Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus | Muhammad Yasir
Selasa, 23 Maret 2021 | 17:45 WIB
Erwin Aksa. [Antara]

SuaraSulsel.id - Bareskrim Polri memeriksa Komisaris Utama (Komut) PT Bosowa Corporindo, Erwin Aksa.

Erwin Aksa diperiksa sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana sektor jasa keuangan yang menjerat adiknya Sadikin Aksa selaku Direktur Utama PT Bosowa Corporindo.

Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengungkapkan, pemeriksaan terhadap Erwin Aksa berlangsung selama tujuh jam sejak pukul 10.00 hingga 17.00 WIB, pada Senin (22/3/2021).

"Kemarin telah dilakukan pemeriksaan terhadap Komisaris Utama (PT Bosowa Corporindo) EA dan telah dilakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dengan 70 pertanyaan," kata Ramadhan di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (23/3/2021).

Baca Juga: Habib Rizieq Ngamuk di Bareskrim, Pengacara: Kami Khawatir Kondisi Habib

Ramadhan mengemukakan beberapa poin pertanyaan dalam pemeriksaan tersebut menyangkut tugas pokok Erwin Aksa selaku Komut PT Bosowa Corporindo. Selain itu juga terkait tanggung jawabnya melakukan pengawasan terhadap perusahaan.

"Pemeriksaan seputar dengan tugas pokok tugas-tugas yang dilakukan oleh Komut di PT Bosowa Corporindo juga terkait dengan tanggung jawab pengawas atau tanggung jawab Komut selaku pengawas korporasi dalam memastikan apakah Bosowa mematuhi perintah OJK," katanya.

Sadikin Aksa Tersangka

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri menetapkan Sadikin Aksa sebagai tersangka pada Rabu (10/3).

Penetapan status tersangka merujuk pada hasil gelar perkara yang dilakukan oleh penyidik. Selain itu juga berdasar adanya alat bukti permulaan yang cukup dan fakta-fakta yang ditemukan dari hasil penyidikan.

Baca Juga: Habib Rizieq Ngamuk di Bareskrim: Hei Jangan Main Kasar Kau!!!

"Atas perbuatan tersangka yang diduga dengan sengaja mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan perintah tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," kata Dir Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Helmy Santika kepada wartawan, Rabu (10/3).

Kasus ini bermula ketika PT Bank Bukopin, Tbk. ditetapkan sebagai Bank dalam pengawasan intensif oleh OJK karena permasalahan tekanan likuiditas pada Mei 2018. Kondisi itu semakin memburuk pada Januari hingga Juli 2020.

Kemudian, dalam rangka upaya penyelamatan Bank Bukopin, OJK mengeluarkan beberapa kebijakan yang di antaranya; memberikan Perintah tertulis kepada Dirut PT Bosowa Corporindo atas nama SA melalui surat OJK nomor : SR-28/D.03/2020 tanggal 9 Juli 2020.

Surat tersebut berisi tentang perintah tertulis pemberian kuasa khusus kepada Tim Technical Assistance (Tim TA) dari PT BRI untuk dapat menghadiri dan menggunakan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Bank Bukopin Tbk. Adapun, batas waktu pemberian kuasa dan penyampaian laporan pemberian surat kuasa kepada OJK itu paling lambat 31 Juli 2020.

"Akan tetapi PT Bosowa Corporindo tidak melaksanakan perintah tertulis tersebut," ungkap Helmy.

Selanjutnya, Sadikin Aksa mengundurkan diri sebagai Dirut Bosowa Corporindo pada 23 Juli 2020. Namun, yang bersangkutan tidak menginformasikan terkait pengunduran dirinya kepada para pemegang saham bank Bukopin.

"Pada tanggal 24 Juli 2020, SA masih aktif dalam kegiatan bersama para pemegang saham bank Bukopin maupun pertemuan dengan OJK pada tanggal 24 Juli 2020, namun tidak menginformasikan soal pengunduran dirinya sebagai Dirut PT Bosowa Corporindo," bebernya.

Bahkan, lanjut Helmy, tersangka Sadikin Aksa pada tanggal 27 Juli 2020 juga mengirimkan foto berupa Surat Kuasa melalui aplikasi WhatsApp kepada Dirut Bank Bukopin. Ketika itu, dia mencantumkan jabatannya sebagai Dirut PT Bosowa Corporindo.

Pada Kamis (18/3) pekan kemarin, penyidik Dit Tipideksus Bareskrim Polri pun telah memeriksa Sadikin Aksa sebagai tersangka. Dia diperiksa untuk pertama kalinya sebagai tersangka setelah sebelumnya mangkir dari panggilan penyidik dengan alasan sedang berada di luar kota.

Dalam perkara ini Sadikin Aksa dijerat dengan Pasal 54 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Dia terancam hukuman pidana penjara paling lama enam tahun dan pidana denda paling banyak Rp15 miliar.

Load More