SuaraSulsel.id - Pemadaman listrik yang terjadi di Pulau Tomia, Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra) selama 10 hari terakhir membuat warga setempat mengalami krisis air bersih. Tak hanya itu, aktivitas perekonomian warga pun terhenti akibat krisis listrik yang kini menjadi andalan warga menggantungkan hidupnya.
Gangguan listrik tersebut bermula terjadi pada 26 Oktober 2022 silam, saat salah satu mesin terbesar di unit PLN Kantor Pelayanan Tomia berkapasistas 1,3 MW rusak. Meski sudah diperbaiki, namun generatornya terbakar.
"Mesin kami yaitu Catterpillar berkapasitas 800 KW yang operasi selama mesin Mitsubishi gangguan juga mengalami gangguan, dan saat ini masih menunggu material. Sehingga kami mengalami black out atau padam total sampai saat ini," kata Manager Unit Pelayanan Pelanggan Wangiwangi, Angriawan seperti dikutip Telisik.com-jaringan Suara.com.
Padahal energi listrik digunakan memasok air bersih dari PAM Te'e Luo. Air bersih tersebut seharusnya bisa dipasok ke masyarakat Kecamatan Tomia Timur yang sangat bergantung pada air dari PAM tersebut.
Baca Juga:Kapal Pembangkit Listrik Turki Bantu Krisis Listrik di Medan
Lantaran mesin air yang dipakai untuk memasok air menggunakan tenaga listrik dari PLN. Akibatnya, PAM harus menggunakan mesin generatornya sendiri, namun sering juga mengalami gangguan.
Akibat gangguan tersebut, nyaris seluruh lapisan masyarakat di beberapa desa dan kelurahan yang ada di Kecamatan Tomia Timur mengeluh karena kehabisan stok air di rumahnya masing-masing.
"Jika listrik mati, itu tidak seberapa. Tapi, kalau air yang mati, lama-lama kita juga ikut mati," celetuk seorang warga Desa Timu, Halima.
Halima mengatakan, bersama warga lain di kampungnya saat ini kesulitan mendapatkan air untuk minum, mandi dan mencuci. Lantaran itu, warga beramai-ramai turun ke laut. Mereka mencuci, mandi dan bahkan mengambil air minum pada air payau di pesisir tebing pantai.
"Jangan ditanya lagi bagaimana kesulitan para pelaku UMKM yang bisnisnya bergantung pada air. Misalnya pengusaha depot air minum. Para pengusaha ini terpaksa harus tutup untuk sementara waktu," lanjut Halima.
Baca Juga:PLTMG Arun Stop Beroperasi, Aceh Alami Krisis Listrik
Selain itu, ibu-jibu alias penjual ikan, kesulitan mendapatkan ikan segar. Lantaran ikan segar bergantung pada es batu. Es batu bergantung pada listrik. Pun buruh pekerja bangunan berhenti untuk sementara waktu, karena kesulitan air untuk mencampur bahan semen, batu dan pasir.
Tak hanya itu, beberapa pengusaha mebel, alias tukang kayu, yang tak punya mesin genarator pribadi, harus istirahat total, karena skap elektrik tak bisa berfungsi tanpa aliran listrik.