Karena sebagian hari-harinya dihabiskan di lautan, Sawerigading tak mengenal dekat saudara-saudaranya.
Suatu hari, sepulang dari pengembaraan, Putra Mahkota Sawerigading berjumpa dengan saudara kembarnya bernama Putri Wanteri Abeng. Sawerigading lantas tertarik dan jatuh cinta.
Sawerigading tidak menyadari bahwa hal itu tidak diperkenankan dalam hukum adab di kerajaan Luwu. Namun, Putra Mahkota tetap saja tidak bisa menghilangkan rasa cintanya kepada saudara kembarnya.
Putri Wanteri Abeng berusaha meyakinkan Sawerigading bahwa menikahi saudara sendiri adalah hal yang mustahil. Ayahnya atau Raja Batara Lattu tidak mungkin sepakat jika mengetahui hubungan mereka.
Baca Juga:Begini Filosofi Kue Barongko, Kuliner Khas Bugis Makassar yang Jadi Warisan Budaya Tak Benda
Kekhawatiran mereka terbukti. Raja Batara Lattu mengetahui hubungan di antara kedua anaknya dan sangat marah. Raja meminta Sawerigading untuk mengurungkan niatnya menikahi adiknya sendiri.
Putri Wanteri Abeng kemudian mengusulkan kepada Sawerigading agar pergi ke Tiongkok. Di negara itu ada seorang wanita yang mempunyai wajah seperti dirinya.
Dengan berat hati, sang putra mahkota bersedia mengikuti saran saudara kembarnya. Namun, Sawerigading berpikir bagaimana bisa sampai di negara Tiongkok yang jaraknya sangat jauh dari Kerajaan Luwu.
Kapal yang dia pakai selama ini hanyalah sebuah perahu yang kecil. Tidak mungkin dapat digunakan untuk mengarungi lautan luas hingga ke negeri seberang.
Mnurut naskah Lontarak I Babad La Lagaligo pada abad k 14, Sawerigading lalu membuat kapal kayu dengan layar di depan. Ia lalu berlayar menuju negeri Tiongkok dan hendak meminang Putri Tiongkok bernama We Cudai.
Baca Juga:Mantra Cenning Rara Suku Bugis Makassar, Diyakini Bisa Memikat Hati Lawan Jenis
Sawerigading berhasil k negeri Tiongkok dan memperistri Putri We Cudai. Stlh bbr lama tinggal d sana, Sawerigading kembali ke kampung halamannya dngn menggunakan Pinisinya k Luwu.