Ribuan Mahasiswa UMI Peringati "Amarah," Kenang 3 Martir Tragedi Berdarah 1996

Bakal menimbulkan kemacetan di sepanjang jalan Urip Sumoharjo Kota Makassar

Muhammad Yunus
Kamis, 24 April 2025 | 10:39 WIB
Ribuan Mahasiswa UMI Peringati "Amarah," Kenang 3 Martir Tragedi Berdarah 1996
Kampus Universitas Muslim Indonesia di Jalan Urip Sumoharjo, Kota Makassar, Sulawesi Selatan [SuaraSulsel.id/Linkedin UMI]

SuaraSulsel.id - Ribuan mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) akan turun ke jalan memperingati April Makassar Berdarah "Amarah", Kamis, 24 April 2025, hari ini.

Hal tersebut bakal menimbulkan kemacetan di sepanjang jalan Urip Sumoharjo, Kota Makassar. Sehingga, para pengguna jalan diminta untuk menghindari jalan tersebut pada siang hingga sore hari.

Dalam surat yang diedarkan Fakultas Teknik UMI, Mukhtar Thahir, dekan juga mengimbau para dosen agar meniadakan kuliah tatap muka karena peringatan tersebut. Perkuliahan bisa dilakukan secara virtual.

Diketahui, peringatan Amarah digelar setiap tahun. Sudah dua puluh sembilan tahun telah berlalu sejak peristiwa 24 April 1996 lalu.

Baca Juga:Bos Kosmetik Berbahaya di Makassar Dituntut 4 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar

Hari itu, Senin siang, ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Forum Pemuda Indonesia Merdeka (FPIM) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Sulsel.

Mereka menyorot sejumlah masalah yang terjadi di negara ini.

Yang paling dianggap menyengsarakan masyarakat adalah kebijakan Menteri Perhubungan terkait kenaikan tarif angkutan umum.

Yang ditindaklanjuti melalui surat keputusan (SK) Wali Kota Makassar Nomor 900 dan SK Gubernur Nomor 93.

Mereka menolak ada penyesuaian tarif angkutan kota di tengah krisis ekonomi nasional.

Baca Juga:Misa Requiem untuk Paus Fransiskus Digelar di Makassar: Uskup Ungkap Warisan Paus Fransiskus

Kala itu tarif angkutan kota naik untuk penumpang umum. Sebelumnya, Rp 300,- menjadi Rp 500,-, sementara untuk mahasiswa dan pelajar Rp 200,-.

Masalah lain karena lonjakan harga kebutuhan pokok akibat krisis ekonomi, serta pembungkaman kebebasan berpendapat.

Karena tidak mendapat perhatian pemerintah, mahasiswa melakukan aksi lanjutan keesokan harinya.

Mereka demo lagi dan bakar ban di depan kampus UMI. Maksudnya agar mengundang tekanan bagi pemerintah.

Namun, lagi-lagi suara mereka terabaikan. Massa kemudian menghadang Damri yang dipalang di tengah jalan hingga menimbulkan kemacetan.

Aksi yang digalang di bawah aliansi mahasiswa lintas kampus, termasuk UMI sebagai salah satu motor utama, awalnya berlangsung damai.

Namun, ketegangan meningkat saat massa aksi mencoba bergerak dari kampus ke jalan utama, dan dihadang aparat bersenjata.

Dandim Letkol Art Sabar Yudo dan Kapolrestabes Makassar Kolonel Andi Hasanuddin yang menjabat saat itu mencoba membangun dialog dengan sejumlah tokoh mahasiswa.

Namun, hingga malam hari, tak ada titik temu dari komunikasi tersebut.

Kondisi menegangkan mulai terjadi saat satu truk aparat keamanan dari Garnisun Tetap membuat pertahananan tepat berada di belakang pagar betis kepolisian.

Aparat keamanan kemudian memukul mundur mahasiswa dan mengejar mereka ke dalam kampus.

Gas air mata ditembakkan, mahasiswa dipukuli, beberapa orang terluka dan sejumlah dari mereka yang ditangkap digiring keluar kampus.

Hal tersebut menyulut kemarahan lebih luas dari mahasiswa dan masyarakat sipil di Makassar saat itu.

Aksi kemudian dilakukan lagi pada Rabu, 24 April 1996, siang hari. Massa yang turun lebih banyak lagi.

Mahasiswa kemudian menggulingkan sebuah truk sampah di tengah jalan untuk memalang jalan hingga malam hari.

Hal tersebut lagi-lagi mengundang reaksi dari aparat.

Polisi yang dilengkapi tameng, gas air mata dan tiga panzer diturunkan memukul mundur mahasiswa ke dalam kampus.

Bentrok pun pecah. Gas air mata ditembakkan, tembakan peringatan terdengar. Namun peringatan itu berubah menjadi luka nyata.

Tiga orang mahasiswa ditemukan tewas dengan sejumlah luka di tubuhnya.

Mereka adalah Andi Sultan Iskandar dan Muhammad Tasrif, mahasiswa Fakultas Ekonomi 94 dan Syaiful Bya, mahasiswa Teknik Arsitektur UMI 94.

Ketiganya menjadi martir dari perlawanan mahasiswa melawan rezim.

Sejak saat itu, 24 April tak lagi menjadi tanggal biasa di kalender akademik UMI. Setiap tahun, mahasiswa menggelar refleksi untuk mengenang para korban dan semangat perjuangannya.

Mereka menggelar long march dari pemakaman Panaikkang, ke kampus UMI sebagai bentuk duka cita.

Peristiwa itu juga tercatat sebagai salah satu pemicu gelombang konsolidasi gerakan mahasiswa nasional.

Amarah dari UMI menginspirasi munculnya aliansi-aliansi serupa di kampus-kampus lain di Indonesia, menjelang keruntuhan Orde Baru dua tahun kemudian.

Tanggal 24 April hingga kini dikenang sebagai momentum berdarah dalam sejarah gerakan mahasiswa Makassar, yang dikenal dengan nama "Amarah".

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini