10 Orang ASN di Sulawesi Selatan Jadi Anggota Organisasi Terlarang Khilafatul Muslimin

ASN yang tergabung ke dalam kelompok Khilafatul Muslimin paling banyak bekerja di Kabupaten Maros

Muhammad Yunus
Senin, 27 Juni 2022 | 17:36 WIB
10 Orang ASN di Sulawesi Selatan Jadi Anggota Organisasi Terlarang Khilafatul Muslimin
Papan nama di rumah yang dijadikan kantor Khilafatul‎ Muslimin di Desa Slarang Lor, Kecamatan Dukuwaru, Kabupaten Tegal. [Suara.com/F Firdaus]

SuaraSulsel.id - Anggota organisasi terlarang Khilafatul Muslimin di Sulawesi Selatan memiliki berbagai latar belakang pekerjaan. 10 orang diantaranya ternyata Aparatur Sipil Negara (ASN).

Kepala Kesbangpol Pemprov Sulsel Asriady Sulaiman mengatakan, ASN yang tergabung ke dalam kelompok Khilafatul Muslimin paling banyak bekerja di Kabupaten Maros. Adapula sebagian di Kota Makassar.

"10 orang diantaranya ASN. Saat ditanya kenapa, mereka bilang lagi cari jati diri, ingin sesuatu yang beda," ujar Asriady, Senin, 27 Juni 2022.

Pemerintah juga mendapati ada posko Khilafatul Muslimin di Kota Makassar. Letaknya di Kecamatan Biringkanaya.

Baca Juga:9 Mantan Jamaah Khilafatul Muslimin di Lampung Tengah Kembali ke Ideologi Pancasila

Mereka direkrut dengan cara menyerahkan KTP, kemudian dibaiat. Pergerakan mereka cukup tertutup. Sehingga tak ada aktivitas organisasi tersebut yang menonjol dan dinyatakan radikal.

"Mereka dibaiat dan ada bukunya. Tapi bukan semacam organisasi teroris. Hanya saja punya pemikiran tersendiri untuk menggantikan Pancasila," jelasnya.

Anggota Khilafatul Muslimin kini kembali dibina untuk mencintai pancasila dan NKRI. Dari paham yang dianut, mereka tak percaya dengan sistem pemerintahan.

"Mereka tidak percaya pemerintah. Artinya ada upaya untuk membentuk ideologi sendiri," ujarnya.

Aktivitas organisasi di pondok Khilafatul Muslimin di Kabupaten Maros juga kini resmi ditutup. Seluruh santrinya sudah dipulangkan.

Baca Juga:ASN Dinilai Berperan Penting dalam Transformasi Digital di Tanah Air

Kepala Kementerian Agama Kabupaten Maros Abdul Hafid menambahkan, Ponpes tersebut juga punya puluhan santri. Paling banyak dari Nusa Tenggara Barat.

"Mereka sudah kita pulangkan ke rumahnya masing-masing. Kita minta agar mereka belajar di sekolah yang resmi yang ditetapkan pemerintah," ujar Hafid saat dikonfirmasi.

Hafid mengatakan sistem pendidikan yang diterapkan Khilafatul Muslimin juga berbeda dari sekolah pada umumnya. Yakni tak ada tingkatan berdasarkan usia.

"Santrinya juga dinaikkan dalam dua tahun sekali. Bukan setahun sekali seperti sekolah pesantren resmi," ujarnya.

Sejauh ini, polisi sudah menetapkan dua tersangka di Sulsel terkait kelompok Khilafatul Muslimin. Mereka adalah ketua dan sekretaris organisasi itu di Sulsel.

Para tersangka itu dijerat pasal 14 dan atau pasal 15 UU nomor 1 tahun 1946 tentang KUHPidana dan UU nomor 17 tahun 2017 tentang ormas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini