SuaraSulsel.id - Empat auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disebut menjadi tersangka baru kasus dugaan suap di Pemprov Sulsel.
Penetapan tersangka ini merupakan rangkaian dari kasus yang menyeret mantan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah dan mantan Sekretaris Dinas PU dan Tata Ruang Pemprov Sulsel, Edy Rahmat.
Salah satu informan SuaraSulsel.id di KPK menyebut, empat auditor BPK itu bertugas di kantor BPK Perwakilan Sulsel. Mereka ditetapkan tersangka sejak pekan lalu.
"Termasuk saudara Gilang yang disebutkan namanya oleh saudara Edy Rahmat di pengadilan. Kemudian ada tiga auditor lainnya," ujarnya, Kamis (21/7/2022).
Baca Juga:Jangan Lupa Bayar PKB Kalau Tak Mau Data Kendaraan Dihapus Permanen
Selain empat auditor BPK, KPK juga kembali menetapkan Edy Rahmat, sebagai tersangka. Edy sendiri saat ini sedang mendekam di penjara setelah divonis oleh hakim pengadilan Negeri Makassar empat tahun penjara.
"Pak Edy juga sudah ditetapkan jadi tersangka," bebernya.
Diketahui, KPK kembali melakukan penggeledahan di kantor Dinas PU dan Tata Ruang, Kamis 21 Juli 2022. Mereka mencari barang bukti soal dugaan suap oleh Edy Rahmat ke pegawai BPK atas nama Gilang.
Penyidik datang pada pukul 11.00 wita dan baru keluar pada pukul 19.20 wita. Dari keterangan petugas keamanan, penyidik memeriksa sejumlah ruangan di gedung II. Sejumlah pegawai juga dilarang keluar dan telepon selulernya disita.
Usai melakukan penggeledahan, KPK mengamankan dokumen yang diletakkan di dalam koper berwarna kuning, tiga kardus dan satu boks kuning.
Baca Juga:Mengenal Sosok Eva Anindita, Mantan Marcell Chandrawinata di Sinetron Cinta 2 Pilihan
"Perkembangan kasus lama. Saya tidak berhak komentar. Ke jubir langsung ya," ujar salah satu penyidik saat dimintai keterangan.
Seperti diketahui, sejumlah fakta baru muncul selama sidang kasus suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di Sulsel, pada tahun 2021 lalu. Salah satunya KPK mengisyaratkan membidik tersangka lain pada kasus yang menyeret mantan Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah itu.
Terpidana Edy Rahmat sebelumnya membeberkan pernah menyetor uang ke oknum pegawai BPK Rp2,8 miliar atas nama Gilang. Uang itu dikumpul dari 11 pengusaha untuk menghilangkan hasil temuan pada pengerjaan proyek.
Dari 11 pengusaha itu, uang yang terkumpul Rp 3,2 miliar. Rp 2,8 miliar disetor ke Gilang sementara Rp 320 juta lebih merupakan jatah untuk Edy.
Saat itu, Edy menjelaskan pernah bertemu dengan Gilang pada Desember 2020. Saat itu Gilang yang menghubunginya.
Mereka bertemu di Hotel Teras Kita, di Jalan Pettarani, Makassar. Alasannya untuk ngopi.
Saat bertemu, kata Edy, Gilang menyampaikan bahwa pihaknya akan memulai pemeriksaan laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2020 pada Januari 2021. Jika ada kontraktor yang hendak berpartisipasi, bisa menyetor 1 persen untuk menghilangkan temuan.
"Pak Gilang kan sudah disumpah. Desember 2020 saya ketemu, dia yang telepon Saya. saat ketemu, dia bilang BPK akhir Januari (2021) akan masuk pemeriksaan di Pemprov. Siapa tahu ada kontraktor yang ingin berpartisipasi. Nilainya 1 persen untuk bisa dipakai bayar temuan," ujar Edy di ruang sidang Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Rabu, 13 Oktober 2021.
Kemudian, pada bulan Januari, Gilang menghubunginya lagi. Pegawai Humas di BPK itu menanyakan apakah uang dari kontraktor sudah ada?
"Jadi saya sampaikan ke kontraktor dan terkumpul Rp 3,2 miliar. Pada Januari BPK masuk lakukan pemeriksaan, tapi bukan Gilang yang periksa," bebernya.
Dari jumlah Rp 3,2 miliar yang dikumpulkan Edy dari kontraktor itu, ia dijatah 10 persen. Atau sekitar Rp 320 juta.
Edy menambahkan BPK melakukan pemeriksaan empat kali. Sementara total uang yang disetor ke BPK jumlahnya Rp 2,8 miliar.
"Uang saya serahkan ke Gilang. Dia ambil di depan kantor (BPK), di mobil saya. Baru saya antar masuk ke asramanya (di belakang kantor)," katanya.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing