SuaraSulsel.id - Waktu menunjukkan sekitar pukul 16.00 Wita. Tepat tanggal, 7 Agustus 1945 sore. 77 tahun silam.
Sebuah telegram datang dari Jakarta ditujukan ke Andi Mappanyukki, Raja Bone ke-32, di Jalan Jongaya, Kota Makassar.
Kabar kilat itu ditembuskan ke Hisaichi Terauchi di Saigon, Marsekal Medan Angkatan Darat Kekaisaran Jepang dan Panglima Grup Angkatan Darat Ekspedisi Selatan atau Asia Tenggara.
Kala itu, rencana kemerdekaan Republik Indonesia sudah tercium oleh Jepang. Praktis, Jepang memerintahkan agar seluruh radio menghentikan siaran.
Baca Juga:Kusumah Atmaja, Pahlawan Nasional yang Lahir di Purwakarta
Tentara Jepang mengunci pintu-pintu studio radio, mencabut lampu pemancar, dan peralatan penting lainnya. Akibatnya, pemancar tidak berfungsi.
Namun, beberapa jam sebelumnya, berkat siaran internasional, para pemuda mendengar bahwa sebuah bom dengan ledakan besar terjadi di Jepang. Satu kota dikabarkan sudah berubah menjadi abu.
Hal tersebut merupakan awal dari kekalahan Jepang. Jepang lalu menjanjikan akan memberikan kemerdekaan untuk Indonesia.
Sejarawan Universitas Hasanuddin Makassar Suryadi Mappangara menceritakan, setelah Jepang takluk, Bung Karno sempat meminta ke masyarakat dan bangsawan di Sulawesi Selatan untuk mendukung Jepang.
Menurut Suryadi, Bung Karno melihat nasionalisme di Sulawesi Selatan saat itu kurang. Kesadaran itu belum ada dikarenakan hingga tahun 1945, hampir dikata tidak ada sarjana di Sulsel.
Namun, Bung Karno melihat keunikan di daerah ini. Bangsawan bisa menjaga jarak dengan Hindia Belanda. Karakter para raja-raja ini kemudian menular ke masyarakat umum dan para pemuda.
"Hubungan bangsawan dan Hindia Belanda di Sulawesi Selatan tidak sedekat di wilayah lain. Meski satu-dua wilayah dikuasai Hindia Belanda, tetapi tidak semua," ujar Suryadi.
Pembicaraan kemerdekaan kemudian digelar di Batavia (Jakarta). Ada tiga bangsawan asal Sulawesi Selatan yang diundang.
Diantaranya Andi Mappanyukki, Sultan Daeng Raja, dan Sam Ratulangi. Namun, Andi Mappanyuki digantikan oleh putranya, Andi Pangerang Pettarani.
Kebetulan, telegram yang ditujukan ke Andi Mappanyuki diterima oleh Andi Pangerang Petta Rani. Isinya, Andi Mappanyukki ditunjuk sebagai salah satu anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Suryadi melanjutkan, janji kemerdekaan oleh Jepang kala itu dinilai lama. Apalagi pada tanggal 15 Agustus, sejumlah pemuda mengetahui bahwa Jepang sudah bertekuk lutut ke tentara sekutu.