PBB dan UE Kutuk Keras Aksi Twitter Blokir Akun Jurnalis yang Kritik Elon Musk

Menangguhkan akun jurnalis beberapa media

Muhammad Yunus
Sabtu, 17 Desember 2022 | 16:16 WIB
PBB dan UE Kutuk Keras Aksi Twitter Blokir Akun Jurnalis yang Kritik Elon Musk
CEO Twitter Elon Musk mengatakan pengguna layanan Twitter Blue akan dikenakan biaya 8 dolar per bulan. [AFP/ Olivier Douliery]

SuaraSulsel.id - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Eropa mengutuk keras keputusan Twitter yang menangguhkan akun jurnalis beberapa media.

Adapun, jurnalis-jurnalis tersebut sebelumnya kerap mengkritik salah satu orang terkaya di dunia, Elon Musk, yang menjadi pemilik Twitter saat ini.

Beberapa jurnalis tersebut di antaranya berasal dari The New York Times, Washington Post, CNN dan Voice of America (VoA).

"Kami sangat terganggu dengan penangguhan akun jurnalis yang kami lihat di Twitter," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric, dikutip dari Euro News, Sabtu (17/12/2022).

Baca Juga:Mendadak Kaesang Pangarep Tak Muncul Lagi di Twitter, Jawaban Gibran Bikin Netizen Menduga-duga

“Langkah ini menjadi preseden berbahaya pada saat jurnalis di seluruh dunia menghadapi penyensoran, ancaman fisik, dan bahkan lebih buruk lagi," ujarnya.

Sebelumnya pada hari Jumat, Vra Jourová, Wakil Presiden Komisi Eropa untuk nilai dan transparansi memperingatkan Elon Musk akan sanksi yang didapat berdasarkan peraturan UE yang baru.

"Undang-Undang Layanan Digital UE yang mulai berlaku tahun depan membutuhkan "penghormatan terhadap kebebasan media dan hak-hak dasar," ujar Jourová dalam tweetnya.

"Elon Musk harus menyadari itu. Ada garis merah. Dan sanksi, segera," tambahnya.

Di bawah aturan UE yang baru, perusahaan Teknologi Besar harus menjelaskan kepada pengguna Eropa mengapa akun mereka ditangguhkan dan memberi mereka kesempatan untuk menentang keputusan tersebut.

Baca Juga:Gara-gara Tweet Nyeleneh, Gibran Rakabuming Dapat Kritikan dari Netizen

Pelanggaran dapat mengakibatkan denda besar hingga 6 persen dari pendapatan tahunan global, dan pelanggaran berulang bahkan dapat mengakibatkan larangan operasional di seluruh Eropa.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini