Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Selasa, 24 November 2020 | 10:08 WIB
dr. Adnan Ibrahim, sp.PD., Sp.P / [Foto: Istimewa]

"APD untuk para tenaga kesehatan pada saat itu setengah mati didapat. Tidak sebanding dengan jumlah kasus yang terus naik setiap harinya," tambahnya.

Faktor kelelahan juga jadi alasan lain. Banyak dari tenaga medis yang bekerja bahkan harus 24 jam, karena jumlah tenaga medis dan korban timpang. Jika lelah, maka imun bisa turun. Virus dengan mudah bisa menyerang.

"Selain itu jaga jarak di antara pasien dan dokter atau nakes sulit dihindari. Karena memang harus kontak langsung. Ya itu tadi karena APD pada saat itu sangat minim," katanya.

Ketua Tim Mitigasi PB IDI Ari Kusuma Januarto mengatakan harus ada kerjasama dari pemerintah dan masyarakat dalam melaksanakan protokol kesehatan.

Baca Juga: Dinas Pendidikan Usulkan 11.565 Honorer di Sulsel Jadi Guru PPPK

Selain mencegah penyebaran virus corona, upaya tersebut juga dinilai bisa membuat para tenaga medis dan tenaga kesehatan melanjutkan pekerjaan penting tanpa mempertaruhkan nyawa.

"Tidak hanya masyarakat, namun kami juga menginginkan pandemi ini cepat berlalu. Situasi ini tidak akan pernah selesai apabila tidak ada kerjasama penuh dari masyarakat sebagai garda terdepan," kata Ari.

Kendati begitu, kasus kematian dokter akibat Covid-19 yang melampaui 160 orang ini sejurus juga menjadi pelecut bagi tenaga kesehatan untuk lebih mawas diri. Ia pun pun meminta pemerintah lebih serius merespons kematian demi kematian dokter.

Misalnya, dengan memikirkan jaminan penuh penyediaan dan kecukupan Alat Pelindung Diri (APD), pengurangan jam kerja, hingga pemberian insentif khusus baik untuk tenaga kesehatan yang sedang bertugas maupun keluarga tenaga kesehatan yang wafat.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Baca Juga: Terbukti Minum Bir, Pegawai Rumah Sakit Haji Sulsel Akan Kena Sanksi Ini

Load More