Enam media dituding melakukan perbuatan melawan hukum. Karena dianggap merugikan atau mencemarkan nama baik penggugat. Sehingga meminta PN Makassar untuk menghukum enam media tersebut dengan membayar ganti rugi senilai Rp100 triliun.
Namun, pihak penggugat langsung melakukan gugatan perdata di PN Makassar tanpa menempuh mekanisme sengketa pers sebagaimana diatur UU Pers No 40/99.
Kasus ini sudah memasuki persidangan sejak Februari 2022. Ada enam media yang masuk dalam gugatan yakni Antara News, Terkini News, Celebes News, Makassar Today dan Kabar Makassar dan RRI.
Ketua Komisi Peneliti, Pendataan dan Ratifikasi Dewan Pers Ninik Rahayu juga menilai proses sidang perdata terhadap enam media di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), cacat formil. Gugatan itu menyalahi prosedur karena mengesampingkan regulasi organik, yakni Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Baca Juga:Calon Haji Belajar Menggunakan Toilet Pesawat di Asrama Haji Makassar
Ninik menilai kasus gugatan enam media di Makassar bukan bagian dari kompetensi pengadilan, meski ada pasal dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman yang diartikan bahwa pengadilan tak boleh menolak gugatan.
"Memang tidak boleh menolak perkara, tapi kalau tahu itu sengketa pers yah janganlah (disidangkan)," ujarnya.
Ninik juga menyoal aspek formil, dimana tidak ada putusan sela setelah sidang eksepsi yang disampaikan pihak tergugat di PN Makassar. Ninik menilai bahwa telah terjadi kekeliruan pelaksanaan hukum acara perdata dalam proses sidang tersebut.
"Info yang saya dapat sela nanti diputus di belakang, itu yang saya juga heran. Padahal atas putusan sela inilah para tergugat berkepentingan bahwa kalau ini bukan kewenangan pengadilan harusnya pengadilan berani memutuskan untuk tidak menerima gugatan itu," tegasnya.
Selain itu, aspek material atau tuduhan melawan hukum yang dialamatkan ke enam media, kata Ninik, juga belum dapat dibuktikan. Padahal yang dipersoalkan penggugat terkait status dirinya sebagai Raja.
Kontributor : Lorensia Clara Tambing