Indeks Demokrasi Indonesia di Sulawesi Selatan Menurun, Ini Penyebabnya!

Terus mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir

Muhammad Yunus
Rabu, 27 Agustus 2025 | 17:02 WIB
Indeks Demokrasi Indonesia di Sulawesi Selatan Menurun, Ini Penyebabnya!
Sarasehan Penguatan Kebebasan Masyarakat Sipil di Hotel The Rinra, Makassar, Rabu (27/8) [SuaraSulsel.id/Humas Pemprov Sulsel]

SuaraSulsel.id - Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) di Sulawesi Selatan terus mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir.

IDI merupakan salah satu instrumen yang dipakai pemerintah untuk mengukur kualitas demokrasi di tingkat daerah.

Komnas HAM mencatat nilai IDI Sulsel pada 2021 masih berada di angka 88,18 poin.

Namun pada 2022 turun menjadi 83,39 poin, dan kembali merosot ke 81,7 poin pada 2023.

Baca Juga:Pemprov Sulsel Usulkan 1.578 PPPK Paruh Waktu, Mayoritas Guru

Penurunan ini dipicu melemahnya sejumlah indikator penting, seperti kebebasan berkumpul, berekspresi, berkeyakinan, dan kebebasan pers.

Asisten Deputi Koordinasi Ormas Kemenko Polhukam, Brigjen TNI Arudji Anwar menilai tren penurunan tersebut perlu segera direspons melalui penguatan kebebasan sipil.

Salah satunya dengan menggelar Sarasehan Penguatan Kebebasan Masyarakat Sipil di Hotel The Rinra, Makassar, Rabu (27/8).

"Kegiatan ini merupakan upaya memperkuat kebebasan masyarakat untuk berserikat, berkumpul, dan bersuara. Demokrasi harus berjalan seiring dengan stabilitas nasional," ujar Arudji.

Menurut dia, roadshow ke berbagai kota termasuk Makassar dilakukan untuk membuka ruang diskusi mengenai peran organisasi masyarakat (ormas), mahasiswa, hingga pemerintah dalam menjaga ruang demokrasi.

Baca Juga:Wagub Sulsel Ajak Semua Pihak Selamatkan Generasi Emas dari Bahaya Gadget

"Kami ingin semua pihak memahami bahwa kebebasan berserikat dan berekspresi tetap harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab," ucapnya.

Selain mendorong perbaikan IDI, Kemenko Polhukam juga memberi perhatian khusus pada ormas yang terindikasi terlibat tindak kekerasan maupun praktik premanisme.

Arudji mengungkapkan, sejak November 2024 pihaknya telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Ormas sesuai Kemenko Nomor 61 Tahun 2025.

Satgas itu melibatkan unsur Polri dan TNI itu bertugas melakukan pembinaan sekaligus pengawasan terhadap ormas bermasalah.

Arudji menambahkan, pembinaan diarahkan agar ormas lebih berkontribusi dalam membantu masyarakat.

Misalnya melalui program UMKM, koperasi, maupun kegiatan sosial yang selaras dengan program pemerintah.

"Alhamdulillah, jumlah ormas bermasalah sudah menurun drastis sejak satgas ini berjalan. Jika setelah diberi peringatan ormas tetap melanggar, maka akan dikenakan sanksi, mulai dari pencabutan izin, pembekuan, hingga pidana," jelasnya.

Sementara itu, perwakilan Komnas HAM, Mimin Dwi Hartono mengingatkan bahwa kebebasan berserikat, berkumpul, dan berekspresi merupakan hak konstitusional warga negara.

Namun hak tersebut tetap harus dijalankan sesuai koridor hukum.

"Dalam berorganisasi tentu ada batasannya, yakni tetap memperhatikan ketertiban umum dan menghormati hak serta reputasi orang lain," katanya.

Menurut Mimin, keberadaan ormas justru dibutuhkan negara untuk mengontrol jalannya pemerintahan agar memiliki legitimasi dan kredibilitas.

"Ormas adalah mitra penting pemerintah dalam meningkatkan pelayanan publik sekaligus menjaga agar demokrasi tetap sehat," ungkapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?