Istana Datu Luwu Kota Palopo Hancur Dihujani Tembakan, Al-Quran Dirobek dan Diinjak-injak

Pertempuran pecah di kota Palopo, Sulawesi Selatan

Muhammad Yunus
Kamis, 10 Agustus 2023 | 13:54 WIB
Istana Datu Luwu Kota Palopo Hancur Dihujani Tembakan, Al-Quran Dirobek dan Diinjak-injak
ilustrasi Perang Kemerdekaan [Suara.com/Iqbal]

SuaraSulsel.id - 23 Januari 1946, kira-kira jam tiga subuh, terdengar bunyi tembakan satu kali. Beberapa saat kemudian sudah berkali-kali. Pertempuran pecah di kota Palopo, Sulawesi Selatan.

Pertempuran itu dipimpin oleh M. Yusuf Arif. Dalam sekejap mata, kota Palopo menjadi kota yang mengerikan.

Pusat pertempuran terjadi di Istana Datu Luwu. Tembok dan kaca bangunan bersejarah itu luluh lantak dalam hitungan menit terkena tembakan peluru.

Dalam Buku Sejarah berjudul "Monumen Perjuangan di Sulawesi Selatan" diceritakan Yusuf Arif adalah putra daerah asal Luwu yang mendirikan organisasi bernama Sukarno Muda.

Baca Juga:Tugu Jogja sebagai Simbol Sejarah dan Identitas Yogyakarta

Ia memilih melakukan perlawanan dan mengangkat senjata pasca tentara sekutu Australia ikut bersama personil NICA (Nederlands Indische Civil Administration) untuk kembali menjajah dan menguasai Indonesia usai proklamasi kemerdekaan.

Pertempuran ini dilatarbelakangi sakit hati dan kemarahan masyarakat Luwu terhadap tindakan keji yang dilakukan oleh Tentara Kerajaan Hindia Belanda atau KNIL (Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger).

Pada 21 Januari, dua hari sebelum pertempuran, di kecamatan Bua Ponrang, kira-kira 11 km dari kota Palopo, pasukan tentara KNIL memasuki sebuah masjid. Mereka melakukan tindakan yang biadab sekali.

Tentara KNIL menginjak-injak dan merobek-robek Al-quran yang mengundang kemarahan masyarakat. Mereka juga mengotori masjid dengan sisa-sisa makanan kaleng.

Salah seorang penjaga masjid atau marbot yang mencoba menyelamatkan Al-quran pun jadi korban. Mulutnya ditendang sehingga sebagian giginya tanggal, dan ditusuk berulang kali menggunakan bayonet hingga meninggal dunia.

Baca Juga:Mengenal Entong Tolo Si Pitung dari Bekasi, Rampok Tuan Tanah Bikin Senewen Penjajah Belanda

Kejadian ini menimbulkan rasa tidak aman bagi rakyat karena KNIL mulai menyerang kota Palopo. Perkelahian dengan penduduk bahkan terjadi dimana-mana.

Kelompok pemuda dan pejuang rakyat lantas segera membentuk organisasi pertahanan. Mereka mempersenjatai diri dengan bambu runcing, tombak, dan keris.

Kelompok pemuda kemudian membentuk Dewan Pertahanan Rakyat yang dikomandoi oleh M. Yusuf Arif. Dalam satu rapat rahasia di Surutanga (masih dalam kota Palopo) disusunlah strategi untuk menyerang markas KNIL.

Komando tersebut dibagi menjadi dua induk pasukan. Satu induk pasukan berpusat di kampung Sua-sua dipimpin oleh Andi Tenriajeng dan satu induk pasukan lagi berpusat di kampung Bua dikomandoi Badawi.

Dari hasil rapat itu, M. Yusuf Arif kemudian mengeluarkan ultimatum pertempuran yang disetujui oleh Datu Luwu Andi Jemma, selaku kepala pemerintahan Republik Indonesia Luwu, kala itu.

Isi ultimatum itu berbunyi "Dalam jangka waktu dua kali 24 jam, tentara Sekutu Australia harus memerintahkan kepada pasukan-pasukan KNIL atau NICA yang berkeliaran di luar dan di dalam kota Palopo, maupun bagi mereka yang sedang mengadakan patroli agar segera ditarik masuk ke dalam tangsinya bersama senjata-senjatanya".

"Apabila hal ini tidak dapat dipatuhi maka keamanan dan ketertiban bagi keselamatan dirinya tidak dapat dijamin oleh raja. Rakyat Luwu tidak bisa bersabar lagi atas kekejaman dan tindakan yang diperbuat oleh tentara KNIL".

Lalu, pada tanggal 22 Januari 1946, kondisi kota Palopo dalam sunyi senyap. Seluruh warga diungsikan diam-diam ke daerah terpencil.

Yusuf Arief, Andi Tenri Ajeng bersama-sama dengan para bekas Kaigun dan Rikugun Heiho serta pasukan dari Sua-sua yang dipimpin oleh Bedawi berencana menyerang markas KNIL keesokan harinya.

Keadaan ini rupanya diketahui oleh pasukan KNIL yang berada di Palopo. KNIL dan NICA dibantu tentara sekutu Australia pun memasang pagar kawat di sekitar markas mereka agar tidak mudah diserang.

Pertempuran dipimpin M. Yusuf Arif terjadi pada 23 Januari 1946, kira-kira jam 03.00 Wita, dini hari di istana datu. Bunyi tembakan terjadi berulang kali membuat keselamatan Datu Luwu dan dua permaisuri terancam.

Datu Luwu dan permaisuri kemudian diungsikan ke sebelah utara kota Palopo. Markas tentara KNIL pun berhasil dikepung dan diduduki oleh pemuda Republik Indonesia.

Lalu, keesokan harinya, pada tanggal 24 Januari 1946, dari kejauhan tampak sebuah kapal perang dengan kecepatan tinggi menuju ke pelabuhan Palopo. Saat kapal bersandar, sejumlah orang turun mengibarkan bendera dan memakai lencana Merah Putih bertuliskan PETA atau Pembela Tanah Air.

Tiba-tiba sekitar jam 12.00 wita, kapal perang itu melepaskan tembakan meriam 24 kali dari laut. Kantor Pos yang berada di depan istana seketika hancur lebur.

Begitu pun dengan rumah penduduk dan gedung-gedung pemerintah hancur lebur. Ada banyak masyarakat yang jadi korban.

Ternyata, ini adalah taktik KNIL. Mereka menipu kelompok pemuda dengan menggunakan bendera dan lencana Merah Putih demi balas dendam. Kota Palopo pun diserang dari arah laut dan darat.

Pertempuran semakin hari semakin sengit. Terutama di kampung Punjalae, Amassangan, Mangarabombang, Penggoli, Batupasik, Tappong dan Latuppa.

Pasukan pemuda akhirnya menyerah. KNIL dan NICA berhasil menguasai kota Palopo dan sekitarnya.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini