Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Yunus
Minggu, 01 November 2020 | 07:07 WIB
Perwakilan pengusaha di Sulsel bertemu Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah membahas UMP Sulsel tahun 2021, Sabtu 31 Oktober 2020 / Foto : Humas Pemprov Sulsel

SuaraSulsel.id - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov Sulsel) resmi menaikkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulsel pada tahun 2021 sebanyak 2 persen. Keputusan ini diminta agar ditaati oleh para pengusaha di Sulsel.

Hal ini berdasarkan keputusan dan kesepakatan sejumlah instansi. Antara lain Asosiasi Pengusaha Indonersia (Apindo), serikat buruh, dewan pengupahan, unsur perguruan tinggi, dan pemerintah Sulsel.

Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah mengungkapkan, berdasarkan hasil kesepakatan secara bersama-sama, telah disepakati bahwa UMP di Sulsel naik 2 persen.

Sehingga, pada tahun 2021 nanti para pekerja akan menerima upah minimum sebesar Rp 3.165.000.

Baca Juga: Apa Sih Bedanya UMR, UMP, UMK dan UMS? Berikut Penjelasannya

Sedangkan, UMP di Sulsel pada 2020 diketahui sebanyak Rp 3.103.800. Kenaikan UMP 2 persen tersebut akan mulai berlaku pada awal Januari 2021.

"Kita menaikkan 2 persen. UMP Sulsel ini efektif mulai berlaku 1 Januari 2021," kata Nurdin di Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, Jalan Jendral Sudirman, Kota Makassar, Sabtu (31/10/2020).

Nurdin menjelaskan dalam surat Menteri Ketenagakerjaaan RI pada 26 Oktober 2020 tentang penetapan upah minimum 2021 pada masa pandemi Covid-19, mempertimbangkan kondisi perekonomian Indonesia. Utamanya, di masa pandemi dan perlu pemulihan ekonomi nasional.

Surat edaran memberikan instruksi kepada gubernur untuk melakukan penyesuaian tentang upah minum pada 2021.

Berdasarkan hasil sidang dewan pengupahan yang dituangkan dalam surat keputusan Gubernur Sulsel Nomor 14,15/X/2020 tanggal 27 Oktober 2020 Tentang Upah Minimum Provinsi Sulsel telah disepakati untuk menaikkan UMP 2021 sebanyak 2 persen.

Baca Juga: Wakil Gubernur Sulsel: Pantas Muslim Dunia Boikot Produk Prancis

Alasan kenaikan UMP 2021 di Sulsel, kata Nurdin, adalah dengan melihat dan memperhatikan daya beli para pekerja.

"Walaupun menteri telah membuat edaran, tapi dewan pengupahan dan serikat pekerja dan teman-teman pengusaha Apindo bersepakat untuk kita menaikkan 2 persen," kata dia.

"Diminta kepada seluruh pengusaha mentaati keputusan ini dan saya berharap mudah-mudahan ekonomi Sulsel pertumbuhan kita akan positif. Insyaallah," tambah Nurdin.

Nurdin menerangkan pada tahun 2016 hingga 2020 UMP di Sulsel memang terus mengalami kenaikan. 2017 naik 11,11 persen dengan nominal Rp 2.500.000. 2018 naik 5,9 persen dengan nominal Rp 2. 647.767.

Sementara pada 2019, UMP naik 8,03 persen dengan nominal Rp 2. 860.382 dan 2020 naik 8,51 persen dengan nominal Rp 3.103.800.

"2017 ada kenaikan 11,11 persen, 2018 ada kenaikan 5,9 persen, 2019 ada kenaikan 8,03 persen dan 2020 terjadi kenaikan 8,51 persen," terang Nurdin.

Nurdin berharap dengan naiknya kembali UMP di Sulsel pada 2021 tersebut, dapat meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan tenaga kerja.

"Berharap dapat menjaga dan meningkatkan iklim investasi pada di daerah kita," katanya.

Koordinator Wilayah Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Andi Mallanti menjelaskan awalnya pihaknya meminta agar UMP di Sulsel dapat dinaikkan sebanyak 5 persen. Namun, Apindo tetap menolak usulan tersebut.

Oleh karena itu, kembali dilakukan rapat secara bersama-sama untuk mencari solusi terkait UMP di Sulsel. Setelah sepakat, Pemprov Sulsel mengambil kebijakkan dengan menetapkan UMP 2021 naik 2 persen.

"Ahamdulillah kita difaslitasi Pemprov Sulsel oleh Bapak Gubernur kita rapat tadi, dan sedikit ada perdebatan dan alhamdulillah Apindo sudah menyetujui menaikan 2 persen," kata dia.

Meski kenaikan UMP 2021 di Sulsel hanya 2 persen, namun Andi Mallanti tetap mengapresiasi kebijakan Gubernur Sulsel. Sebab jika dibandingkan dengan daerah provinsi-provinsi yang lain di Indonesia, tidak ada yang menaikan upah minimum pada 2021.

"Di Sulsel, gubernur kita berani. Bukan berani melawan pemerintah pusat, tapi gubernur Sulsel ini memahami tentang apa surat edaran ini. Karena menurut versi kami dari serikat buruh dan serikat pekerja sehingga surat edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Ketenagakerjaan itu menabrak undang-undang 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan PP 78 itu sendiri," kata dia.

"Karena penetapan upah minimum provinsi itu ada formulasinya. Formulasinya, harus ada hasil survei dan kemudian pertumbuhan ekonomi nasional. Sampai sekarang kan pertumbuhan ekonomi belum disampaikan kepada kita dewan pengupahan. Sehingga ada kesulitan. Tetapi, kami komunikasi kepada teman-teman di serikat buruh nasional dan informasi media bahwa Ibu Menteri itu akan memberi kewenangan gubernur untuk tetap kalau memang pertumbuhan ekonomi membaik, maka bisa dinaikkan," pungkasnya.

Kontributor : Muhammad Aidil

Load More