Misteri Angngaru: Mengapa Tarian Adat Makassar Ini Bisa Merenggut Nyawa? Ini Kata Ahli dan MUI

Korban yang melakukan tarian adat Angngaru di momen tersebut malah tertusuk badik

Muhammad Yunus
Sabtu, 26 April 2025 | 13:36 WIB
Misteri Angngaru: Mengapa Tarian Adat Makassar Ini Bisa Merenggut Nyawa? Ini Kata Ahli dan MUI
Ilustrasi ChatGPT Tari Angngaru Suku Makassar [SuaraSulsel.id/Muhammad Yunus]

SuaraSulsel.id - Risal (33), pemuda di kabupaten Maros, Sulawesi Selatan meninggal dunia saat menampilkan Tarian Angngaru di acara pernikahan. Ia tertusuk badik miliknya yang digunakan saat menari.

Peristiwa naas itu terjadi saat Risal menghadiri prosesi tradisi Mappacci tetangganya, Rabu, 23 April 2025 lalu.

Korban yang melakukan tarian adat Angngaru di momen tersebut malah tertusuk badik miliknya. Polisi menyebut Risal meregang nyawa setelah tertikam di sebelah dada bagian kanan.

Kasus yang sama terjadi di Kabupaten Pangkep dan Gowa, pada Oktober 2024 lalu.

Baca Juga:Helen's Night Mart Makassar Digerebek: Ratusan Miras Ilegal Disita!

Pria yang menampilkan tarian Angngaru pada acara penyambutan mempelai pengantin pria meninggal dunia seketika saat menusukkan badik ke tubuhnya. Nyawa mereka tidak selamat.

Tarian adat Angngaru adalah salah satu warisan budaya Bugis-Makassar yang sarat akan nilai-nilai keberanian, kesetiaan, dan penghormatan

Tarian ini merupakan bagian dari pertunjukan budaya Bugis-Makassar yang kerap ditampilkan dalam acara adat. Terkhusus untuk penyambutan tamu kehormatan.

Namun, tidak sedikit pula yang mempertanyakan tingkat keamanannya. Terutama jika tidak diawasi ketat oleh tokoh adat atau pihak keamanan.

Sejumlah budayawan Sulawesi Selatan sebelumnya sudah memperingatkan agar masyarakat tidak asal menirukan tarian ini.

Baca Juga:Video Ciuman Sesama Jenis Viral, Terungkap! Pemberi Izin Helens Night Mart Makassar

Budayawan Sulawesi Selatan, Khrisna Pabicara, menilai, tarian ini mulai kehilangan makna filosofisnya sehingga berpotensi memicu bahaya.

Ia melihat ada banyak orang yang melakukan tarian ini di acara pernikahan. Padahal Angngaru atau Aru adalah tradisi sakral atau janji setia kepada raja dan tamunya.

"Tidak begitu adab Angngaru. (Tarian) Angngaru tidak bisa digelar saat menyambut pengantin," tegasnya, Sabtu, 26 April 2025.

Ia menjelaskan, tarian ini bukan hanya sebuah pertunjukan seni, tapi juga merupakan simbol komitmen dan sumpah setia seorang Arung atau kesatria kepada raja, pemimpin, atau tamunya.

Dalam tarian ini, penari yang diperankan oleh pria menunjukkan pengabdian total pada pemimpin atau tamunya. Bahkan bila perlu, nyawa siap dikorbankan demi kehormatan, sesuai prinsip orang Bugis-Makassar.

Dalam tradisi lama, tarian ini tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus dengan hati yang bersih dan niat yang suci.

Katanya, ini mencerminkan hubungan spiritual antara manusia, leluhur, dan kehormatan sosial.

Penulis novel "Natisha" ini menyebut, jika tidak disertai pemahaman budaya yang benar, maka tentu saja bisa berubah membahayakan.

"Aru itu ikrar setia. Angngaru berarti mengikrarkan kesetiaan. Biasanya, pada masa lalu, ditujukan kepada Raja atau pejabat kerajaan," ujarnya.

Insiden ini tentu memicu perdebatan publik mengenai perlunya regulasi lebih ketat dalam pelaksanaan seni tradisional yang melibatkan senjata.

Pemerintah daerah diminta segera membuat standar operasional prosedur atau SOP terhadap pertunjukan budaya yang melibatkan unsur senjata tajam agar tak terulang lagi tragedi serupa.

Selain itu, edukasi terhadap generasi muda tentang nilai-nilai filosofis budaya lokal juga dinilai penting agar warisan leluhur tetap lestari. Namun tetap aman untuk nyawa.

Pandangan MUI

Menurut Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia di Sulawesi Selatan, Dr KH Nasrullah Sapa, dalam Islam keselamatan diri adalah salah satu prinsip utama yang wajib dijunjung tinggi.

Sehingga setiap tindakan yang membahayakan diri sendiri atau orang lain tentu dilarang.

Ia melihat, tradisi seperti Angngaru yang beresiko pada keselamatan bahkan menyebabkan jatuhnya korban jiwa perlu ditinjau ulang.

"Dalam dalil Alquran dan Hadis, dan sesuai pandangan ulama sudah ditegaskan pentingnya menjaga keselamatan diri," jelasnya.

Nasrullah menjelaskan, Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 195, yang menekankan larangan terhadap tindakan yang membawa bahaya bagi diri sendiri atau orang lain.

Sementara, Hadis yang bersumber dari Ibnu Abbas Rasulullah bersabda, "tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Hadis ini sering dijadikan dasar hukum dalam masalah yang berkaitan dengan tindakan yang membawa moderat atau bahaya baik bagi diri sendiri maupun orang lain".

"Praktik-praktik yang jelas beresiko dapat membahayakan jiwa seseorang bertentangan dengan ajaran Islam," sebutnya.

Sehingga, menurutnya, tradisi yang membahayakan nyawa seseorang seperti Angngaru ini termasuk tindakan yang perlu dihindari karena dapat menyalahi prinsip.

Ia menyebut, mayoritas ulama juga sepakat bahwa tindakan yang mengancam keselamatan diri atau orang lain dilarang dalam islam.

Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu' mengatakan bahwa tindakan yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa tanpa tujuan yang benar atau alasan syar'i adalah tindakan yang haram dalam Islam.

Jadi, segala sesuatu yang membahayakan harus dihilangkan.

Faedah ini menjadi dasar bahwa segala bentuk tradisi atau praktik yang berpotensi membahayakan, seharusnya dihentikan atau diubah saja demikian rupa agar tidak lagi membahayakan.

Dalam hal ini, Nasrullah menilai Angngaru dapat dimodifikasi sehingga tetap bisa menjadi bagian budaya tanpa melanggar prinsip keselamatan.

"Dengan dasar dalil-dalil tersebut, maka disarankan agar tradisi seperti ini di Sulawesi Selatan dievaluasi dan dilakukan modifikasi atau penggantian dengan bentuk pertunjukan lain yang lebih aman," jelasnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini