WNI di Iran Diminta Tak Ikut Demo Besar-besaran Terkait Kematian Mahsa Amini

Saat ini tercatat 397 WNI berada di Iran. Mereka tersebar di 14 kota dan sebagian besar adalah mahasiswa.

Eviera Paramita Sandi
Jum'at, 07 Oktober 2022 | 12:35 WIB
WNI di Iran Diminta Tak Ikut Demo Besar-besaran Terkait Kematian Mahsa Amini
Mahsa Amini, perempuan Iran. (Youtube BBC Indonesia)

SuaraSulsel.id - Demonstrasi besar-besaran yang dipicu kematian Mahsa Amini, perempuan yang meninggal dunia usai ditahan polisi moral atas pelanggaran aturan hijab sedang terjadi di Iran. Untuk itu, Warga negara Indonesia (WNI) di Iran diimbau tidak ikut serta dalam aksi demo tersebut.

Imbauan ini dikatakan oleh KBRI di Teheran untuk seluruh warga Indonesia di sana.

“KBRI Teheran menyampaikan imbauan kepada seluruh masyarakat Indonesia di Iran untuk tetap waspada, berhati-hati, dan tidak ikut serta dalam kegiatan politik di sana,” kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha, Jumat (7/10/2022).

Saat ini tercatat 397 WNI berada di Iran. Mereka tersebar di 14 kota dan sebagian besar adalah mahasiswa.

“KBRI Teheran terus memantau dan menjalin komunikasi dengan seluruh WNI, dan sampai saat ini tidak ada informasi WNI menjadi korban dari berbagai macam aksi demonstrasi tersebut,” ujar dia.

Demontrasi masih berlanjut bukan hanya di Ibu Kota Teheran tetapi sudah meluas ke provinsi lain di Iran.

Untuk itu WNI diminta terus berhati-hati dan segera menghubungi otoritas setempat atau hotline KBRI jika menghadapi keadaan darurat.

Adapun demonstrasi guna mengutuk kematian Mahsa Amini berkembang menjadi bentrokan antara para pengunjuk rasa dengan polisi antihuru-hara dan pasukan keamanan Iran.

Mahsa Amini adalah Perempuan berusia 22 tahun asal kota Kurdi Saqez itu ditangkap polisi moral pada 13 September di Teheran lantaran dianggap berpakaian tak pantas.

Ia meninggal di rumah sakit tiga hari setelah mengalami koma. Kematiannya memicu aksi protes besar-besaran pertama dari kubu oposisi sejak otoritas menindas demonstran yang menentang kenaikan harga bensin pada 2019.

Sementara jumlah korban tewas bertambah dan pasukan keamanan menggunakan gas air mata, pentungan --dan bahkan di sejumlah kasus menggunakan peluru tajam, video yang diunggah di media sosial menunjukkan massa menyerukan agar lembaga ulama bubar.

Bentrokan terjadi di Tehran, Tabriz, Karaj, Qom, Yazd, dan di banyak kota lainnya

Kelompok HAM Amnesty International menuliskan di Twitter bahwa pasukan keamanan Iran merespons massa dengan "kekuatan yang melanggar hukum, seperti menggunakan peluru tajam dan senapan, sehingga menewaskan puluhan orang dan melukai ratusan lainnya."

Media pemerintah melabeli pengunjuk rasa "orang munafik, perusuh, preman dan provokator," sementara stasiun TV pemerintah melaporkan bahwa polisi bentrok dengan "perusuh" di sejumlah kota.

Video yang diunggah di media sosial dari Iran menunjukkan massa meneriakkan, "Perempuan, Kehidupan, Kebebasan", seraya kaum perempuan melambaikan dan membakar kerudung mereka. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini