Muhammad Yunus
Selasa, 29 September 2020 | 15:03 WIB
Ilustrasi pelecehan seksual (Suara.com/Ema Rohimah)

SuaraSulsel.id - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Kota Makassar mengalami trauma. Setelah menjadi korban teror alat kelamin.

Teror alat kelamin dilakukan orang tak dikenal (OTK) kepada sejumlah mahasiswi di UIN Alauddin Makassar. Melalui panggilan video aplikasi WhatsApp. Peristiwa pertama yang dilaporkan pada Jumat 18 September 2020.

Berdasarkan laporan di Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Alauddin Makassar, jumlah korban mahasiswa sudah mencapai 12 orang.

Semua korban ini umumnya berasal dari fakultas yang sama, yakni Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

Baca Juga: Tersangka Pencabulan di Bandara Jalani Pemeriksaan Kejiwaan Siang Ini

"Sambil ini berjalan, korban juga konseling. Karena menurut tim investigasi kampus, dia (korban) trauma menerima kiriman-kiriman seperti itu. Jadi akan ada konseling untuk di fakultas, begitu juga dengan konseling di PSGA," kata Wakil Rektor III UIN Alauddin Makassar Bidang Kemahasiswaan Darussalam, saat ditemui SuaraSulsel.id di Gedung Rektorat, Kampus II UIN Alauddin, Gowa, Selasa (29/9/2020).

Kasus teror alat kelamin yang dialami sejumlah mahasiswi ini terjadi saat aktivitas pembelajaran daring atau online telah diberlakukan. Pembelajaran sistem daring di UIN Alauddin Makassar sudah berlaku sejak awal Februari 2020.

Darussalam belum berani mengambil kesimpulan apakah kasus tersebut berkaitan dengan kuliah daring atau tidak.

"Panggilan itu masuk seperti di HP kita. Jadi korban tidak tahu apakah itu berkaitan dengan kuliah atau lainnya. Anak itu pertama tidak pedulikan, tapi karena panggilan berulang-ulang akhirnya dia (korban) jawab," jelas Darussalam.

Darussalam menerangkan kasus teror alat kelamin ke mahasiswa telah didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Sulawesi Selatan (Sulsel). UIN Alauddin juga tidak akan diam melihat kasus ini.

Baca Juga: Begini Muka Pelaku Pelecehan Seksual di Tangerang, Istrinya Lagi Hamil

Kampus telah mengerahkan PSGA dan Tim Investigasi untuk menindaklanjuti kasus teror alat kelamin di UIN Alauddin yang telah meresahkan sejumlah mahasiswi.

"Korbannya tetap dikomunikasikan dengan PSGA dan Tim Investigasi. Sudah kontak mereka," katanya.

Apabila terbukti, pelaku yang melakukan teror kelamin adalah warga kampus, UIN Alauddin akan memberikan sanksi akademik dan melaporkan sebagai tindak pidana.

"Itu yang mau kita cari (pelaku). Ini kan baru berjalan, karena juga wajah tidak ada. Yang kelihatan cuma pusar ke bawah dan lutut ke atas," kata dia.

"Video call itu kan dengan menggunakan nomor. Dua nomor yang dipakai oleh pengirim (pelaku) sudah sementara menjadi bahan laporan di pihak kepolisian. Meskipun nomor ini dibuang, tetap akan ketahuan siapa pelakunya. Jadi kita akan tunggu," kata Darussalam.

Dengan adanya kejadian itu, Darussalam berharap agar para mahasiswi di UIN Alauddin yang pernah menjadi korban teror kelamin tersebut dapat segera melapor ke PSGA untuk dapat ditindaki.

"Mau menyampaikan, jangan mendiamkan. Mana PSGA tahu kalau ada kasus seperti itu kalau dia tidak menyampaikan. Kan banyak anak-anak kita mendiamkan," tutur Darussalam.

Salah satu mahasiswi UIN Alauddin Makassar berinisial LI yang menjadi korban, mengungkapkan bahwa ia pertama kali mendapat teror video call alat kelamin tersebut pada 23 Juli 2020.

Kala itu, LI yang menerima panggilan dari orang tak dikenal tersebut mendapat teror alat kelamin. Dimana, pelaku memperlihatkan alat vitalnya kepada korban melalui panggilan video call.

"Langsung saya matikan itu, baru saya blokir," ungkap LI.

Aksi teror kelamin tersebut, rupanya tidak hanya terjadi sekali itu saja. Pada 18 September 2020, LI kembali mengalami kejadian yang serupa bersama dengan rekan-rekan kelasnya. Hanya saja, kali ini pelaku menggunakan nomor yang berbeda.

"Ada teman bertanya di grup kelas. Di situ kita tahu beberapa yang dihubungi," jelasnya.

Dari belasan korban yang mendapat teror alat kelamin itu, pola pelaku hampir semua menggunakan cara yang sama persis saat menteror.

Pelaku menghubungi para korban dan langsung memperlihatkan alat kelaminnya ketika panggilannya telah diangkat atau terima.

LI mengaku awalnya ia bersama rekan sekelasnya tidak menanggapi serius masalah ini. Namun, lama kelamaan banyak yang merasa resah dengan kejadian itu, sehingga mereka memutuskan membawa kasus tersebut ke ranah hukum.

"Semua hampir sama caranya. Cuma ada teman dikirimi video, tapi dia tidak buka. Dia cuman screenshot terus diblokir," kata dia.

Staf Pelayanan Hukum Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH Apik) Sulsel, Nur Hikmah Kasmar yang mendampingi para korban telah melaporkan kejadian itu ke Polda Sulsel, Sabtu (26/9/2020).

Laporan yang dilayangkan kepada pelaku terkait dugaan telah melanggar pasal 45 ayat 1 Jo pasal 27 ayat 1 undang-undang nomor 19 tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE).

"Kita sudah laporkan. Jadi kita tunggu bagaimana kelanjutannya," katanya.

Kontributor : Muhammad Aidil

Load More