SuaraSulsel.id - 23 Januari 1946, kira-kira jam tiga subuh, terdengar bunyi tembakan satu kali. Beberapa saat kemudian sudah berkali-kali. Pertempuran pecah di kota Palopo, Sulawesi Selatan.
Pertempuran itu dipimpin oleh M. Yusuf Arif. Dalam sekejap mata, kota Palopo menjadi kota yang mengerikan.
Pusat pertempuran terjadi di Istana Datu Luwu. Tembok dan kaca bangunan bersejarah itu luluh lantak dalam hitungan menit terkena tembakan peluru.
Dalam Buku Sejarah berjudul "Monumen Perjuangan di Sulawesi Selatan" diceritakan Yusuf Arif adalah putra daerah asal Luwu yang mendirikan organisasi bernama Sukarno Muda.
Baca Juga:Tugu Jogja sebagai Simbol Sejarah dan Identitas Yogyakarta
Ia memilih melakukan perlawanan dan mengangkat senjata pasca tentara sekutu Australia ikut bersama personil NICA (Nederlands Indische Civil Administration) untuk kembali menjajah dan menguasai Indonesia usai proklamasi kemerdekaan.
Pertempuran ini dilatarbelakangi sakit hati dan kemarahan masyarakat Luwu terhadap tindakan keji yang dilakukan oleh Tentara Kerajaan Hindia Belanda atau KNIL (Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger).
Pada 21 Januari, dua hari sebelum pertempuran, di kecamatan Bua Ponrang, kira-kira 11 km dari kota Palopo, pasukan tentara KNIL memasuki sebuah masjid. Mereka melakukan tindakan yang biadab sekali.
Tentara KNIL menginjak-injak dan merobek-robek Al-quran yang mengundang kemarahan masyarakat. Mereka juga mengotori masjid dengan sisa-sisa makanan kaleng.
Salah seorang penjaga masjid atau marbot yang mencoba menyelamatkan Al-quran pun jadi korban. Mulutnya ditendang sehingga sebagian giginya tanggal, dan ditusuk berulang kali menggunakan bayonet hingga meninggal dunia.
Baca Juga:Mengenal Entong Tolo Si Pitung dari Bekasi, Rampok Tuan Tanah Bikin Senewen Penjajah Belanda
Kejadian ini menimbulkan rasa tidak aman bagi rakyat karena KNIL mulai menyerang kota Palopo. Perkelahian dengan penduduk bahkan terjadi dimana-mana.