Rusia Tolak Akses Bantuan ke Daerah Kekuasaannya di Ukraina

Jutaan orang membutuhkan bantuan kemanusiaan

Muhammad Yunus
Jum'at, 21 Oktober 2022 | 07:58 WIB
Rusia Tolak Akses Bantuan ke Daerah Kekuasaannya di Ukraina
Patroli tentara Rusia di Mariupol Ukraina. (Foto: AFP)

SuaraSulsel.id - Koordinator kemanusiaan PBB di Ukraina mengatakan, Rusia tidak memberikan akses ke daerah-daerah yang dikuasainya. Menjelang musim dingin dan jutaan orang membutuhkan bantuan kemanusiaan.

"Tanggapan dari pihak Ukraina hampir selalu positif," kata Denise Brown kepada awak media di markas PBB.

"Sayangnya, di pihak Rusia, permintaan (akses) itu selalu ditolak."

Saat pertempuran terus berlanjut di wilayah timur dan selatan, Moskow meluncurkan sederet serangan terhadap sejumlah kota di Ukraina dalam dua pekan terakhir. Telah membunuh dan melukai puluhan orang dan juga menghancurkan infrastruktur vital.

Baca Juga:Pemadaman Listrik Mengancam Ukraina, Warga Diminta Segera Isi Daya

Sekitar 680 korban warga sipil tercatat di Ukraina sejak 1-16 Oktober, menurut Kantor HAM PBB.

Brown menuturkan serangan baru-baru ini telah mengurangi mobilitas badan yang dipimpinnya. Sekaligus memperlambat tanggapan kemanusiaan.

"Terjadi kerusakan yang cukup parah, cukup parah," katanya.

"Ketika saya berdiri di gedung-gedung yang telah hancur lebur, itu benar-benar nyata. Nyata."

Ditanya tentang berapa lama waktu yang diperlukan untuk membangun kembali negara tersebut, ia mengatakan: "Ketika anda berdiri di depan gedung-gedung ini, yang benar-benar hancur, puing-puing bangunan di banyak wilayah -- ini tidak untuk tahun depan. Ini untuk waktu yang begitu lama. Berapa lama? Saya tidak tahu, tetapi tidak untuk saat ini."

Baca Juga:Volkswagen Dikabarkan Segera Jual Pabriknya di Rusia, Kemungkinan Kepada Pihak Ketiga

Pasukan Ukraina berhasil membuat kemajuan di wilayah-wilayah pendudukan sejak perang dimulai pada 24 Februari.

Rusia mengerahkan lebih banyak tentara cadangan dan mencaplok empat wilayah Ukraina yakni Kherson, Zaporizhzhia, Donetsk dan Luhansk menyusul apa yang disebut komunitas internasional sebagai referendum "palsu".

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini