Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Rabu, 21 April 2021 | 12:37 WIB
Ketua Komisi D DPRD Sulsel menerima perwakilan kontraktor dan perwakilan dari Pemprov Sulsel, Rabu 21 April 2021. Pertemuan membahas nasib proyek yang tidak dilanjutkan tahun ini / [SuaraSulsel.id / Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Empat paket proyek tidak tercatat di Dokumen Pelaksanaan anggaran (DPA) 2021 dihentikan Pemprov Sulsel.

Ketua Komisi D DPRD Sulsel Rahman Pina mengatakan, proyek tersebut harus dihentikan. Ada konsekuensi hukum yang terjadi jika dilanjutkan.

Rahman Pina mengaku heran, Pemprov Sulsel tidak meloloskan proyek tersebut di tahun 2021. Padahal, pelaksanaan tendernya sudah ada di tahun 2020.

"Sialnya di 2020 ada, tiba-tiba tidak ada dalam tahun ini. Ini kesalahan Pemprov Sulsel, tapi yang disalahkan pihak ketiga," kata Rahman Pina saat menggelar rapat bersama kontraktor dan perwakilan Pemprov Sulsel di Kantor DPRD Sulsel, Rabu 21 April 2021.

Baca Juga: Proyek Pedestrian Pemprov Sulsel di CPI Bodong, KPK Diminta Telusuri

Empat proyek itu, pertama, Jalan Burung-burung - Benteng Gajah - Carangki - Bantimurung sepanjang 2,5 km dengan anggaran Rp 11, 4 miliar. Paket ini dimenangkan PT Yabes Sarana Mandiri.

Kedua, pengerjaan Jalan Solo - Paneki di Sengkang. Anggarannya Rp 22,9 miliar.

Ketiga, proyek jalan di Kawasan CPI dengan anggaran Rp 26,8 miliar. Dimenangkan PT Tiga Bintang Groyasatana.

Dan keempat, pedestrian di Kawasan CPI senilai Rp 1,4 miliar. Proyek ini dikerjakan CV Sumber Reski Abadi.

Nilai total keseluruhan proyek Rp 62,5 miliar.

Baca Juga: Andi Sudirman Sulaiman Fokus Bangun Infrastruktur Jalan di Sulawesi Selatan

Empat proyek ini ternyata sudah berproses di tahun 2020. Dua proyek ditandatangani kontraknya di tahun yang sama.

Karena dianggarkan di anggaran perubahan, pengerjaannya tidak rampung. Terpaksa harus menyebrang ke tahun 2021.

"Jadi proyek ini legal di tahun 2020, tapi ilegal di tahun 2021. Layaknya kalau mau dilanjut 2021, harus masuk (DPA)," jelasnya.

Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Sari Pudjiastuti mengaku paket proyek tersebut memang ditender pada tahun 2020. Tahun ini sudah tidak karena tidak masuk dalam DPA 2021.

"DPA adalah satu syarat atau dokumen yang harus dilaporkan pada saat pengumpulan tender, harus ada DPA nya. Kita tidak tender kalau tidak ada," jelas Sari.

Seharusnya pekerjaan itu rampung di tahun 2020 karena lelang kontrak tahun tunggal (hanya di 2020). Bukan proyek tahun jamak.

Kecuali dalam prosesnya ada kebijakan dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk memberi kesempatan jika pekerjaan tidak rampung jelang akhir tahun. Biasanya, kontraktor diberi perpanjangan waktu selama 50 hari kalender untuk menyelesaikan pekerjaan yang terbengkalai.

"Kebijakan itu diberikan untuk pekerjaan yang progresnya hampir rampung. Tapi ini tidak ada penyampaian oleh PPK," jelasnya.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Sulsel Rudy Djamaluddin tidak hadir dalam rapat tersebut. Alasannya, yang bersangkutan sedang sakit.

Rapat diwakili Kepala Seksi Pembangunan Jalan dan Jembatan, Nihaya. Namun, ia tak berkomentar banyak. Nihaya mengaku tidak tahu ada tanda tangan kontrak kala itu. Padahal jelas-jelas tidak diusulkan.

"Kami tidak tahu alasan sebenarnya kenapa mereka tandatangan kontrak," tuturnya singkat.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More