Listrik di pulau hanya menyala selama 12 jam setiap hari sehingga mereka harus menyalakan genset untuk melakukan siaran radio.
Meski fasilitas radio Sipurennu FM terbilang sederhana. Namun, alat komunikasi yang menggunakan gelombang radio sebagai pembawa sinyal itu punya peran besar dalam mengampanyekan program-program Sekolah Perempuan Muda, salah satunya pencegahan pernikahan anak usia dini.
Angkat derajat perempuan
Pernikahan bukan hal yang sederhana. Kasus pernikahan anak usia dini selalu menimbulkan kerugian pada pihak perempuan karena menghentikan langkah pendidikan, menimbulkan depresi, memicu kekerasan dalam rumah tangga, hingga meningkatkan potensi kematian ibu hamil.
Fitri berjuang tanpa henti mengampanyekan setop pernikahan anak usia dini agar anak-anak perempuan di Pulau Sabutung bisa berpartisipasi dalam pembangunan daerah tanpa terbebani oleh urusan keluarga.
Ketika Sekolah Perempuan Muda mendapat informasi ada keluarga yang mau menggelar pernikahan anak usia dini, mereka mendatangi orang tua yang mau menikahkan anaknya tersebut.
Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi amunisi ampuh dalam mengedukasi masyarakat agar tidak melangsungkan pernikahan anak usia dini.
Undang-undang yang disahkan pada 12 April 2022 itu melindungi anak dari pernikahan dini. Bagi orang yang menikahi anak dan melakukan pemaksaan atas nama budaya, diancam pidana penjara 9 tahun dan denda paling banyak Rp200 juta.
Ada sembilan bentuk kekerasan seksual yang dijelaskan dalam undang-undang TPKS, yaitu pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, pembudakan seksual, dan penyiksaan seksual.
Regulasi itu tidak hanya mengatur tentang hukum acara dan sanksi pidana mengenai kekerasan seksual, tetapi lebih banyak mengatur tentang manfaat bagi korban kekerasan seksual.
Undang-undang TPKS mengatur mengenai pencegahan segala bentuk tindak pidana kekerasan seksual; penanganan, pelindungan, dan pemulihan hak korban; koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah; dan kerja sama internasional agar pencegahan dan penanganan korban kekerasan seksual dapat terlaksana dengan efektif.
Selain itu, diatur juga keterlibatan masyarakat dalam pencegahan dan pemulihan korban agar dapat mewujudkan kondisi lingkungan yang bebas dari kekerasan seksual.
Fitri memandang ketika terjadi pernikahan anak usia dini, maka perempuan sering kali menjadi korban kekerasan dan dianggap hanya objek seksual pasangan.
"Mereka takut dengan hukuman itu. Pihak keluarga perempuan menelepon pihak keluarga laki-laki dan akhirnya pernikahan batal," ujarnya.
Hasilnya, dalam 3 tahun terakhir ini angka pernikahan anak usia dini menurun drastis. Bahkan, tahun lalu, pada 2023, pernikahan anak usia dini tercatat nihil di Pangkajene.
Para perempuan yang dulu takut bersuara dalam forum-forum masyarakat, adat, dan pemerintahan, kini mulai mendapat tempat yang setara dengan laki-laki. Berbicara di hadapan umum bukan lagi hal yang sulit bagi perempuan pulau.
Sekolah Perempuan Muda juga sering mendapatkan undangan khusus dalam musyawarah rencana pembangunan atau Musrembang. Para ibu dan perempuan muda Pulau Sabutung kini aktif terlibat dalam perkembangan perencanaan partisipatif untuk pembangunan daerah mereka. (Antara)
Baca Juga:Anak Laporkan Ayah, Terungkap Kasus Pembunuhan Ibu yang Dicor di Dalam Rumah