Ekonomi Digital Tak Lagi Elit, Ibu Jamu Kini Melek QRIS

Inovasi seperti QRIS membuka akses keuangan digital bagi pelaku usaha mikro

Muhammad Yunus
Rabu, 18 Juni 2025 | 16:09 WIB
Ekonomi Digital Tak Lagi Elit, Ibu Jamu Kini Melek QRIS
Puji Lestari (50) Penjual jamu keliling telah menggantungkan hidupnya dari ramuan tradisional kini menggunakan QRIS untuk pembayaran [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara]

SuaraSulsel.id - Gerimis belum reda pagi itu, tapi Ibu Puji tetap semangat menyusuri jalanan di kompleks perumahan Telkomas dengan motor bututnya.

Di atas motor itu duduk seorang perempuan paruh baya dengan senyum ramah dan dagangan botol-botol jamu serta kue tradisional yang tertata rapi di boks belakangnya.

Namanya Ibu Puji Lestari (50). Penjual jamu keliling yang telah menggantungkan hidupnya dari ramuan tradisional sejak pertama kali menjejakkan kaki di Makassar, sebelas tahun silam.

Dulunya, Ibu Puji harus memanggul bakul besar berisi botol-botol jamu. Berjalan kaki dari satu jalan, ke jalan lain. Jamu itu pun ia racik sendiri.

Baca Juga:Rupiah Terancam Rp16.600 Akibat Konflik Iran-Israel: Investor Panik Cari Aset Aman

Kini, berkat keuangan yang semakin stabil dan pendapatan yang lebih teratur, ia sudah bisa membeli motor sendiri.

Ibu Puji bukan sekadar penjual jamu biasa. Perempuan asal Sragen, Jawa Tengah itu menjadi wajah bagaimana pelaku usaha kecil mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dan teknologi.

Ia tak hanya menjajakan minuman warisan leluhur, tapi juga bisa go digital dengan QRIS di tangan.

"Saya mulai pakai QRIS sejak pertama kali diperkenalkan bank. Kalau tidak salah ingat awal tahun 2020," ujarnya saat ditemui di bilangan kawasan Tamalanrea, kota Makassar, Kamis, 12 Juni 2025.

Tangannya tampak lincah meracik jamu kunyit asam dan beras kencur yang dipesan pelanggan.

Baca Juga:Membanggakan! Siswa Katolik Juara Olimpiade Ekonomi Syariah

"Tidak capek-capek lagi tukar uang kecil untuk kembalian. Orang sekarang lebih suka yang praktis," tambah Puji saat ditanya alasan menggunakan QRIS.

QRIS, sistem pembayaran digital yang dikembangkan oleh Bank Indonesia (BI) menjadi solusi praktis bagi Ibu Puji dalam bertransaksi.

Tak hanya mempermudah proses pembayaran, kehadiran QRIS juga secara langsung meningkatkan pendapatannya.

"Orang-orang sekarang terutama pelangganku itu malas bayar tunai. Mereka buka HP tinggal langsung scan," katanya sambil tersenyum.

Ibu Puji juga merasakan manfaat dari sisi pencatatan keuangan. Ia mengaku merasakan manfaat lain, tidak hanya dari proses pembayaran saja.

Dulu, semua transaksi dicatat manual. Hal itu seringkali membuatnya kebingungan. Kini, semua terekam otomatis.

Bahkan dulunya, Ibu Puji tak memiliki rekening bank. Semua hasil jualannya disimpan tunai dan dikelola seadanya.

Namun kini, ia bisa mengatur arus kas (cash flow) usahanya dengan lebih baik berkat pencatatan otomatis yang tersimpan di mutasi transaksi QRIS.

"Ada bukti. Jadi tidak pusing catat hari ini pemasukan dari mana saja dan pengeluaran untuk apa saja. Sangat memudahkan," ucapnya.

Inovasi seperti QRIS membuka akses keuangan digital bagi pelaku usaha mikro seperti Ibu Puji yang sebelumnya mungkin terpinggirkan oleh sistem keuangan formal.

Hal ini sejalan dengan semangat Bank Indonesia dalam membentuk masyarakat yang tidak hanya melek ekonomi, tetapi juga adaptif terhadap perubahan.

Dengan mendorong penggunaan teknologi keuangan di tingkat usaha kecil-kecilan, Bank Indonesia sedang membentuk ekosistem ekonomi digital yang inklusif.

Ya, meski sederhana, kisah Ibu Puji adalah gambaran konkret dari wujud smart citizen. Ia adalah seorang ibu rumah tangga yang melek ekonomi dan terbuka terhadap inovasi.

Sebab cerdas secara ekonomi bukan berarti hanya tahu soal pasar saham atau investasi, tapi juga pada kemampuan melihat manfaat dari teknologi serta keberanian mencoba hal baru demi keberlanjutan hidup.

1,2 Juta Warga Sulsel Go Digital, Transaksi Tembus Rp10 Triliun

Perubahan gaya hidup digital memang tak lagi sekadar milik kaum urban atau pelaku usaha besar.

Di Sulawesi Selatan, adopsi sistem pembayaran digital berbasis kode Quick Response Code Indonesian Standard atau QRIS kian meluas dan mengakar di tengah masyarakat. Bahkan hingga ke lapisan usaha mikro sekalipun.

BI Perwakilan Sulsel mencatatkan lonjakan signifikan dalam penggunaan QRIS sepanjang tahun 2024.

Berdasarkan data per 31 Desember 2024, jumlah pengguna aktif QRIS di Sulsel telah mencapai 1,225 juta orang. Angka ini naik sebesar 35.272 pengguna hanya dalam kurun Triwulan IV 2024 saja.

Jika dibandingkan secara tahunan, angka ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 14,62 persen year-on-year (yoy). Ini sinyal bahwa masyarakat Sulsel semakin adaptif terhadap layanan keuangan digital.

Deputi Kepala Perwakilan BI Sulsel Ricky Satria mengatakan, tidak hanya dari jumlah pengguna, volume dan nominal transaksi QRIS juga mencatatkan pertumbuhan impresif.

Sepanjang tahun 2024, volume transaksi QRIS di Sulsel menembus 78 juta transaksi. Tumbuh 171 persen dibanding tahun sebelumnya.

Adapun dari sisi nominal, jumlah transaksi QRIS mencapai Rp10,3 triliun atau tumbuh 174 persen yoy.

"Angka ini menunjukkan bahwa QRIS makin menjadi pilihan utama masyarakat dalam bertransaksi. Pertumbuhannya masih sangat tinggi di Sulsel,” kata Ricky kepada media, baru-baru ini.

Selain konsumen, jumlah pelaku usaha (merchant) yang mengadopsi QRIS juga mengalami peningkatan yang terus konsisten. Meski terdapat tren perlambatan di akhir tahun, dominasi penggunaan QRIS tetap berada di tangan UMKM.

Data BI menunjukkan, sebesar 73,48 persen merchant QRIS di Sulsel berasal dari sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

"Ini adalah sinyal kuat bahwa digitalisasi sistem pembayaran bukan hanya menyentuh kota-kota besar atau bisnis modern, tetapi benar-benar menjangkau akar ekonomi kerakyatan," tambah Ricky.

Cukup Tap-tap, Sekali Sentuh

Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Selatan juga memperkenalkan layanan terbaru sistem pembayaran berbasis QRIS Tap dengan nama SULTAN atau Sulawesi Selatan Tapki’.

Nama "SULTAN" dipilih sebagai identitas lokal sekaligus singkatan dari teknologi yang diusung.

Sistem ini memanfaatkan teknologi Near Field Communication (NFC) yang memungkinkan pembayaran dilakukan hanya dengan menempelkan ponsel ke mesin pembaca QRIS, tanpa perlu memindai kode seperti metode sebelumnya.

Sebelumnya, Bank Indonesia secara nasional telah meluncurkan QRIS Tap pada 14 Maret 2025 lalu. Kehadiran QRIS Tap disebut menjadi bagian dari upaya mempercepat digitalisasi sistem pembayaran yang lebih praktis, cepat, dan aman.

"Lewat SULTAN, kami ingin mendorong adopsi teknologi pembayaran yang lebih seamless dan inklusif, terutama di Sulsel," kata Kepala Perwakilan BI Sulsel, Rizki Ernadi Wimanda.

Penggunaan QRIS Tap disebut akan sangat membantu transaksi mikro dan ritel, termasuk di pasar tradisional, UMKM hingga layanan transportasi yang membutuhkan kecepatan tinggi dalam transaksi.

"Dengan Qris Tap, masyarakat tidak perlu lagi memindai QR Code. Cukup sekali sentuh, transaksi langsung selesai. Lebih cepat dan praktis," kata Rizki.

BI Sulsel juga tengah menggencarkan edukasi dan simulasi penggunaan QRIS Tap bagi masyarakat dan pelaku usaha agar lebih familiar dengan sistem nirsentuh ini.

Smart Citizen Bukan Cuma Bisa Scan

Ekonom Universitas Hasanuddin Marzuki DEA menilai, konsep smart citizen yang digaungkan Bank Indonesia bukan hanya soal bisa menggunakan aplikasi digital. Tetapi juga tentang kecakapan mengelola hidup.

Menurutnya, seorang warga yang cerdas secara finansial adalah mereka yang tahu mencatat pengeluaran, tahu berhemat, dan mampu memanfaatkan teknologi untuk menjalani hidup yang lebih seimbang.

Dalam konteks ini, QRIS bukan semata alat pembayaran, tetapi juga pintu masuk menuju literasi keuangan yang lebih luas.

Kata Marzuki, peningkatan signifikan yang dicatatkan BI ini tidak hanya mencerminkan keberhasilan edukasi dan sosialisasi tentang pentingnya digitalisasi transaksi. Namun juga menunjukkan bahwa masyarakat Sulsel termasuk pelaku usaha mikro mampu menjadi smart citizen.

"Orang selama ini hanya tahu BI sebagai pengatur suku bunga. Tapi sebenarnya BI sudah mengubah budaya transaksi jadi digital dan aktif mengedukasi publik soal agar lebih melek dan bijak secara finansial," kata Marzuki.

Puji Lestari (50) Penjual jamu keliling telah menggantungkan hidupnya dari ramuan tradisional kini menggunakan QRIS untuk pembayaran [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara]
Puji Lestari (50) Penjual jamu keliling telah menggantungkan hidupnya dari ramuan tradisional kini menggunakan QRIS untuk pembayaran [SuaraSulsel.id/Lorensia Clara]

Tantangan BI di Era Digital

Namun demikian, penggunaan QRIS bukan tanpa tantangan. Meski dengan capaian impresif, Bank Indonesia perlu terus menjawab berbagai persoalan di lapangan yang masih menghambat optimalisasi penggunaan QRIS.

Terutama di daerah-daerah yang belum sepenuhnya terjangkau infrastruktur digital.

Salah satu tantangan utama adalah akses jaringan internet yang belum merata. Seperti kepulauan, pelosok dan wilayah pedesaan.

Seperti diketahui, sistem pembayaran berbasis QR sangat bergantung pada koneksi internet yang stabil.

Tanpa jaringan yang memadai, kemudahan transaksi digital justru bisa menjadi beban teknis bagi pengguna maupun pelaku usaha.

Selain itu, literasi digital masyarakat masih menjadi pekerjaan rumah yang besar. Tidak sedikit pelaku UMKM, khususnya yang berusia lanjut atau belum familiar dengan teknologi, merasa kesulitan menggunakan aplikasi pembayaran digital.

Di sinilah pentingnya edukasi yang berkelanjutan dan pendekatan yang personal agar masyarakat tidak merasa ditinggalkan dalam arus digitalisasi.

Bank Indonesia juga dihadapkan pada tantangan dalam menjaga keamanan transaksi. Di tengah maraknya kejahatan siber, kepercayaan masyarakat terhadap sistem digital harus terus dijaga.

Perlindungan data pengguna serta upaya pencegahan penipuan digital menjadi hal yang tak bisa dinegosiasikan dalam ekosistem keuangan modern.

Terlepas dari semua itu, QRIS telah membuka jalan menuju inklusi keuangan yang lebih nyata. Ia meruntuhkan sekat antara yang konvensional dan digital, antara pelaku usaha kecil dan sistem keuangan nasional.

Maka ke depan, tantangan bukan sekadar soal teknis, tapi bagaimana Bank Indonesia dapat terus mendorong perubahan budaya transaksi di masyarakat. Dari tunai menjadi nontunai dalam mengelola keuangan.

QRIS memang bukan solusi tunggal untuk semua persoalan ekonomi digital, tapi bisa jadi gerbang penting menuju ekosistem keuangan yang inklusif, efisien, dan merata.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini