Hakim Tebus Ijazah Terdakwa Anak: Kisah Haru di Ruang Sidang PN Makassar

Bukan karena vonis berat, melainkan karena sebuah tindakan kecil yang penuh makna

Muhammad Yunus
Rabu, 29 Oktober 2025 | 12:43 WIB
Hakim Tebus Ijazah Terdakwa Anak: Kisah Haru di Ruang Sidang PN Makassar
Suasana haru menyelimuti ruang sidang anak di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (27/10) [Suara.com/Istimewa]
Baca 10 detik
  • Seorang hakim menebus ijazah SMP milik terdakwa anak di Makassar
  • Anak itu duduk diam di kursi persidangan. Matanya menunduk, wajahnya tampak tegang. 
  • Pendekatan Restorative Justice, Dignified Justice, Welfare Approach, dan Sociological Jurisprudence

Anak adalah subjek hukum yang rentan. Hakim wajib memastikan haknya untuk belajar tidak hilang hanya karena keadaan ekonomi,” ujarnya.

Pendekatan Welfare Approach pun diterapkan — berlandaskan prinsip Best Interest of the Child atau kepentingan terbaik bagi anak. Hakim menegaskan bahwa kesejahteraan anak harus menjadi prioritas di setiap putusan.

“Hukum bukan hanya untuk menghukum, tapi juga untuk memperbaiki kehidupan,” tegasnya.

Ijazah yang Menghidupkan Harapan

Baca Juga:Kontrak Singkat, Tekanan Berat: Apa yang Diharapkan PSM dari Pelatih Baru Tomas Trucha?

Berbekal kepedulian itu, Hakim Johnicol menghubungi pihak sekolah dan membantu menebus ijazah SMP anak tersebut.

Dokumen yang selama ini terkurung karena biaya, akhirnya bisa kembali ke tangannya.

Saat ijazah itu diserahkan, mata anak itu berkaca-kaca. Ia menunduk, menahan tangis yang tak kuasa disembunyikan.

“Saya menyesal dan berterima kasih kepada Bapak Hakim,” katanya lirih.

“Terima kasih sudah bantu saya tebus ijazah. Saya ingin sekolah lagi.”

Baca Juga:Anak Muda Rentan Stroke? Dokter Ungkap Faktor Pemicu yang Sering Diabaikan

Kalimat sederhana itu menggema di ruang sidang, menyentuh hati semua yang hadir. Di balik seragam tahanan, tersimpan tekad seorang anak untuk bangkit dan memperbaiki diri.

Memberi Kesempatan Kedua

Meski proses hukum tetap berjalan hingga tahap putusan, hakim memberi penekanan bahwa peradilan anak harus berorientasi pada masa depan, bukan masa lalu.

“Saya hanya ingin memastikan dia punya kesempatan kedua,” ujar Hakim Johnicol usai sidang.

“Dengan ijazah itu, semoga dia bisa melanjutkan sekolah dan membangun hidup yang lebih baik.”

Bagi sebagian orang, tindakan itu mungkin tampak kecil. Tapi bagi anak itu, bantuan sang hakim bukan sekadar menebus selembar ijazah — melainkan menebus harapan yang sempat hilang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini