Setelah kejadian tersebut, petugas dari Polsek Bantimurung langsung mengamankan Marcin ke kantor polisi.
Ia diberi makanan, kopi, dan tempat beristirahat agar tenang kembali. Langkah cepat ini dilakukan untuk menenangkan suasana serta melindungi Marcin dari potensi amukan warga.
Tak lama kemudian, pihak Kantor Imigrasi Kelas I TPI Makassar ikut turun tangan.
Kepala Kantor Imigrasi, Abdi Widodo Subagyo, mengonfirmasi bahwa dokumen perjalanan Marcin sah dan masih berlaku.
Baca Juga:Instagram 7 Kepala Daerah di Sulsel: Siapa Paling Banyak Pengikut ?
“Paspor, visa, dan dokumen-dokumen pendukungnya lengkap. Saat ini masih kami periksa lebih lanjut terkait motif perjalanannya dan kronologi kejadian,” ujar Abdi.
Marcin sendiri dalam keterangannya mengaku datang ke Maros untuk mempelajari sejarah dan budaya lokal.
Ia tertarik dengan situs-situs kuno yang masih alami dan terjaga keasliannya. Namun, insiden dengan anak-anak tersebut mengusik perjalanannya yang seharusnya damai.
“Saya bisa marah, saya juga punya hak untuk melindungi diri saya sendiri. Saya bilang ke mereka untuk pergi, tapi tetap mengikuti saya. Maka saya ambil batu dan tongkat bambu. Saya tidak melukai mereka, hanya mengusir,” jelas Marcin dalam pengakuannya.
Meski sempat emosi, Marcin mengaku lega setelah kehadiran Bhabinkamtibmas dan Babinsa Bantimurung yang mendampinginya dan membubarkan warga yang sempat berkumpul.
Baca Juga:Tragis! Mahasiswi Unhas Terseret Air Bah Saat Mandi di Sungai Maros
Menurutnya, dukungan aparat lokal membuatnya merasa lebih aman dan dihargai sebagai turis.
Ia pun menyatakan tidak memiliki niat jahat atau membuat keributan selama berada di Indonesia.
Marcin dijadwalkan akan melanjutkan perjalanannya ke Malaysia dan India setelah masa visanya di Indonesia berakhir pada 8 Juli 2025.
Ia berharap insiden ini bisa menjadi pelajaran bersama—baik untuk warga lokal agar lebih ramah terhadap wisatawan. Maupun untuk wisatawan agar lebih berhati-hati dalam bersikap dan berkomunikasi di lingkungan asing.
Peristiwa ini mengingatkan kita bahwa dalam era globalisasi, pertemuan budaya yang berbeda bisa berujung salah paham jika tidak disertai rasa saling menghargai.
Miskomunikasi yang kecil bisa membesar jika tidak cepat ditangani. Untungnya, aparat keamanan dan imigrasi bertindak cepat, menjaga situasi tetap kondusif, dan menunjukkan wajah Indonesia yang ramah dan profesional dalam menghadapi wisatawan mancanegara.