- Tetsuya Yamagami dituduh membunuh Abe — perdana menteri terlama Jepang pasca-perang — dengan senjata api rakitan
- Apakah pengadilan akan memberikan keringanan hukuman
- Ibu Yamagami adalah pengikut Gereja Unifikasi dan telah menyumbangkan 100 juta yen
SuaraSulsel.id - Seorang pria yang didakwa membunuh mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pada 2022 mengaku bersalah dalam sidang pertamanya, yang mengungkap kaitan kasus tersebut dengan Gereja Unifikasi dan dunia politik.
Tetsuya Yamagami, 45 tahun, mengatakan di Pengadilan Distrik Nara, Selasa (28/10), “Itu benar. Tidak diragukan lagi bahwa saya melakukannya.”
Ia dituduh membunuh Abe — perdana menteri terlama Jepang pasca-perang — dengan senjata api rakitan saat Abe menyampaikan pidato kampanye di Jepang bagian barat.
Fokus dari persidangan yang menjadi sorotan publik tersebut, yang berlangsung di bawah sistem hakim rakyat, adalah apakah pengadilan akan memberikan keringanan hukuman, karena pihak pembela berargumen bahwa kepribadian dan perilaku Yamagami dibentuk oleh masa kecil yang penuh kekerasan religius.
Baca Juga:Ratusan Warga Jepang Ikuti The Intifada March Bela Palestina
Menurut tim pembela, ibu Yamagami adalah pengikut Gereja Unifikasi dan telah menyumbangkan 100 juta yen (sekitar Rp10,5 miliar) kepada kelompok tersebut.
Ia termasuk dalam 12 saksi yang dijadwalkan memberikan kesaksian sebelum putusan pengadilan pada 21 Januari.
Dalam persidangan, jaksa menyatakan bahwa Yamagami menyimpan dendam terhadap Gereja Unifikasi setelah ibunya menjadi pengikut, dan melakukan kejahatan tersebut dengan keyakinan bahwa penembakan terhadap Abe akan menarik “perhatian dan kritik” terhadap kelompok itu.
Jaksa menegaskan bahwa dampak dari kejahatan tersebut “belum pernah terjadi sebelumnya” dalam sejarah Jepang pasca-perang, dan berpendapat bahwa masa kecil terdakwa yang sulit tidak dapat dijadikan alasan untuk “pengurangan hukuman secara signifikan.”
Abe menjadi target karena kakeknya, mantan Perdana Menteri Nobusuke Kishi, disebut sebagai tokoh yang membantu memperkenalkan kelompok tersebut—yang didirikan pada 1954 oleh seorang anti-komunis garis keras di Korea Selatan—ke Jepang, menurut sumber investigasi.
Baca Juga:Breaking News: Mulai Besok Jepang Buang Air Limbah Radioaktif ke Laut
Yamagami juga didakwa atas kerusakan bangunan akibat uji coba senjata serta pelanggaran terhadap undang-undang yang mengatur senjata api, bahan peledak, dan pembuatan senjata.
Kasus itu menarik perhatian publik, dengan 727 orang antre sejak Selasa pagi untuk dapat memperebutkan 32 kursi yang tersedia di ruang sidang, yang ditentukan melalui undian.
Gereja Unifikasi mendapat sorotan tajam atas hubungannya dengan anggota Partai Demokrat Liberal yang berkuasa, yang sebelumnya dipimpin oleh Abe.
Penderitaan para “pengikut generasi kedua,” atau anak-anak dari anggota Gereja Unifikasi, juga mulai terungkap.
Gereja yang dikenal dengan praktik penggalangan dana yang agresif itu menghadapi pembubaran menyusul perintah pengadilan, meski telah mengajukan banding atas vonis tersebut.
Sumber: Kyodo via Antara