SuaraSulsel.id - Usia Daeng Ngintang sudah renta. Tapi setiap hari harus mencari plastik dan botol bekas di kompleks perumahan warga. Untuk dijual ke Bank Sampah dekat rumahnya.
Nenek 80 tahun itu tak ingin menyusahkan orang di sekelilingnya. Pada usianya yang seharusnya digunakan untuk beristrahat, ia memilih mencari nafkah. Dengan cara memilah sampah plastik dan botol bekas.
Setiap hari Daeng Ngintang menenteng karung berisi sampah. Dari rumahnya di Borong Jambu Mangala dengan berjalan kaki. Sampah itu dibawa ke Bank Sampah Lisana, yang tak jauh dari rumahnya.
Ia datang untuk menabung sampah. Bukan membawa uang, seperti kegiatan menabung pada umumnya. Di Bank Sampah, karung berisi plastik dan kardus yang dibawanya ditimbang.
Daeng Ngintang kemudian mengeluarkan buku tabungannya yang berwarna putih biru. Untuk dicatat jumlah tabungannya oleh petugas Bank Sampah.
Setiap kilo gram plastik yang dibawa Daeng Ngintang dijual dengan harga Rp 3.000 hingga Rp 6.000. Tergantung kualitas sampah yang dibawa.
"Kalau bersih, bisa lebih mahal. Sampai Rp 6.000 per kilo. Terkadang tergantung vendornya juga," kata Direktur Bank Sampah Lisana, Juardi Talli kepada SuaraSulsel.id, Kamis 18 Februari 2021.
Juardi mengaku Daeng Ngintang adalah salah satu nasabah yang aktif. Dia terdaftar sejak tahun 2015.
Sejak saat itu pula, Daeng Ngintang rajin menabung. Jika dikalkulasi, tabungannya sudah mencapai Rp 30 juta hingga kini.
Baca Juga: Dinas Perpustakaan Makassar Sentuh Pustaka di SD Negeri Borong
"Tapi nenek ambil tiap tahun untuk bayar kontrakan. Karena beliau masih ngontrak," ujarnya.
Daeng Ngintang hanya menggantungkan hidupnya dari mengumpulkan sampah. Jika ada botol minuman bekas, ia akan memungutnya dan dimasukkan ke dalam karung.
Setelah terkumpul penuh, ia akan membawanya sendiri ke Bank Sampah. Bank Sampah Lisana melakukan penimbangan dua kali dalam sebulan.
Kegiatan rutin ini dilakukan Daeng Ngintang selama kurang lebih enam tahun. Karena suaminya sudah meninggal.
Kini, ia tinggal bersama anak dan cucunya. Beban hidup semakin terasa berat karena anaknya sakit stroke dan cucunya memiliki kebutuhan khusus.
"Sementara nenek ini harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan keluarga setiap hari. Dia tulang punggung keluarga," ujar Juardi.
Berita Terkait
Terpopuler
- Dulu Dicibir, Keputusan Elkan Baggott Tolak Timnas Indonesia Kini Banjir Pujian
- Lupakan Vario! 5 Rekomendasi Motor Gagah Harganya Jauh Lebih Murah, Tenaganya Bikin Ketagihan
- Pemain Keturunan Rp52,14 Miliar Follow Timnas Indonesia: Saya Sudah Bicara dengan Pelatih Kepala
- Sedan Bekas Tahun Muda Mulai Rp 70 Juta, Ini 5 Pilihan Irit dan Nyaman untuk Harian
- Pemain Keturunan Palembang Salip Mauro Zijlstra Gabung Timnas Indonesia, Belum Punya Paspor RI
Pilihan
-
3 Kuliner Khas Riau yang Cocok Jadi Tren Kekinian, Bisa untuk Ide Bisnis!
-
Ole Romeny Jalani Operasi, Gelandang Arema FC Pilih Tutup Komentar di Instagram
-
Pengusaha Lokal Bisa Gigit Jari, Barang Impor AS Bakal Banjiri Pasar RI
-
BREAKING NEWS! Satoru Mochizuki Dikabarkan Dipecat dari Timnas Putri Indonesia
-
Tarif Trump 19 Persen Bikin Emiten Udang Kaesang Makin Merana
Terkini
-
Telolet Kemarahan: Kenapa Klakson Jadi Bahasa Wajib Pengendara Saat Marah di Jalan?
-
Kasus Polisi Tembak Polisi di Makassar Dihentikan, Ini Penjelasan Kejati Sulsel
-
Tuduhan Titip-Menitip SPMB & Jual Seragam Sekolah, Ini Jawaban Tegas Disdik Makassar
-
Diterpa Isu Tersangka, Taufan Pawe: Ini Upaya Pembunuhan Karakter Bermotif Politis
-
Anggota DPR RI Taufan Pawe Jadi Tersangka? Cek Faktanya di Sini!