Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Rabu, 11 November 2020 | 08:15 WIB
Kordinator Wilayah 8 Komisi KPK RI Kumbul Kuswidjanto Sudjadi (kiri) dan Gubernur Sulawesi Selatan (tengah) memimpin rapat koordinasi pencegahan korupsi terintegrasi, Selasa (10/11/2020) / [Foto Suarasulsel.id: Lorensia Clara Tambing]

SuaraSulsel.id - Penggunaan anggaran di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) mendapat perhatian serius dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK menemukan penggunaan dana sebesar Rp 8,5 miliar yang terindikasi merugikan negara.

Hal tersebut diungkap Koordinator Wilayah 8 KPK RI Kumbul Kuswidjanto Sudjadi, pada rapat koordinasi pencegahan korupsi terintegrasi di wilayah Sulawesi, Selasa (10/11/2020).

Pemprov Sulsel diminta mengembalikan kerugian tersebut dalam waktu 60 hari. 

Baca Juga: Sekolah di Sulawesi Selatan Dipersiapkan Buka Januari 2021

Kumbul mengatakan, temuan tersebut terjadi sejak tahun 2017 hingga 2020 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Nilainya Rp 8,5 miliar, tapi belum ditindaklanjuti Pemprov Sulsel. 

"Hasil temuan dari beberapa faktor seperti rekanan yang belum melakukan pembayaran, pemegang kas perusahaan daerah belum menyetor, bendahara belum menagih pajak, dan pengembalian oleh rekanan tidak lancar," bebernya.

"Ada juga rekanan belum mengembalikan kelebihan pembayaran, begitupun dengan PNS, ada juga perjalanan PNS diduga fiktif, hingga pertanggungjawaban makan minum tidak sesuai," tambahnya lagi.

Kumbul merinci, data BPK pada tahun 2017 terdapat 994 temuan dengan 1.345 rekomendasi dan masih 12 persen belum selesai ditindaklanjuti.

Tahun 2018 terdapat 1.000 temuan dengan 1.383 rekomendasi dan masih 18 persen belum selesai.

Baca Juga: 2 Kabupaten di Sulawesi Selatan Sudah Buka Sekolah untuk Belajar Tatap Muka

Tahun 2019, terdapat 1.311 temuan dengan 1.851 rekomendasi dan masih 36 persen belum selesai.

Tahun 2020, terdapat 335 temuan dengan 450 rekomendasi dan 64 persen belum selesai.

Ia meminta inspektorat bisa lebih masif melakukan evaluasi dan tindaklanjut. Jika tidak, kata Kumbul, maka bisa diambil alih oleh Aparat Penegak Hukum (APH).

Ilustrasi korupsi. (Shutterstock)

"Jangan sampai temuan lagi tahun depan, kita bisa dorong ke APH (Aparat Penegak Hukum) kalau tidak bisa. Silahkan inspektorat (laporkan ke APH), nanti kita dari KPK kita pantau karena ada kewenangan untuk lakukan supervisi ke kejaksaan. Kita dorong inspektorat untuk selesaikan, jangan sampai berulang terus. Ini bukan uang kita," tegasnya.

Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah menambahkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang tidak melakukan tindaklanjut temuan akan diserahkan ke Aparatur Penegak Hukum (APH). Ia mempersilahkan kepolisian dan kejaksaan masuk.

"Yang kita butuhkan, bagaimana APIP segera menuntaskan temuan-temuan itu. Makanya KPK minta supaya itu segera direalisasikan. Kalau itu direalisasikan cepat selesai, tapi bagi yang bandel yang tidak mau mengembalikan, ya tentu kita serahkan kepada aparatur penegak hukum," tegas Nurdin.

Ia mengaku perlu ada efek jera bagi bawahannya agar tak main-main dengan anggaran. Apalagi untuk anggaran fiktif perlu ditelusuri betul-betul.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

Load More