depan. Saat ini saja kita dilarang menonton bola di stadion.

Baca Juga: Ngga Ada Akhlak, Sekolah Tutup Malah Jadi Sasaran 3 Komplotan Pencuri

"Sekarang dengan kondisi pandemi ini, orang tidak boleh nonton. Kita harus lihat benefitnya, perbaikan ekonominya apa, gitu loh. Jadi memang gak bisa lagi ambil di situ. Kita sudah ambil Rp 1,3 triliun kemarin," ujar Bastian, Kamis, 29 April 2021.

Setidaknya Pemprov Sulsel harus merogoh APBD sekitar Rp 600 hingga Rp 700 miliar tiap tahunnya hanya untuk membayar utang ke PT SMI. Program prioritas lain pun tentu tidak jalan.

Di satu sisi, Pemprov Sulsel sampai saat ini masih mengandalkan pendapatan hanya dari pajak kendaraan. Dana transfer dari pusat tidak boleh dipakai, karena sudah jelas peruntukannya.

"Jadi kita harus ingat disiplin anggaran. Plt Gubernur ya tepat gak bisa ambil di situ hanya untuk pembangunan stadion. Saya prediksi tidak bisa diselesaikan dalam waktu dua tahun. Besar sekali utang yang harus dibayar karena setahunnya bisa 600 sampe 700 miliar," jelasnya.

Kata Bastian, pembayaran utang ke SMI juga tidak akan lunas sampai masa jabatan Plt Gubernur selesai.
Program ini disebut Bastian, tiba masa tiba akal. Saat Gubernur Sulsel non aktif Nurdin Abdullah masih menjabat.

Baca Juga: IDAI Tetap Tidak Merekomendasikan Sekolah Tatap Muka

Padahal stadion bukan kebutuhan mendesak saat itu. Apalagi tidak masuk dalam RPJMD.

Rencana awal, Pemprov Sulsel hanya ingin melakukan renovasi. Namun, tekanan dari pecinta bola membuat Nurdin Abdullah nekat melakukan pembongkaran total. Saat itu, Nurdin Abdullah hanya mengandalkan dana pinjaman. MoU dengan PT SMI pun dilakukan.

Kata Bastian, Stadion Mattoanging bisa saja dimasukkan ke RPJMD, namun harus melalui perubahan terlebih dahulu. Jika tertuang dalam RPJMD maka anggarannya tentu diprioritaskan setiap tahun.

Masalahnya adalah, sisa masa jabatan Gubernur sekarang di bawah 3,5 tahun. Di aturan, RPJMD tak boleh lagi diubah dengan masa jabatan sesingkat itu.

"Sebelumnya tidak matang perencanaanya atau apa main bongkar aja. Ini murni kesalahan Gubernur, gak bisa dilimpahkan ke Plt. Plt secara rasional melihat kondisi keuangan saat ini," sebut Bastian.

Menurutnya, satu-satunya jalan untuk tetap membangun kembali stadion itu adalah dilakukan secara bertahap. Pemprov Sulsel juga tidak boleh membiarkan bangunan yang sudah dirobohkan itu terbengkalai. Akan menimbulkan kerugian negara.

"Satu-satunya jalan ya, dicicil pembangunannya, tapi paling besar Rp 300 miliar (per tahun). Itu pun pembangunannya bisa sampai empat tahun," jelasnya.

Kata Bastian, disinilah sebenarnya peran anggota DPRD. Mereka tidak boleh asal mendesak eksekutif untuk melakukan pinjaman.

Yang membayar pinjaman adalah eksekutif, bukan legislatif. Jika pinjaman dipaksakan, maka peran dewan untuk mengawal program prioritas lain tidak ada.

"Di sini lah kita lihat kebijakan anggota dewan itu, realistis jugalah. Sekarang ada gak proyek bisa dibangun empat tahun. Empat tahun bukan karena sulit membangunnya tapi karena gak ada uangnya," tegasnya.

Sebagai bahan pertimbangan, anggaran Rp 1,3 triliun itu sama dengan biaya peningkatan, rehabilitasi, serta operasi dan pemeliharaan seluruh jaringan irigasi Pemprov Sulsel seluas sekitar 58.000 hektare. Sehingga bisa 90 persen berfungsi optimal. Sekarang baru 63 persen.

Rp 1,3 triliun itu sama dengan lebih dari 10 persen APBD Prov Sulsel tiap tahunnya. Atau sekitar 30 persen belanja langsung Pemprov Sulsel selama setahun.

Ssama dengan sekitar 18 persen gaji seluruh pegawai Pemprov Sulsel selama satu tahun. Setara dengan membangun jalan puluhan bahkan ratusan kilometer untuk perintisan jalan provinsi.

Rp 1,3 triliun itu sama dengan membelikan motor harga Rp 20 juta kepada 65.000 penyuluh pertanian. Serta bisa bangun seribu lebih sekolah dengan fasilitas lengkap di Sulawesi Selatan.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman mengaku tak mau ambil risiko. Ia mengaku enggan untuk berutang lagi.

"Harus kita rasional jugalah, rasionalnya adalah membangun sesuai kemampuan (keuangan) dulu. Saya tidak mau ambil resiko," kata Sudirman.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More