Stadion Sudiang vs Untia, Solusi Cerdas atau Pemborosan Anggaran?

Stadion Sudiang yang didanai pemerintah pusat dan Stadion Untia yang digagas Pemerintah Kota dengan skema investasi swasta

Selasa, 05 Agustus 2025 | 12:31 WIB
Stadion Sudiang vs Untia, Solusi Cerdas atau Pemborosan Anggaran?
Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin memaparkan proyek investasi unggulan bertajuk Makassar Untia Stadium dalam forum Final South Sulawesi Investment Challenge (SSIC) yang digelar di Hotel Novotel Grand Shayla, Makassar, Senin (4/8/2025) [SuaraSulsel.id/Humas Pemkot Makassar]

SuaraSulsel.id - Makassar, sebagai kota metropolitan terbesar di Indonesia Timur, tengah berada di persimpangan ambisi infrastruktur olahraga.

Setelah bertahun-tahun merindukan stadion representatif sejak Stadion Mattoanging rata dengan tanah, publik kini dihadapkan pada dua megaproyek sekaligus.

Stadion Sudiang yang didanai pemerintah pusat dan Stadion Untia yang digagas Pemerintah Kota dengan skema investasi swasta.

Ironisnya, kedua calon stadion raksasa ini direncanakan berdiri di kecamatan yang sama, Biringkanaya.

Baca Juga:Rp649 Miliar Dikucurkan! Stadion Sudiang Makassar Siap Dibangun

Kondisi ini memantik pertanyaan krusial di benak publik, terutama kalangan milenial dan Gen Z yang kritis.

Apakah pembangunan dua stadion megah di lokasi berdekatan ini merupakan solusi cerdas, atau justru berpotensi menjadi monumen pemborosan anggaran dan ego sektoral?

Stadion Sudiang Proyek Strategis Nasional yang Dikebut

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) bersama Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menjadi motor utama di balik rencana pembangunan Stadion Sudiang.

Proyek ini bukan sekadar wacana, melainkan telah masuk dalam daftar prioritas strategis nasional. Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Sulsel, Suherman, menegaskan keseriusan ini.

Baca Juga:Wali Kota Makassar Percepat Pembangunan Stadion Untia, Belajar Langsung ke JIS

"Kementerian PU sudah menganggarkan Rp649 miliar untuk pembangunan tahap awal. Anggarannya sudah dikunci di tahun 2025," ujarnya saat penyerahan dokumen RKA dan Andalalin, Selasa (5/8/2025).

Angka fantastis ini menunjukkan betapa masifnya skala proyek yang didanai sepenuhnya oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Pihak Kementerian PU, melalui Kasatker Prasarana Strategis Sulsel, Iwan, menargetkan proyek multiyears ini bisa rampung pada semester pertama 2027.

"Jadi lelang kan mungkin dua bulan ya. Dalam dua bulan mereka proses dokumen Amdalnya itu. Kita target pembangunan stadion tetap di 2025 Insya Allah," tegas Iwan.

Stadion Sudiang diposisikan sebagai proyek mercusuar pemerintah untuk menjawab kebutuhan infrastruktur olahraga bertaraf internasional di Sulsel.

Dengan dukungan penuh dari pusat dan statusnya sebagai proyek strategis, pembangunannya tampak sangat pasti dan tinggal menunggu waktu.

Pemprov Sulsel menyerahkan dokumen Andalalin dan Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) stadion Sudiang ke Kementerian PU [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara]
Pemprov Sulsel menyerahkan dokumen Andalalin dan Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) stadion Sudiang ke Kementerian PU [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara]

Stadion Untia Menggandeng Swasta

Di sisi lain, Pemerintah Kota Makassar di bawah komando Wali Kota Munafri Arifuddin (Appi) tak mau kalah.

Melalui forum South Sulawesi Investment Challenge (SSIC), Appi memaparkan visi ambisius untuk Makassar Untia Stadium.

Proyek ini dirancang bukan sekadar arena sepak bola, melainkan sebuah sport and entertainment district.

"Dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,56%, wilayah 175,77 km² dan populasi 1,4 juta jiwa, sangat ironis jika kami tidak memiliki stadion sendiri yang layak dan representatif," ujar Munafri.

Berbeda dengan Sudiang, Stadion Untia dirancang dengan skema Public-Private Partnership (PPP) melalui pendekatan Build-Operate and Transfer (BOT).

Estimasi investasinya mencapai Rp453 miliar yang diharapkan datang dari kantong swasta.

"Stadion ini bukan sekadar bangunan, tapi mesin ekonomi. Ini akan membuka ribuan lapangan kerja, meningkatkan PAD, mendorong UMKM, dan memperkuat identitas Makassar sebagai rumah PSM," tegas Munafri.

Visi Stadion Untia sangat modern dan menyasar gaya hidup anak muda, lengkap dengan panel surya, sistem digitalisasi penuh, hingga fasilitas VAR.

Kawasannya bahkan dirancang bebas kendaraan pribadi, didukung shuttle bus untuk menciptakan akses yang ramah lingkungan.

Ego Sektoral vs Efisiensi Anggaran

Kehadiran dua rencana besar ini di Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar memunculkan perdebatan sengit.

Pertanyaan "apakah ini pemborosan anggaran negara?" menjadi lebih kompleks.

Secara langsung, Stadion Untia tidak membebani APBN atau APBD karena mengandalkan dana swasta. Namun, pemborosan tidak hanya soal uang.

- Efisiensi Sumber Daya

Pembangunan dua stadion di satu kecamatan menimbulkan pertanyaan tentang efisiensi penggunaan lahan dan infrastruktur pendukung seperti pembangunan jalan, listrik, dan air.

Apakah Makassar benar-benar membutuhkan dua stadion besar yang berdekatan?

- Potensi Kanibalisme Pasar

Siapa yang akan menjadi penyewa utama? PSM Makassar tentu menjadi rebutan.

Jika kedua stadion ini selesai dibangun, mereka akan bersaing ketat untuk menjadi homebase dan penyelenggara event, yang berisiko membuat salah satunya sepi dan tidak terawat.

- Koordinasi Antar-Pemerintahan

Rencana ini menelanjangi kurangnya koordinasi antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota.

Alih-alih berkolaborasi membangun satu stadion megah yang menjadi ikon bersama, keduanya seolah berjalan sendiri-sendiri, didorong oleh apa yang bisa ditafsirkan sebagai ego sektoral.

Peta Kelurahan Sudiang, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar [SuaraSulsel.id/Istimewa]
Peta Kelurahan Sudiang dan Untia, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar [SuaraSulsel.id/Istimewa]

Koordinasi Adalah Kunci

Secara teknis, tuduhan pemborosan anggaran negara secara langsung lebih tertuju pada Stadion Sudiang yang menggunakan APBN.

Namun, potensi pemborosan sesungguhnya terletak pada inefisiensi dan risiko keberlanjutan jika kedua proyek ini benar-benar terwujud.

Bagi publik, terutama generasi muda yang mendambakan fasilitas olahraga modern, yang terpenting adalah realisasi, bukan janji politik.

Idealnya, Pemprov Sulsel dan Pemkot Makassar duduk bersama, menyatukan visi, dan mengintegrasikan kedua rencana ini.

Mungkin saja, dana APBN untuk Sudiang bisa dialihkan untuk membangun infrastruktur pendukung di sekitar Untia, sementara skema PPP Untia bisa diperluas untuk kapasitas yang lebih besar.

Tanpa koordinasi, Makassar berisiko memiliki dua "raksasa" yang saling sikut, di mana salah satunya berpotensi menjadi proyek mangkrak.

Pada akhirnya, yang dibutuhkan Makassar bukanlah dua stadion yang setengah jadi atau sepi peminat, melainkan satu stadion bertaraf internasional yang hidup, berkelanjutan, dan menjadi kebanggaan seluruh warganya.

Bagaimana menurut Anda? Silahkan beri pendapat terbaik di kolom komentar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini