SuaraSulsel.id - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Makassar meminta masyarakat waspada dengan klaster keluarga dan klaster pilkada.
Klaster keluarga ini disumbang dari eforia Pilkada serentak. Warga pergi kampanye dan lupa dengan protokol kesehatan. Pulang ke rumah dan tularkan keluarga.
“Waspada klaster keluarga,” ungkap Humas IDI Kota Makassar, dr Wachyudi Muchsin, Senin (7/9/2020).
IDI Kota Makassar mengingatkan KPU dan Bawaslu jangan sampai klaster baru muncul, yakni klaster Pilkada 2020.
Baca Juga: Ini Empat Pasang Bakal Calon yang Mendaftar di KPU Makassar
Hal ini menjadi kekhawatiran IDI Makassar, berdasarkan hasil pantauan tahapan awal pesta demokrasi di tengah pandemi Covid-19. Pendaftaran calon kepala daerah, baik di Kota Makassar dan kabupaten atau kota di Sulsel, selalu dipadati massa pendukung.
IDI menekankan pentingnya penerapan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 .
Wachyudi mengatakan, sangat miris melihat hampir sebagian besar bakal calon kepala daerah mengabaikan pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang protokol kesehatan.
Presiden meminta agar Pilkada 2020 berjalan demokratis, jujur, dan adil, serta patuh menerapkan disiplin protokol kesehatan secara ketat. Sebagai kebiasaan baru dalam tiap tahapan pilkada.
"Apa yang terjadi berdasarkan pantauan di lapangan, beberapa calon kepala daerah melakukan pengerahan massa. Parahnya lagi, banyak diantara mereka mengabaikan protokol kesehatan," terangnya.
Baca Juga: Kuburan di Indonesia Ini Panjangnya 8 Meter, Begini Ceritanya
Dokter Yudi, saapan akrab Wachyudi Muchsin, meminta Menteri Dalam Negeri memberi sanksi bagi pihak yang tak mematuhi protokol kesehatan Covid-19. Dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.
“Baik itu KPU, Bawaslu serta kandidat calon kepala daerah,” katanya.
Terutama soal ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan pilkada yang tertuang dalam Pasal 11 PKPU 6/2020 tentang Pilkada dalam Kondisi Bencana Non-alam, yakni pandemi virus Covid-19 yang saat ini bukannya melandai, tapi makin tinggi.
"KPU dan Bawaslu sebagai wasit harus dievaluasi jika tidak mampu sebagai pengawas dalam pilkada saat pandemi virus Covid-19. Sudah jelas kita saat ini tengah menghadapi masalah besar bencana non alam Covid-19," jelasnya.
Dia menambahkan, data positif tercatat pekan lalu berada di angka 2.500. Pekan ini pecah rekor di atas 3.000 kasus positif.
Kalau melihat kondisi ini akan ada klaster baru Covid-19, yakni klaster Pilkada 2020. Semua pihak yang lalai wajib diberi sanksi.
“Kasihan dokter dan tenaga kesehatan. Saat ini sudah kewalahan di rumah sakit merawat pasien Covid-19,” katanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas MPV 1500cc: Usia 5 Tahun Ada yang Cuma Rp90 Jutaan
- 5 Rekomendasi Pompa Air Terbaik yang Tidak Berisik dan Hemat Listrik
- Diperiksa KPK atas Kasus Korupsi, Berapa Harga Umrah dan Haji di Travel Ustaz Khalid Basalamah?
- 5 AC Portable Mini untuk Kamar Harga Rp300 Ribuan: Lebih Simple, Dinginnya Nampol!
- Istri Menteri UMKM Bukan Pejabat, Diduga Seenaknya Minta Fasilitas Negara untuk Tur Eropa
Pilihan
-
Investor Ditagih Rp1,8 Miliar, Ajaib Sekuritas Ajak 'Damai' Tapi Ditolak
-
BLT Rp600 Ribu 'Kentang', Ekonomi Sulit Terbang
-
Usai Terganjal Kasus, Apakah Ajaib Sekuritas Aman Buat Investor?
-
Bocor! Jordi Amat Pakai Jersey Persija
-
Sri Mulyani Ungkap Masa Depan Ekspor RI Jika Negosiasi Tarif dengan AS Buntu
Terkini
-
Kejati Sulsel Selidiki Dugaan Korupsi Program Revitalisasi Kampus UNM Rp87 Miliar
-
Lukisan Purba di Goa Leang-leang Maros Masuk Buku Sejarah Indonesia
-
Polisi Tahan 2 Dosen Perguruan Tinggi Negeri di Makassar, Dugaan Pelecehan Seksual
-
BRI: Sektor UMKM Mencakup lebih dari 97% dari 65 Juta Pelaku Usaha, Berkontribusi 61% pada PDB
-
UMKM Kuliner Naik Kelas, Binaan BRI Sukses Ekspor Berkat Strategi Pasar Tepat