Appi Gerah Dengan Ulah Mafia Tanah di Makassar: Sekolah dan Ruang Publik Hilang

Pemerintah memperkuat tata kelola aset negara dan memberantas praktik mafia tanah

Muhammad Yunus
Kamis, 13 November 2025 | 15:09 WIB
Appi Gerah Dengan Ulah Mafia Tanah di Makassar: Sekolah dan Ruang Publik Hilang
Munafri Arifuddin menghadiri Rapat Koordinasi Penyelesaian Isu Strategis Pertanahan bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, di Kantor Gubernur Sulsel, Kamis (13/11/2025) [SuaraSulsel.id/Humas Pemkot Makassar]
Baca 10 detik
  • Wali Kota Makassar proaktif mengusulkan sertifikasi otomatis aset publik yang telah lama digunakan untuk melindungi fasilitas publik dari mafia tanah
  • Menteri ATR/BPN mendorong kepala daerah membuat kebijakan pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan bagi masyarakat miskin ekstrem
  • Menteri ATR/BPN juga menekankan perlunya percepatan pemutakhiran data sertifikat lama dan sertifikasi tempat ibadah di Sulawesi Selatan

SuaraSulsel.id - Di tengah upaya pemerintah memperkuat tata kelola aset negara dan memberantas praktik mafia tanah, Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, tampil proaktif menyuarakan aspirasi daerah.

Bagi pria yang akrab disapa Appi itu, aset publik seperti sekolah, kantor kelurahan, dan fasilitas kesehatan tidak seharusnya terus berada dalam ketidakpastian hukum.

“Pengelolaan aset bukan sekadar urusan administrasi, tetapi benteng untuk melindungi hak publik agar ruang pendidikan, pelayanan, dan sosial tidak tergeser oleh kepentingan segelintir pihak,” ujar Munafri.

Hal itu disampaikan Munafri saat menghadiri Rapat Koordinasi Penyelesaian Isu Strategis Pertanahan bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, di Kantor Gubernur Sulsel, Kamis (13/11/2025).

Baca Juga:Hak Barat Sudah Tidak Diakui, Nusron Wahid Siap Lawan Magdalena De Munnik di Makassar

Dalam forum tersebut, Munafri menyoroti masalah klasik di daerah. Banyaknya lahan pemerintah yang belum memiliki sertifikat resmi, meski sudah puluhan tahun digunakan untuk kepentingan publik.

“Sering kali lahan-lahan pemerintah, terutama sekolah dan kantor kelurahan, hanya tercatat tapi tidak terdaftar. Padahal, aset-aset ini sudah lama digunakan untuk kepentingan publik,” jelasnya.

Ia pun mengusulkan agar pemerintah pusat membuat kebijakan khusus berupa sertifikasi otomatis terhadap aset publik yang telah digunakan dalam jangka panjang.

“Kalau sekolah, kantor pemerintahan, atau fasilitas keagamaan sudah digunakan lebih dari 20 tahun, maka seharusnya bisa langsung disertifikatkan,” tegas Appi.

Menurutnya, kebijakan itu penting untuk melindungi aset pemerintah daerah dari potensi penyalahgunaan dan permainan mafia tanah.

Baca Juga:Dugaan Mafia Tanah di Lahan JK: Aliansi Bugis Makassar Geruduk Pengadilan dan BPN Makassar

Munafri mencontohkan kasus di mana tanah sekolah dasar di lokasi strategis beralih fungsi menjadi ruko atau properti komersial karena belum bersertifikat.

“Kalau tidak segera disertifikatkan, aset-aset ini rawan dimainkan oknum. Mulai dari mafia tanah, pihak internal, hingga pejabat tertentu bisa saja terlibat. Akibatnya, ruang kelas berkurang, fasilitas publik hilang satu per satu,” ujarnya.

Politisi Golkar itu menegaskan, langkah ini sejalan dengan komitmen Pemkot Makassar dalam menata kembali seluruh aset daerah dan memastikan legalitas hukum setiap lahan yang digunakan untuk kepentingan masyarakat.

“Kami ingin memastikan aset daerah terlindungi dan tidak lagi menjadi objek sengketa. Pemerintah hadir bukan hanya untuk membangun, tetapi juga menjaga apa yang sudah dimiliki demi kepentingan publik,” tutupnya.

Menteri ATR/BPN Dukung Afirmasi untuk Warga Miskin

Menanggapi hal tersebut, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid meminta perhatian para kepala daerah agar juga memberikan kebijakan afirmatif bagi masyarakat miskin ekstrem, khususnya dalam pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

“Saya minta tolong, Bapak-bapak kepala daerah buatkan peraturan, entah bentuknya Perda atau keputusan kepala daerah. Ini untuk membebaskan BPHTB bagi masyarakat miskin ekstrem yang masuk Desil 1 sampai Desil 3,” ujar Nusron.

Ia menyebut, kebijakan tersebut bukan hanya meringankan beban warga miskin, tetapi juga menjadi ladang sosial dan amal jariyah bagi pemimpin daerah.

“Kami di pusat mempermudah sertifikatnya, daerah bisa bantu rakyatnya dengan membebaskan BPHTB,” tambahnya.

Percepat Pemutakhiran Data Sertifikat Lama

Selain itu, Nusron juga menekankan pentingnya pemutakhiran data sertifikat lama yang terbit antara tahun 1961 hingga 1997. Banyak di antaranya belum memiliki peta kadasteral dan belum masuk ke sistem digital nasional.

“Sertifikat lama itu sering kali belum masuk database Sentuh Tanahku. Saat diklik, kelihatannya kosong, padahal tanahnya ada dan dimiliki masyarakat,” jelasnya.

Ia menyebut masih ada sekitar 4,8 juta hektare lahan di Indonesia yang berpotensi bermasalah akibat tumpang tindih data.

Karena itu, ia meminta kepala daerah menginstruksikan camat, lurah, hingga RT/RW agar masyarakat pemegang sertifikat lama segera memperbarui datanya di BPN.

Tanah Wakaf dan Tempat Ibadah Perlu Disertifikatkan

Dalam kesempatan yang sama, Nusron juga mengungkap data rendahnya jumlah tempat ibadah yang sudah bersertifikat di Sulawesi Selatan.

Dari 13.575 masjid, baru sekitar 3.111 atau 20 persen yang memiliki sertifikat resmi.

“Tanah wakaf, masjid, musala, gereja, pesantren, dan makam harus segera disertifikatkan agar tidak menimbulkan masalah hukum di masa depan,” tegasnya.

Ia mencontohkan, klaim keluarga wakif kerap muncul saat tanah wakaf terkena proyek jalan atau tol, karena dokumennya belum lengkap.

Untuk itu, Nusron berencana mengumpulkan seluruh organisasi keagamaan dan lembaga wakaf, seperti MUI, NU, Muhammadiyah, Dewan Masjid Indonesia, dan Badan Wakaf Nasional, untuk menyusun strategi percepatan sertifikasi aset keagamaan.

Dorong Sinergi Reforma Agraria

Menutup paparannya, Menteri ATR/BPN juga menyinggung pentingnya sinergi pemerintah pusat dan daerah dalam menjalankan program Reforma Agraria sesuai amanat Perpres Nomor 62 Tahun 2023.

“Gubernur dan bupati/wali kota itu ex officio sebagai Kepala Gugus Tugas Reforma Agraria. Kami di BPN menyiapkan lahannya, tapi keputusan lokasi dan penerimanya harus dibahas bersama agar tepat sasaran,” tandas Nusron.

Ia mengingatkan, penetapan penerima lahan yang tidak tepat bisa menimbulkan konflik dan berimplikasi hukum bagi pejabat daerah.

“Rapatkan GTRA di masing-masing daerah. Putuskan wilayahnya, siapa penerimanya, supaya Reforma Agraria benar-benar menyentuh masyarakat yang berhak,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini