SuaraSulsel.id - Susu tidak selalu bagus bagi kesehatan. Bisa berbahaya apabila mengandung zat-zat antibiotik yang melebihi batas maksimum residu oksitetrasiklin atau yang disebut OTC.
OTC masih kerap dijumpai di dalam susu. OTC dianggap berbahaya bagi konsumen dan juga dapat menghambat bakteri pada pengolahan susu seperti pembuatan keju, dan yoghurt.
Akan tetapi untuk mendeteksi OTC pada susu, diperlukan waktu yang lama. Pengujian di laboratorium juga disebut cukup rumit.
Hal tersebut yang mendasari lima mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar, menciptakan inovasi yang bisa mendeteksi OTC yang dalam kadar berlebih menjadi racun dalam susu.
OTC yang melebihi kadar akan mengganggu sistem pencernaan manusia.
Dzariyat dan timnya mempresentasikan proyek penelitian yang mengangkat tema applied life science dengan judul "Detection of Oxytetracycline Antibiotic Residues in Cows Milk with Colorimetric Method".
28 Desember lalu menjadi hari yang menggembirakan bagi mereka. Hasil penelitian yang disiapkan sejak bulan November itu berhasil merebut medali emas pada ajang olimpiade Indonesia International Applied Science Project Olympiad (I2ASPO).
"Alat ini lebih cepat, mudah, dan murah," kata Ketua Tim, Muhammad Dzariyat Zulfinas, Selasa (29/12/2020).
Ia menjelaskan, cara mendeteksi OTC ini cukup dengan menggunakan kertas indikator dan membuat standar warna bagi para peternak maupun industri pengolahan susu. Lebih mudah dibanding cara konvensional di laboratorium.
Baca Juga: Gigitannya Merusak dan Fatal, Spesies Laba-Laba Baru Ini Dipanggil 'Biola'
Untuk sistem kerjanya yaitu dengan cara mencampurkan reagen seperti HCl maupun NaOH ke dalam susu.
Ketika reagen tersebut bercampur pada susu yang mengandung OTC, maka warna kuning akan makin nampak dari susu.
Setelah itu kertas indikator dicelupkan pada susu tersebut dan kemudian diamati warna dari kertas indikator.
"Kertas indikator akan menunjukkan warna kuning yang berbeda-beda, tergantung jumlah kandungan OTC pada susu. Makin banyak jumlah OTC, maka warna kuning akan lebih nampak dan terlihat gelap," terangnya.
Ia menambahkan, sesuai standar nasional Indonesia (SNI), batas maksimum residu (BMR) OTC pada susu itu hanya 0,05 mg/kg. Jika lebih, maka akan menimbulkan efek samping.
Inovasi ini juga bisa membantu peternak. Selama ini, banyak peternak yang mengalami kerugian akibat pengobatan dengan antibiotik yang tidak sesuai prosedur seringkali menimbulkan residu.
Berita Terkait
Terpopuler
- Ole Romeny Menolak Absen di Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- Tanpa Naturalisasi, Jebolan Ajax Amsterdam Bisa Gantikan Ole Romeny di Timnas Indonesia
- Makna Satir Pengibaran Bendera One Piece di HUT RI ke-80, Ini Arti Sebenarnya Jolly Roger Luffy
- Ditemani Kader PSI, Mulyono Teman Kuliah Jokowi Akhirnya Muncul, Akui Bernama Asli Wakidi?
- Jelajah Rasa Nusantara dengan Promo Spesial BRImo di Signature Partner BRI
Pilihan
-
6 Smartwatch Murah untuk Gaji UMR, Pilihan Terbaik Para Perintis 2025
-
3 Film Jadi Simbol Perlawanan Terhadap Negara: Lebih dari Sekadar Hiburan
-
OJK Beberkan Fintech Penyumbang Terbanyak Pengaduan Debt Collector Galak
-
Tarif Trump 19% Berlaku 7 Agustus, RI & Thailand Kena 'Diskon' Sama, Singapura Paling Murah!
-
Pemerintah Dunia dan Tenryuubito: Antagonis One Piece yang Pungut Pajak Seenaknya
Terkini
-
BRI Dukung UMKM Aiko Maju Jadi Pemasok Program MBG di Sitaro
-
Dewan Pers: Kekerasan Terhadap Jurnalis Meningkat
-
Ekspresi Bahagia Ribuan PPPK Pemprov Sulsel Terima SK
-
Kasus 5 Pekerja Jatuh di Jembatan Tarailu, Disnaker Sulbar: Pasti Ada Sanksi
-
BRI Bukukan Laba Rp26,53 Triliun di Tengah Tantangan, Terus Berdayakan UMKM