Polisi: Penculik Incar Anak di Bawah 5 Tahun

Polisi mengungkap jaringan perdagangan anak yang menargetkan anak-anak berusia di bawah lima tahun

Muhammad Yunus
Senin, 10 November 2025 | 15:18 WIB
Polisi: Penculik Incar Anak di Bawah 5 Tahun
Bilqis, bocah empat tahun yang sempat hilang hampir sepekan itu akhirnya ditemukan dalam keadaan selamat [SuaraSulsel.id/Istimewa]
Baca 10 detik
  • Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka
  • Memperjualbelikan bayi dan anak kecil lewat media sosial seperti Facebook, TikTok, dan WhatsApp
  • Polisi menduga jaringan ini sudah berjalan lama dan melibatkan lebih banyak pihak

SuaraSulsel.id - Polisi mengungkap jaringan perdagangan anak yang menargetkan anak-anak berusia di bawah lima tahun.

Kasus ini mencuat setelah hilangnya Bilqis (4), bocah yang sempat dinyatakan hilang di kawasan Taman Pakui Sayang pada 2 November 2025, dan kemudian ditemukan selamat di Provinsi Jambi.

Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah SY (30), NH (29), MA (42), dan AS (36).

Mereka diduga bagian dari sindikat yang memperjualbelikan bayi dan anak kecil lewat media sosial seperti Facebook, TikTok, dan WhatsApp.

Baca Juga:Penculik Bilqis Sudah Jual 9 Bayi Lewat Media Sosial

Kasatreskrim Polrestabes Makassar AKBP Devi Sujana menjelaskan, para pelaku memiliki pola yang terencana dan menargetkan anak-anak berusia di bawah lima tahun.

"Jadi ada batas usia yang mereka incar. Dari hasil interogasi dengan para tersangka, ya yang masih kecil. Diutamakan yang masih di bawah 5 tahun. Balita," kata Devi, Senin, 10 November 2025.

"Makanya mungkin hati-hati untuk semua warga masyarakat agar lebih aware lagi, ya, terhadap anaknya. Bagaimana dia bermain, di sekolah, dan sebagainya," ujarnya menambahkan.

Menurut Devi, hasil pemeriksaan menunjukkan salah satu tersangka, MA, telah sembilan kali melakukan aksi jual-beli bayi dan anak. Sementara tersangka lain, NH, tercatat tiga kali menjadi perantara adopsi ilegal.

"Yang MA ini sudah sembilan kali melakukan aksinya. Tapi tidak menutup kemungkinan jumlahnya lebih dari itu. Kita masih melakukan pendalaman," kata Devi.

Baca Juga:Pelaku Penculikan Bilqis Minta Tebusan Rp100 Juta

Polisi menduga jaringan ini sudah berjalan lama dan melibatkan lebih banyak pihak. Para pelaku disebut sering berhubungan tidak hanya di antara mereka sendiri, tapi juga dengan orang lain melalui grup-grup di media sosial.

"Cara kerjanya mereka berhubungannya di sosial media. Sebenarnya ada beberapa grup di Facebook yang khusus membahas tentang modus perdagangan anak seperti ini. Tapi bahasanya adopsi," ungkapnya.

Polisi kini tengah menelusuri siapa admin grup tersebut dan kemungkinan keterlibatan jaringan lain, termasuk sindikat lintas daerah.

Devi menyebut, barang bukti seperti ponsel dan jejak digital para tersangka juga tengah dianalisis untuk mengurai jaringan yang lebih luas.

"Ada grupnya di sana dan kadang-kadang ada orang yang mencari anak. Tapi untuk korban Bilqis, yang bersangkutan memang dicari oleh yang membutuhkan untuk dijadikan anak," tambahnya.

Dari hasil penyelidikan, Bilqis awalnya dibawa oleh tersangka SY ke sebuah indekos di Jalan Abu Bakar Lambogo (Ablam), Makassar. Ia kemudian menawarkan korban lewat Facebook dengan akun palsu.

Tawaran itu menarik perhatian NH, yang mengaku berasal dari Jakarta.

Transaksi dilakukan di kos pelaku SY dengan harga Rp3 juta.

NH kemudian membawa Bilqis ke Jambi melalui jalur udara dengan transit di Jakarta. Di sana, Bilqis dijual kepada AS dan MA seharga Rp15 juta.

Keduanya mengaku membeli anak tersebut dengan alasan membantu keluarga yang tidak memiliki anak selama sembilan tahun.

Namun penyelidikan polisi mengungkap lain. AS dan MA ternyata menjual kembali Bilqis kepada salah satu kelompok masyarakat adat di Jambi dengan harga mencapai Rp80 juta.

"Jadi suku anak dalam butuh anak. Tidak ada motif lain perdagangan organ atau apa. Iya, belum, untuk yang saat ini belum (ada ke arah perdagangan organ tubuh)," ucapnya.

Tersangka, kata Devi, mengaku sudah sembilan kali memperjualbelikan bayi dan anak lewat TikTok dan WhatsApp.

Proses pengungkapan kasus ini melibatkan koordinasi lintas wilayah. Mulai dari Jawa Tengah, Yogyakarta, hingga Jambi.

Devi menyebut, dukungan dari berbagai kepolisian daerah dan tokoh masyarakat setempat membantu mempercepat penemuan Bilqis.

"Banyak pihak yang membantu kami. Kami di-backup maksimal sama Polda Jogja, Polda Jateng, Polres Sukoharjo, juga dari Polda Jambi, Polres Kerinci, Polres Merangin, beserta Dinas Sosial setempat," jelasnya.

Pendekatan persuasif terhadap masyarakat adat Jambi juga turut membantu proses penyelamatan Bilqis.

Mereka semula percaya bahwa anak tersebut diserahkan langsung oleh orang tuanya, karena tersangka MA membuat surat pernyataan palsu.

"Pelaku MA ini membuat surat pernyataan seolah-olah dari orang tua kandungnya, kalau dia tidak sanggup memelihara anaknya," terang Devi.

Devi pun membantah informasi soal pihak yang mengadopsi Bilqis meminta uang tebusan ratusan juta. Ia menegaskan hal tersebut tidak benar.

"Enggak ada itu permintaan. Enggak ada," tegasnya.

Devi menjelaskan, modus yang digunakan para pelaku adalah menyamarkan praktik perdagangan anak dengan istilah adopsi.
Di grup-grup Facebook yang mereka ikuti, transaksi dilakukan secara pribadi melalui pesan langsung (chat).

"SY ini main Facebook itu. Karena ada ikut grup Facebook, jadi berlanjut ke chat. Di chat Facebook-nya," kata Devi.

Dari hasil pemeriksaan, pelaku utama SY mengaku baru pertama kali melakukannya. Ia berdalih nekat menjual Bilqis karena alasan ekonomi.

"Motifnya karena ekonomi untuk biaya hidup," ujar Devi.

Sementara dua anak lain yang terlihat bersama SY dalam video viral bukanlah korban. Melainkan anak kandungnya sendiri. Mereka kini telah diamankan di rumah aman milik Dinas Sosial.

Polisi kini masih mengembangkan penyidikan untuk memastikan apakah jaringan ini terkait dengan sindikat perdagangan anak internasional.

"Yang jelas, untuk pengembangan ke arah sana, kita masih dalam pendalaman," ucapnya.

Polisi kini menjerat keempat tersangka dengan Pasal 83 juncto Pasal 76F Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta Pasal 2 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Ancaman hukuman maksimalnya adalah 15 tahun penjara.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini