Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Selasa, 19 Januari 2021 | 14:28 WIB
Gubernur Sulawesi Selatan, Prof HM Nurdin Abdullah usai menerima penghargaan Paritrana Award 2019 di Rujab Gubernur Sulsel, Rabu (12/08/2020) [ANTARA Foto/Nur Suhra Wardyah].

SuaraSulsel.id - Dugaan mark up anggaran bantuan sosial Covid-19 di Sulsel terbukti. Pejabat Dinas Sosial atas nama Kasmin dicopot dari jabatannya.

Kasmin diduga melakukan penggelembungan harga sembako yang disalurkan pemerintah ke warga. Siang ini, ia disidang oleh Majelis Ganti Rugi (MGR) Pemprov Sulsel.

Hal tersebut membuat Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah meradang. Ia meminta agar kasus ini ditangani oleh Aparat Penegak Hukum (APH).

"Pokoknya itu ditangani APIP, segera dilimpahin ke APH," kata Nurdin, Selasa (19/1/2021).

Baca Juga: Siapa Tersangka Korupsi Bansos Covid-19 Makassar ? Ini Jawaban Polda Sulsel

Ia mengatakan pelibatan APH agar menjadi efek jera bagi pejabat lainnya. Apalagi di kondisi pandemi seperti ini.

"Saya sudah bilangin jangan ditahan, lanjutkan proses hukum supaya ada efek jeranya," tegasnya.

Diketahui, Pemprov Sulsel menyalurkan bantuan pada bulan April, saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Pemprov Sulawesi Selatan menyalurkan bantuan pangan yang disalurkan untuk 24 kabupaten/kota senilai Rp 16,3 miliar. Dari anggaran tersebut, Pemprov membantu 120 ribu Kepala Keluarga (KK).

Ada 10 jenis bantuan yang diberikan. Mulai dari beras, mie instan, minyak goreng, telur, gula pasir, tepung terigu, teh, dan kopi. Pemprov Sulsel menganggarkan kopi 1 dus dengan harga Rp 21.500.

Baca Juga: Proses Vaksinasi Covid-19 di Sulsel Sangat Lambat

Begitu pun dengan telur Rp 55 ribu per rak. Sementara, harga eceran tertinggi (HET) telur di pasaran Rp 42.000 ribu per rak.

Harga ini diketahui di aplikasi Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP) milik Pemprov Sulsel.

Ada pula gula pasir dengan harga Rp 27 ribu per kilonya. Padahal HET gula pasir di pasaran saat itu Rp 18.000, walau sempat mengalami kenaikan pada bulan yang sama.

Pemprov Sulsel juga diketahui menganggarkan kantong kemasan sebesar Rp 42 juta untuk 7.000 kantong. Satu kantong dihargai Rp 6.000. Begitupun pada penyaluran bantuan yang dianggarkan Rp1,18 miliar.

Draft daftar bantuan Covid-19 ini sempat heboh beberapa saat lalu. Kabarnya kasus ini juga sempat ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Sulsel.

Kasmin yang saat itu menjabat sebagai Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Pemprov Sulsel juga mengiyakan soal mark up tersebut. Ia bilang pihaknya sempat menemukan perbedaan harga di pasaran dan draft di anggaran dinas sosial.

"Tapi itu data lama. Kami sudah rombak," jawabnya saat disinggung mengenai perbedaan harga HET dengan harga yang ditetapkan Pemprov saat diwawancara SuaraSulsel.id bulan lalu.

Kasmin berdalih harga pada draft yang beredar adalah harga lama. Draftnya diganti setelah dilakukan pengecekan.

"Kita sesuaikan dengan harga di pasaran kembali karena ada beberapa item barang yang beda (harga) di pasaran," kata Kasmin.

Kasmin kemudian mengirimkan foto daftar harga bantuan Covid-19 yang disalurkan ke 24 kabupaten/kota. Foto itu diambil pada microsoft excel.

Pada foto tersebut, ada item barang yang harganya berkurang dan beberapa dihilangkan. Antara lain, harga minyak goreng yang awalnya 27 ribu, dikurangi menjadi Rp17.500 dan gula pasir Rp27 ribu dikurangi menjadi 24 ribu.

Lalu, yang dihilangkan adalah item anggaran untuk distribusi logistik untuk petugas provinsi Rp144 juta, distribusi paket oleh PKK Rp33,5 juta, distribusi logistik relawan selama 14 hari Rp1,08 miliar, dan operasional tim lapangan untuk TP PKK Rp34,6 juta.

Anggaran untuk monitoring dan evaluasi yang sebelumnya Rp100 juta, dinaikkan menjadi Rp239 juta, begitupun untuk biaya operasional posko dan pemakaman jenazah Covid-19 dari Rp200 juta berkurang menjadi Rp100 juta. Untuk biaya belanja makan minum petugas posko dinsos Sulsel yang sebelumnya tidak ada, kini dianggarkan Rp105,9 juta.

Kasmin juga menolak jika disebut Dinsos yang menaikkan harga. Sebab,pengusulan harga barang bukan dari pihaknya, tapi rekanan. PT Rifat Sejahtera yang memenangkan tender pengadaan sembako saat itu.

"Jadi bukan tanggungjawab Dinsos itu, tapi pihak ketiga. Jadi bukan salah kami itu," tambahnya.

Kasmin juga mengaku harga yang ada sedikit tinggi karena biaya logistik dan pengemasan oleh pihak ketiga. Dinsos tahunya hanya terima bersih. Selisih harga 12 persen disebutnya normal.

"Mereka (pihak ketiga) yang kemas dan hitung. Itu makanya harganya sedikit mahal. Tapi saya rasa selisih harga 12 persen di kondisi seperti itu adalah hal yang wajar," bebernya.

Tak hanya Pemprov Sulsel, kasus mark up bantuan Covid-19 untuk Kota Makassar juga sedang ditangani oleh Polda Sulsel.

Kepolisian bahkan sudah mengantongi nama tersangka, hanya saja masih enggan dibeber. "Kami belum dapat info lanjut dari Ditkrimsus. Tunggu saja eksposnya," kata Kabid Humas Polda Sulsel, Ibrahim Tompo.

Sebelumnya, penyidik sudah menemui pejabat Kementerian Sosial sebagai saksi ahli untuk merampungkan hasil penyidikan terkait kasus ini.

Sejauh ini, Polda Sulsel sudah memeriksa sekitar 70 orang lebih saksi. Kepala Dinas Sosial Kota Makassar, Mukhtar Tahir, salah satunya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More