SuaraSulsel.id - Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur atau NTT Josef Nae Soi mengatakan, serangan virus African Swine Fever atau ASF yang masuk NTT sejak tahun 2020, telah mengakibatkan populasi ternak babi di NTT menurun drastis.
Akibatnya bibit ternak babi semakin langka dan harga ternak serta daging babi melonjak tajam.
Mengutip Telisik.id -- jaringan Suara.com, virus ini juga memiliki dampak psikologi sosial yang besar. Membuat masyarakat takut dan ragu untuk beternak babi.
"Kita jangan takut. Apa saja kita tidak boleh takut, waspada boleh. Apapun kejadiannya, apa saja yang namanya penyakit babi atau penyakit hewan menular lainnya, kita tidak boleh takut, tapi waspada sambil kita harus mencari jalan keluarnya," kata Josef.
Baca Juga:5 Wilayah dengan Suhu Terdingin di Indonesia 2022, Bukan Cuma Dataran Tinggi
Karena itu, Josef mengajak masyarakat NTT untuk kembali memelihara ternak babi karena penyakit ASF yang ditakutkan telah mampu dikendalikan oleh Pemprov NTT.
"Mari kita mulai bangkit, mari kita pelihara babi," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, pimpinan Prisma Indonesia, Mohazin Kadir menjelaskan Prisma dalam kemitraan dengan pemerintah berupaya agar semangat masyarakat untuk pelihara babi kembali bangkit.
"Nanti kami akan berkampanye agar masyarakat kembali dapat memulihkan kepercayaan diri untuk pelihara babi dan meningkatkan pengetahuan masyarakat akan virus ASF dan penanganannya," terang Mohazin.
122 Ribu Babi Mati
Baca Juga:Ada Ukiran Babi Berotot di Semangka, Publik Malah Debat Soal Ini: Halal Kan?
Jumlah ternak babi yang mati akibat virus African Swine Fever (ASF) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai ribuan ekor. Data yang dilaporkan secara resmi ke Dinas Peternakan Provinsi NTT mencapai 122 ribu ekor.
"Yang sudah dilapor 122 ribu ekor yang mati. Kerugian pun diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah," kata Kepala Dinas Peternakan NTT, Johanna Lisapaly kepada Wartawan, Rabu (27/7/2022).
Ia mengaku pihaknya telah melakukan berbagai upaya pencegahan dan pengendalian untuk mengatasi penyebaran virus ASF.
Setelah berbagai upaya yang dilakukan, sampai dengan Juli 2022 ini, tidak ada lagi laporan kematian lagi akibat ASF.
Ia juga mengajak peternak babi di NTT tidak boleh putus asa agar bisa membangkitkan kembali industri peternakan di NTT.