Mengenal Eigendom Verponding: Warisan Kolonial Belanda yang Masih Menjadi Masalah

Mengapa dokumen warisan penjajahan Belanda bisa kembali digunakan di negeri yang sudah 80 tahun merdeka?

Muhammad Yunus
Minggu, 18 Mei 2025 | 14:23 WIB
Mengenal Eigendom Verponding: Warisan Kolonial Belanda yang Masih Menjadi Masalah
Warga perumahan Pemda Manggala Kota Makassar berunjuk rasa menolak praktik mafia tanah, Minggu 18 Mei 2025 [Suara.com/Muhammad Yunus]

SuaraSulsel.id - Di tengah maraknya kasus sengketa lahan dan praktik mafia tanah di berbagai daerah, istilah "Eigendom Verponding" kembali mencuat ke permukaan.

Banyak masyarakat bertanya-tanya, apa sebenarnya dokumen ini?

Mengapa dokumen warisan penjajahan Belanda bisa kembali digunakan di negeri yang sudah 80 tahun merdeka?

Tulisan ini akan mengulas secara sederhana dan menyeluruh apa itu dokumen Eigendom Verponding.

Baca Juga:Negara ke Mana? Ribuan Warga Makassar Terancam Digusur Karena Dokumen Belanda

Bagaimana sejarahnya, serta apakah dokumen ini masih berlaku di Indonesia saat ini.

Asal Usul Eigendom Verponding

Eigendom berasal dari bahasa Belanda yang berarti hak milik.

Sementara itu, Verponding adalah istilah perpajakan atas tanah bangunan yang juga berasal dari sistem hukum kolonial Belanda.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, tanah-tanah yang berada di wilayah jajahan dicatat dan diadministrasikan dalam bentuk "Eigendom Verponding", yang berfungsi sebagai bukti kepemilikan atas tanah.

Baca Juga:Tanah Negara 52 Hektare Digugat, Pemprov Sulsel Tolak Putusan Pengadilan Tinggi Makassar

Sistem ini digunakan sebelum lahirnya sistem pertanahan nasional Indonesia seperti yang kita kenal sekarang.

Dokumen Eigendom Verponding umumnya berupa lembaran tua berisi nomor, ukuran bidang tanah, lokasi, dan nama pemilik pada masa itu.

Namun dokumen ini bukan sertifikat hak milik seperti Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) saat ini.

Apakah Eigendom Verponding Masih Berlaku?

Pertanyaan ini kerap muncul dalam berbagai kasus hukum yang menyangkut tanah. Jawaban sederhananya, tidak sepenuhnya berlaku.

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini